Mohon tunggu...
Muhammad IqbalFawwaz
Muhammad IqbalFawwaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNJ Program Studi Sosiologi

well

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gejolak Industri Musik di Masa Pandemi Covid-19

4 Juli 2021   16:56 Diperbarui: 4 Juli 2021   17:01 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam wawancara di CNBC Indonesia, Armand Maulana sebagai vokalis dari band Gigi, mengatakan bahwa:

"Industri musik jelas mengalami kerugian yang besar karena konser off-air di mana-mana ditunda dan bahkan ada yang batal. Kebanyakan musisi sekarang mengeluarkan single-single dibanding album karena promo di industri musik juga jadi berubah/beralih ke dunia virtual. Mulai dari promo, interaksi musisi dengan penonton, dan perlengkapan juga berubah dengan beralihnya konser virtual ini. Kadang kita yang jadi kagok karena tidak ada feedback dari penonton, kadang masalah sinyal, perlengkapan juga seadanya. Ditambah lagi promo utama musisi kan dari konser off-air, nah adanya pandemi ini jadinya susah buat musisi lain kalau mau promosikan karyanya. Musisi harus try hard banget di era pandemi ini."

Dalam industri musik, popularitas menjadi salah satu faktor penentu kemapanan musisi, yang mana semakin terkenal musisi maka akan semakin banyak penikmat dari karyanya, begitupun dengan penjualan karya-karyanya. Hal ini juga berpengaruh terhadap konsumsi publik. Umumnya, konsumsi publik lebih cenderung pada sesuatu yang sudah terkenal/diketahui oleh banyak orang karena hal tersebut menjamin kualitasnya, sebagaimana salah satu kategori "populer" oleh Williams (1983) yaitu, disukai banyak orang, dan karya tercipta sebagai hiburan masyarakat. Pengakuan tersebut diraih melalui kegiatan promosi, memperkenalkan produknya dan menarik perhatian masyarakat agar mengkonsumsinya, namun hal ini juga membutuhkan kualitas/menarik untuk dikonsumsi. 

 Musisi papan atas selangkah lebih maju dibanding dengan musisi medioker maupun newcomer karena sudah memiliki modal baik dari segi audiens, alat-alat perlengkapan, maupun modal keuangan. Sedangkan modal bagi para musisi medioker dan newcomer belum dapat dikatakan 'sudah menjanjikan'. Bagi musisi papan atas, ketika mengumumkan proyek konser virtualnya mereka sudah memiliki pelanggan atau pendengar. Mereka sendiri juga memiliki akses yang lebih luas kepada sponsor untuk mendanai proyeknya tersebut.

Namun, pemerintah turut serta berperan membantu dalam kemajuan industri musik Indonesia, khususnya di masa sulit ini. Pada tanggal 30 Maret 2021, presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik. Peraturan tersebut mewajibkan setiap orang yang memanfaatkan lagu atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial harus membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan atau pemilik hak terkait. Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dengan mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait melalui LMKN.

Dengan diterapkannya peraturan tersebut, kini hak atas karya-karya yang diciptakan oleh seluruh musisi Indonesia dapat terorganisir dengan lebih baik. Pihak pemilik hak terkait/pencipta karya memiliki perlindungan hukum atas hak cipta karya dengan sistem pembayaran royalti bagi kegiatan komersialisasi karya lagu/musik. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh musisi sekaligus dalam hal komersialisasi karyanya serta memotivasi mereka untuk terus berkarya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun