Mohon tunggu...
Arman Maulana Iqbal
Arman Maulana Iqbal Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Ilmu Ekonomi Uin Sunan Ampel Surabaya urabaya

seorang mahasiswa yang suka berbusana

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Baju Bekas, Gaya Kelas! Kenapa Thrifting Jadi Tren?

23 Februari 2025   15:21 Diperbarui: 23 Februari 2025   17:10 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Industri fashion adalah salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia. United Nations Environmental Programme (2018) mengungkapkan bahwa industri fashion menjadi salah satu penyumbang terbesar limbah tekstil global dengan produksi sekitar 92 juta ton limbah tekstil setiap tahunnya, yang berdampak signifikan pada polusi global. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappennas) menyatakan bahwa timbunan limbah tekstil di Indonesia diperkirakan mencapai hingga 2,3 juta ton per tahun; jumlah ini akan terus meningkat sebesar 70% apabila tidak dilakukan intervensi.

Di tengah kesadaran akan dampak lingkungan dari fast fashion, praktik belanja pakaian bekas yang kerap disebut thrifting, hadir sebagai solusi yang dianggap lebih ramah lingkungan. Siapa sangka pakaian bekas yang dulunya dipandang sebelah mata kini justru jadi pilihan utama bagi banyak orang untuk tampil stylish? Thrifting, atau berburu pakaian second-hand, bukan lagi sekadar alternatif belanja hemat, tapi telah berkembang menjadi gaya hidup yang digemari banyak kalangan. Dari anak muda hingga selebriti, semakin banyak yang bangga mengenakan hasil thrifting karena menawarkan keunikan dan karakter yang sulit ditemukan di toko-toko biasa. 

Secara sederhana, thrifting adalah kegiatan membeli pakaian bekas yang masih layak pakai. Tren ini sebenarnya sudah ada sejak lama, namun dalam beberapa tahun terakhir popularitasnya meroket. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan sustainable fashion (fashion berkelanjutan), banyak orang mulai beralih ke cara belanja yang lebih ramah lingkungan dan ekonomis. Selain lebih terjangkau, thrifting juga memungkinkan seseorang menemukan item fashion unik dan eksklusif yang tidak mudah ditemukan di pasaran. 

Artikel ini akan membahas lebih dalam alasan di balik booming-nya tren thrifting. Mulai dari faktor harga, keunikan fashion, hingga dampaknya terhadap lingkungan dan industri mode secara keseluruhan. Yuk, simak selengkapnya dan temukan alasan mengapa pakaian bekas justru bisa membuat gaya kamu semakin berkelas!

Sejarah dan Perkembangan Thrifting  

Thrifting bukanlah sesuatu yang baru. Sejak era 1800-an, jual beli pakaian bekas sudah menjadi bagian dari perekonomian masyarakat di berbagai negara. Awalnya, toko thrift atau tempat penjualan barang bekas banyak ditemukan di negara-negara Barat, terutama sebagai inisiatif dari organisasi sosial seperti The Salvation Army dan Goodwill. Mereka mengumpulkan baju-baju preloved dari donasi, kemudian menjualnya kembali dengan harga lebih terjangkau. Seiring berjalannya waktu, konsep thrift shop berkembang bukan hanya sebagai solusi bagi mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi, tetapi juga menjadi pilihan bagi orang-orang yang ingin mencari pakaian dengan model unik dan harga miring. 

Di Indonesia, tren thrifting mulai dikenal sejak tahun 90-an, terutama dengan menjamurnya pasar loak yang menawarkan pakaian bekas impor. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta menjadi pusat peredaran barang-barang second-hand, baik di pasar tradisional maupun di toko kecil yang menjual fashion bekas berkualitas. Namun, saat itu, thrifting masih sering dikaitkan dengan pilihan belanja untuk menghemat uang. Popularitasnya benar-benar meroket dalam satu dekade terakhir, ketika banyak anak muda melihat thrifting sebagai cara untuk mendapatkan pakaian vintage dan branded dengan harga lebih ekonomis. 

Salah satu faktor utama yang membuat tren thrifting semakin berkembang adalah kehadiran media social. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube berperan besar dalam mengenalkan gaya hidup thrift ke masyarakat luas. Banyak content creator dan influencer berbagi pengalaman mereka saat berburu barang thrift, memberikan tips memilih pakaian yang masih bagus, hingga menunjukkan bagaimana cara memadukan outfit hasil thrifting agar tetap terlihat stylish. Selain itu, semakin banyaknya marketplace online dan sistem live shopping memudahkan masyarakat untuk membeli pakaian thrift tanpa harus datang langsung ke toko atau pasar loak. Dengan tren fashion yang terus berubah dan meningkatnya kesadaran terhadap fashion ramah lingkungan, thrifting kini bukan lagi sekadar opsi alternatif, melainkan telah menjadi bagian dari gaya hidup modern. Berikut beberapa alasan mengapa thrift menjadi tren dan banyak diminati

5 Alasan Mengapa Thrifting Menjadi Tren

1. Harga Terjangkau, Gaya Maksimal

Salah satu daya tarik utama thrifting adalah harga yang jauh lebih murah dibandingkan pakaian baru. Dengan budget yang sama, seseorang bisa mendapatkan lebih banyak pakaian dibandingkan jika berbelanja di toko biasa. Bahkan, banyak thrift shop yang menawarkan pakaian dari merek terkenal dengan harga hanya sepersekian dari harga aslinya. Hal ini menjadikan thrifting sebagai solusi bagi mereka yang ingin tampil fashionable tanpa harus menghabiskan banyak uang.

2. Unik dan Tidak Pasaran

Pakaian hasil thrifting sering kali memiliki desain yang tidak lagi diproduksi atau berasal dari koleksi lama. Ini membuat barang thrift menjadi lebih eksklusif dan tidak pasaran dibandingkan pakaian yang dijual di pusat perbelanjaan atau toko fast fashion. Banyak orang mencari pakaian thrift untuk mendapatkan gaya yang unik, vintage, atau bahkan klasik yang sulit ditemukan di toko-toko biasa.

3. Ramah Lingkungan dan Mendukung Sustainable Fashion

Tren thrifting semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran akan dampak negatif industri fast fashion terhadap lingkungan. Produksi pakaian baru membutuhkan banyak sumber daya dan sering kali menghasilkan limbah tekstil yang mencemari lingkungan. Dengan membeli pakaian second-hand, seseorang secara tidak langsung membantu mengurangi limbah fashion dan memperpanjang siklus hidup pakaian. Thrifting pun menjadi pilihan bagi mereka yang ingin tetap bergaya tanpa merusak lingkungan.

4. Sensasi Berburu Barang Langka

Berbeda dengan belanja di mall atau butik, thrifting menawarkan pengalaman yang lebih menantang dan seru. Banyak orang menikmati sensasi berburu harta karun fashion, di mana mereka bisa menemukan pakaian unik, branded, atau bahkan edisi terbatas dengan harga yang jauh lebih murah. Setiap kunjungan ke thrift shop selalu membawa kejutan tersendiri karena stok barang terus berubah, sehingga belanja thrift terasa lebih menyenangkan dibandingkan sekadar membeli barang di toko biasa.

5. Didukung oleh Media Sosial dan Tren Fashion

Perkembangan media sosial, terutama TikTok, Instagram, dan YouTube, semakin mempercepat popularitas thrifting. Banyak content creator dan influencer membagikan pengalaman mereka dalam berburu pakaian thrift, memberikan tips memilih barang berkualitas, hingga menunjukkan cara mix and match outfit hasil thrifting agar tetap terlihat stylish. Tren ini membuat semakin banyak orang tertarik mencoba thrifting, terutama generasi muda yang ingin tampil keren tanpa harus mengikuti fast fashion.

Dengan berbagai alasan tersebut, tidak heran jika thrifting kini bukan hanya sekadar pilihan alternatif, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern yang lebih hemat, kreatif, dan ramah lingkungan.

Dampak Sosial dan Ekonomi dari Tren Thrifting

Tren thrifting yang semakin populer telah membawa perubahan besar dalam dunia fashion, terutama dari sisi sosial dan ekonomi. Salah satu dampak paling terlihat adalah meningkatnya jumlah thrift shop dan pasar loak di berbagai kota. Jika dulu thrift shop hanya bisa ditemukan di pasar-pasar tradisional, kini banyak toko fisik hingga online yang khusus menjual pakaian bekas berkualitas. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta menjadi pusat perkembangan bisnis thrift, dengan banyaknya toko yang menyediakan berbagai macam pakaian second-hand, mulai dari pakaian kasual hingga barang branded. Bahkan, beberapa kawasan telah dikenal sebagai surga thrifting, menarik banyak pembeli yang ingin berburu pakaian murah namun tetap stylish. 

Selain itu, munculnya bisnis reseller thrift juga membuka peluang usaha baru. Banyak anak muda yang mulai melihat thrifting bukan hanya sebagai gaya hidup, tetapi juga sebagai peluang bisnis yang menguntungkan. Dengan modal yang relatif kecil, mereka bisa membeli pakaian dalam jumlah besar, melakukan kurasi, dan menjualnya kembali dengan harga lebih tinggi. Berkat media sosial dan marketplace online, para reseller bisa menjangkau lebih banyak pelanggan, bahkan hingga ke luar kota atau luar negeri. Tak sedikit pula thrift shop yang berkembang menjadi brand sendiri dengan konsep curated thrift, di mana mereka hanya menjual barang-barang pilihan yang masih dalam kondisi sangat baik. Hal ini menciptakan lapangan pekerjaan baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di kalangan anak muda. 

Namun, di balik popularitasnya, tren thrifting juga menuai kontroversi, terutama terkait persaingan dengan industri lokal. Beberapa pihak berpendapat bahwa maraknya pakaian bekas impor dapat merugikan produsen pakaian dalam negeri, karena masyarakat lebih memilih barang thrift yang lebih murah dibandingkan produk lokal yang masih baru. Di sisi lain, ada juga perdebatan mengenai legalitas pakaian bekas impor, karena dalam beberapa kasus, barang yang masuk ke Indonesia tidak melalui jalur resmi dan bisa berpengaruh pada regulasi perdagangan. Meski begitu, banyak pelaku bisnis thrift yang berupaya menghadirkan sistem jual beli yang lebih transparan dan legal, sehingga industri ini tetap bisa berkembang tanpa merugikan pihak lain. 

Dengan berbagai dampak sosial dan ekonomi yang dibawanya, thrifting kini bukan sekadar tren sementara, tetapi telah menjadi bagian dari perubahan cara masyarakat dalam berbelanja dan melihat fashion.

Kesimpulan

Tren thrifting telah berkembang pesat dan menjadi bagian dari gaya hidup banyak orang. Dengan harga yang jauh lebih terjangkau, pakaian thrift menawarkan kesempatan bagi siapa saja untuk tampil modis tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Selain itu, keunikan dari barang thrift yang sering kali tidak pasaran menjadikannya pilihan menarik bagi mereka yang ingin tampil beda. Tak hanya soal gaya, thrifting juga semakin diminati karena mendukung fashion berkelanjutan, membantu mengurangi limbah tekstil, serta memberikan solusi terhadap dampak negatif fast fashion terhadap lingkungan. 

Melihat dampak positif dari tren ini, sudah saatnya masyarakat lebih sadar dalam berbelanja dan memilih fashion dengan lebih bijak. Thrifting bisa menjadi salah satu cara untuk tetap stylish tanpa harus terus-menerus membeli pakaian baru yang berkontribusi pada peningkatan limbah. Dengan semakin berkembangnya kesadaran akan sustainable fashion, diharapkan semakin banyak orang yang memilih thrifting sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan dan ekonomis. 

Kedepannya, thrifting di Indonesia diprediksi akan terus berkembang, baik dalam bentuk thrift shop fisik maupun platform online. Inovasi dalam dunia thrifting, seperti konsep thrift premium, hingga integrasi dengan teknologi digital, akan semakin menarik minat masyarakat. Namun, tantangan seperti regulasi impor pakaian bekas dan dampaknya terhadap industri lokal perlu diperhatikan agar tren ini bisa terus berkembang tanpa menghambat pertumbuhan fashion dalam negeri. Jika dikelola dengan baik, thrifting bukan hanya sekadar tren sementara, tetapi bisa menjadi bagian dari perubahan besar dalam industri fashion yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun