Mohon tunggu...
M. Iqbal
M. Iqbal Mohon Tunggu... Penulis - Part Time Writer and Blogger

Pengamat dan pelempar opini dalam sudut pandang berbeda. Bisa ditemui di http://www.lupadaratan.com/ segala kritik dan saran bisa disampaikan di m.iqball@outlook.com. Terima kasih atas kunjungannya.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Lapangan Sepak Bola dan Harga Diri Sebuah Bangsa

5 Desember 2017   14:47 Diperbarui: 6 Desember 2017   13:46 8521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertandingan Indonesia vs Mongolia di Aceh (RCTI)| Screenshoot Dokumentasi pribadi

Saya menonton pertandingan sepak bola antara Timnas Indonesia menghadapi Timnas Mongolia. Ada aura yang tidak mengenakkan saat lagu kebangsaan kedua negara berkumandang. Terlihat lapangan yang umumnya berwarna hijau berubah menjadi hijau kecokelatan ibarat lokasi tutorial menanam padi. Sangat tak layak buat bermain bola.

Pasti para pecinta sepak bola berpikir serupa.

Ini mau main bola atau ingin mengangkat hasil panen lele?

Memang tidak dipungkiri, akhir-akhir ini tanah air sedang memasuki musim penghujan dengan indikasi berbagai tinggi curah hujan di akhir. Sejumlah wilayah di tanah air tidak lepas dari hujan intensitas sedang sampai dengan besar. Akibatnya banjir sejumlah wilayah dilanda banjir.

Salah satu turnamen sepak bola level internasional dihelatkan di Aceh bernama Aceh World Solidarity Cup. Mengundang sejumlah negara mulai dari Kirgistan, Mongolia, dan tetangga dekat Brunei. Ajang yang mengasah kemampuan Timnas U-23 dalam mematangkan persiapan Asian Games tahun 2018. Mengingat selama ini Timnas sangat minim uji coba semenjak sanksi FIFA dicabut.

Adanya turnamen level seperti ini jelas jadi hiburan sendiri buat rakyat Aceh, mengingat terakhir kali Aceh disambangi Timnas berlaga saat medio tahun 2014. Saat kala itu Timnas U-19 besutan Indra Syafrie bertanding melawan Timnas Aceh jebolan Paraguay. Animo masyarakat sangat besar hingga sebagian penonton tidak mendapatkan tiket.

Namun kini tampak terlihat dengan jelas Stadion Harapan Bangsa kosong, salah satunya ialah hujan yang mengguyur serta pertandingan membuat sejumlah penonton kehilangan mood. Saya pribadi pun lebih memilih menonton dari layar kaca dibandingkan ke stadion dengan kondisi tidak kondusif. Saya dan jutaan penonton Timnas pastinya kecewa, selalu saja saat musim penghujan bertanding. Lapangan dipenuhi dengan genangan air karena drainase yang sangat buruk sehingga pemain kedua tim sulit mengembangkan permainan dengan baik.

Bagaimana rasanya saat mau bertanding lapangan dipenuhi dengan lumpur, tak jauh bedanya dengan sepak bola tarkam (antar kampung). Pakaian serba putih dengan sepatu yang masih baru seakan harus merasakan lenturnya tanah lapangan yang telah diguyur oleh hujan. Mirip seperti ajang menangkap lele level internasional. Penonton juga tak kalah kecewa karena telah membayar tiket mahal-mahal namun tidak bisa menikmati pertandingan semestinya.

Memang kita tidak bisa menyalahkan hujan sebagai salah satu alasan, karena hujan tidak bisa menahan dirinya untuk datang dan pergi. Semua kembali permasalahan klasik yakni rumput lapangan yang buruk.

Saya pun pribadi mencontoh bahwa hampir semua stadion di tanah air dikelola oleh pemda setempat. Banyak dari pihak klub hanya menggunakan lapangan saja tapi urusan kepengurusan lapangan itu adalah urusan pengelola stadion tersebut. Maka tak heran klub lepas tangan dan tak punya kewenangan dari semua hal tersebut.

Tak jauh dengan Timnas yang bermain, lapangan yang disediakan saat Timnas berlangsung banyak yang tidak layak, Taktik dan latihan selama ini tidak bekerja sama sekali. Memang di daerah tropis punya curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan stadion di Eropa memaksa rumput bisa rusak sewaktu-waktu.

Saya pun melihat dengan gamblang bahwa banyak dari stadion di tanah air punya rumput di bawah standar yang ditetapkan oleh FIFA dan AFC selaku induk organisasi. Walaupun punya banyak stadion dengan kapasitas tribun yang sangat besar, masalah rumput seperti diabaikan sama sekali. Selain itu rumput yang digunakan ialah rumput yang tumbuh di lokasi setempat bukan dari impor karena menghitung biaya yang sangat besar.

Efeknya kita tidak pernah melihat aliran umpan-umpan pendek yang diperagakan, hanya umpan lambung langsung ke jantung pertahanan lawan. Akibatnya karena pengaruh lapangan yang buruk.

Saya pun berharap pemerintah kita mencontoh negeri tetangga kita punya lapangan yang cukup baik termasuk dalam kondisi hujan. Saya pun lumayan banyak menyaksikan dari sejumlah pertandingan dari negeri tetangga melalui channel Youtube. Terbukti lapangan tetap terawat dengan baik walaupun hujan sangat deras sekalipun. Mereka menganggap rumput adalah masalah sensitif yang harus diperhatikan dan dibenahi.

Rumput itu jati diri bangsa

Bagaimana perasaan anda sebagai penonton saat melihat pertandingan dengan kondisi lapangan layaknya kubangan?

Pasti buru-buru Anda memindahkan channel TV ke acara lain yang lebih menghibur, mengabaikan Timnas yang sedang bertarung membawa nama bangsa selama 90 menit di atas lapangan.

Lalu bagaimana kalau kalian yang harus menjadi pemain?

Pasti mereka berpikir dalam hatinya:

Ini cobaan apalagi?

Walaupun bagi pemain Timnas ini sudah terbiasa karena banyak dari pertandingan liga yang berlangsung dalam kondisi becek.

Bagaimana kalau yang bertanding ialah tim tamu yang datang jauh-jauh dari negerinya dan kemudian bermain di lapangan yang penuh dengan lumpur pasti harga diri bangsa dipertaruhkan. Kemudian disiarkan di TV baik siaran lokal dan bahkan disiarkan oleh TV negara tersebut, semakin malu sebuah bangsa.

Lapangan buruk dan efek cedera

Faktor lapangan yang tergenang dan becek pun makin membuat cedera semakin besar. Saya pun memperhatikan dengan jelas dalam laga kontra Mongolia bek Timnas Gavin Kwan Adsit mengalami cedera parah di awal babak kedua. Sehingga ia tidak mampu melanjutkan pertandingan kembali.

Screenshoot Dokumentasi pribadi Siaran Langsung Indonesia vs Mongolia (RCTI)
Screenshoot Dokumentasi pribadi Siaran Langsung Indonesia vs Mongolia (RCTI)
Penyebabnya karena aliran bola tersendat-sendat, salah satu cara terbaik dalam melakukan intersep bola dengan melakukan tekel. Dampak dari tekel terlambat ditambah dengan kondisi lapangan, makin menambah banyak pemain yang cedera.

Ada banyak penelitian yang menyatakan cuaca (salah satunya hujan) berpengaruh besar pada sebuah laga. Pada prinsipnya, hujan membuat lapangan menjadi basah dan licin. Permukaan lapangan yang basah dan licin tadi membuat kemampuan bola untuk bergerak lebih cepat jadi berkurang. Akibatnya pemain kesulitan dalam berlari, mengontrol bola, dan bahkan mengumpan. Jelas sebuah kerugian besar.

Ini semakin membuat peluang mencetak gol menjadi sangat sulit. Saya pun sempat menutup wajah karena malu saat pemain naturalisasi Indonesia asal Montenegro ilija Spasojevic mengambil eksekusi penalti. Ia seakan harus mengepel terlebih dahulu lapangan di area titik 12 pas sebelum mengambil ancang-ancang. Kejadian serupa juga terjadi di babak kedua, saat kiper Timnas, Satria Tama melakukan pelanggaran di dalam kotak penalti buat pemain depan Mongolia. Pemain tersebut juga melakukan hal serupa.

Screenshoot Dokumentasi pribadi Siaran Langsung Indonesia vs Mongolia (RCTI)
Screenshoot Dokumentasi pribadi Siaran Langsung Indonesia vs Mongolia (RCTI)
Hujan (ditambah lagi lapangan berlumpur) membuat pemain kebasahan, ditambah lagi pemain bermain terlalu larut malam. Membuat mereka membatasi pergerakannya dengan bermain pasif dan intensitas permainan lebih rendah dengan tujuan menghindari cedera.

Lapangan yang basah dan berlumpur juga membuat pemain lebih mudah cedera, Mereka sulit menyeimbangkan tubuh baik saat berduel dengan lawan atau saat berlari dan saat mendarat. Berbagai cedera bisa menghampiri karena lapangan yang buruk, mulai dari cedera metatarsal, tuang betis, dan tulang kering.

Lapangan bola buruk juga sebuah berkah

Dalam kasus Timnas, atau bahkan harus menjamu negara atau klub yang punya level di atas kita. Lapangan yang buruk mampu membuat mereka kesulitan dan terlihat lemah. Walaupun belum tentu mereka kalah, tapi tim yang tidak diunggulkan akan punya peluang lebih besar dalam mencuri gol dan bahkan kemenangan.

Tapi saya ingat sebuah masa dan mungkin para pemain Timnas pernah merasakannya saat mereka masih kecil. Kala pulang dengan baju penuh lumpur dan noda. Lalu diomelin emak karena pulang dari lapangan ibarat pulang dari kubangan bersama gerombolan kerbau.

Namun hujan bak sebuah berkah besar, saat negeri lain datang menjamu tim kita. Korelasi lapangan yang tak terlalu baik drainasenya dengan hujan bak sebuah berkah dan bencana buat negeri lain. Mereka kesulitan minta ampun bermain dengan lapangan tergenang. Sedangkan pemain tanah air seakan kegirangan, ibarat sebuah bantuan alam yang menyertai.

Pemain bola kita seakan kembali bernostalgia dengan masa lalunya. Hujan datang dan lapangan dipenuhi dengan genangan air. Seakan menguatkan memori bermain sambil memetik hasil optimal.

Saya pun seakan ingat memori di tahun 2013 saat Timnas U-19 kala itu berhasil mempermalukan Korea Selatan 3 vs 2 di Stadion utama Gelora Bung Karno. Lalu di akhir tahun kemarin, Indonesia berhasil mengalahkan tim gajah putih Thailand di laga Leg pertama final AFF Suzuki Cup di Stadion Pakansari, Cibinong. Walaupun harus merelakan gelar kepada Thailand karena kalah agregat gol tandang di leg selanjutnya di Thailand.

Hujan deras dan lapangan yang licin ibarat sebuah berkah tersendiri. Saat lawan kesulitan mengoper bola, pemain kita seakan termanjakan dengan sapuan bola saat di atas air. Lalu saat mata lawan kelilipan akibat lumpur,  pemain kita makin membuka mata lebar-lebar. Hasilnya pemain kita menang dengan mudah dan lawan kepayahan lagi kesusahan setengah mati.

Itulah hujan dan lapangan bola klasik, seakan menggambarkan kearifan lokal bahwa ketidaknyamanan dan ketertinggalan ialah senjata menakutkan. Masalah cemoohan, itu urusan belakangan yang penting kita menang bukan? Berkat kamu lapangan dan hujan datang di waktu yang tepat.

Lapangan yang baik sebuah keharusan

Kebutuhan Timnas akan lapangan bagus seperti sudah jadi kewajiban, sangat sedikit lapangan di tanah air yang punya kemampuan sangat baik dalam berbagai kondisi. Memang pengaruh cuaca tanah air yang punya curah hujan yang besar berakibat rumput jadi gampang rusak.

Tapi itu bukanlah sebuah alasan, karena bisa diakali dengan berbagai rencana lainnya. Saya pun sangat mengapresiasikan penyelenggaraan turnamen internasional Aceh World Solidarity Cup. Berkat turnamen tersebut mampu menambah jam terbang pemain Timnas untuk menyambut Asian Games tahun depan.

Bila mampu menyedot pecinta sepak bola yang ada di Aceh dan seluruh Nusantara. Turnamen serupa bisa dihelatkan tahun depan dengan lawan yang lebih berbobot pastinya. Dan menjawab rasa dahaga pecinta sepak bola tanah air. Permasalahan teknis seperti lapangan yang tak layak semoga tidak kembali terulang.

Pihak panpel pun harus punya rencana cadangan dalam kondisi terburuk (seperti musim hujan saat ini) dengan menyediakan stadion cadangan yang punya kelayakan serupa. Saya pun sedikit riskan mengetahui laga yang berlangsung sejak tanggal 2-6 Desember menghelatkan 6 laga (2 laga dalam satu hari) dengan jeda hanya selang sehari. Jelas saja rumput akan rusak ditambah dengan cuaca saat. Andai tidak memiliki stadion cadang, pihak panpel bisa menggeser pelaksanaan turnamen jauh sebelum musim penghujan berlangsung sehingga lapangan tidak kembali rusak.

Selain itu membenahi kondisi rumput yang sudah jadi permasalahan klasik. Rumput jadi hal yang sensitif di dalam sepak bola dan harkat martabat sebuah bangsa. Bukan hanya di Stadion Harapan Bangsa saja, tapi seluruh stadion di tanah air. Masalah rumput adalah masalah urgen yang tak bisa bisa ditunda-tunda lagi. Karena dengan rumput wajah bangsa dipertaruhkan di hadapan banyak bangsa lain.

Semoga jadi bahan renungan untuk kita semua, salam dari warga Aceh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun