Mohon tunggu...
iqbal fadli muhammad
iqbal fadli muhammad Mohon Tunggu... proletar -

peneliti & digital nomad

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pro Kontra Membangun Perpustakaan Tertutup  ala Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

29 Maret 2016   16:58 Diperbarui: 29 Maret 2016   17:35 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih teringat publikasi media pada 22 maret lalu saat para cendekiawan datang menemui ketua DPR Ade Komarudin adalah peristiwa titik balik dari permasalahan pro kontra dalam membangun Perpustakaan terbesar se-Asia tenggara. Mengapa demikian? Karena saat Pemerintahan Jokowi memberlakukan moratorium belanja modal atau menghentikan beberapa proyek infrastuktur, sebenarnya sudah ada komitmen yang sama dari DPR guna menunda sejumlah pembangunan proyek. Hal ini pernah disampaikan oleh Ketua DPR Ade Komarudin dalam sejumlah forum dan kesempatan. Lantas pada tanggal tersebut Ade Komarudin berubah 180 derajat, sikap labil ini lantas ditegaskan dengan pernyataannya setelah bertemu cendekiawan “ Perpustakaan nantinya akan sangat bermanfaat untuk parlemen dan seluruh rakyat Indonesia yang berkunjung, karena kualitas parlemen Indonesia dapat dilihat dari sudut pandang tersebut”.

Perubahan sikap secara cepat ini menunjukan bahwa ketidak adanya analisis yang matang dari ketua DPR. Dikarenakan jika awalnya ketua DPR memperjuangkan maka seharusnya beliau mengkritisi atau membuat pengecualian mengenai pembangunan perpustakaan  kepada bapak Jokowi mengenai moratorium belanja modal.  Alasan dengan membandingkan negara-negara maju seperti Inggris dan USA yang memiliki perpustakaan besar, sangat  tidak sesuai dan sepadan mengingat  negara-negara maju sangat menjunjung tinggi budaya baca. Serta akses perpustakaan saat ini hanya bisa digunakan oleh internal anggota DPR dan DPD serta tidak dibuka untuk umum menambah kritikan bagi ketua DPR. jika diibaratkan perpustakaan yang ada hanya sebagai perpustakaan pribadi untuk para wakil rakyat. 

Sikap DPR dipertegas dengan langsung berkunjungnya wakil ketua DPR Fahri Hamzah ke perpustakaan Bank Indonesia guna melihat sistem dan model pengelolaan perpustakaan. Bahkan uniknya ketika diwawancarai oleh beberapa media, politisi asal PKS ini berpendapat bahwa perpustakaan yang ada sekarang sama halnya perpustakaan tingkat RT. Hal ini menunjukan ketidak sesuaian dengan sikap wakil rakyat. Mengapa demikian? Dikarenakan dengan jumlah koleksi perpustakaan yang ada saat ini menurut data 2015, koleksi buku berjumlah 105.831 eksemplar dan 15.384 eksemplar. Maka dengan beberapa alasan tersebut sudah sangat layak dijadikan perpustakaan setingkat DPR. Hal itu diperkuat dengan pernyataan  wakil ketua Fraksi Partai Nasdem Johnny G Plate, menurut faktanya perpustakaan yang sudah ada jarang digunakan oleh anggota DPR. Selain itu dengan alokasi dana sebesar 570 miliar terlalu besar ditengah-tengah Fiskal yang sangat minim.

Keseriusan selanjutnya ditunjukan dengan usulan pimpinan DPR untuk langsung berkoordinasi dengan Badan Urusan Rumah Tangga dan sekertariat Jendral DPR untuk  merealisasikan rencana tersebut. Sikap Pro ditunjukkan Wakil ketua fraksi PDIP hendrawan s menjelaskan rencana pembangunan  perpustakaan sudah masuk rencana strategis terdepan  untuk menuju parlemen modern. Dikarenakan pembangunan perpustakaan termasuk dengan pembangunan Museum, perpustakaan, pembangunan ruang kerja DPR, alun-alun Demokrasi, akses bagi tamu kegedung DPR, visitor center, ruang pusat kajian legislasi dan integrasi kawasan tempat tinggal dengan tempat kerja anggota. Jika dilihat sekilas 7 proyek fasilitas maka hal yang timbul adalah betapa enaknya menjadi wakil rakyat dan menunjukan betapa tidak pro-nya kepada rakyat.

Selanjutnya sikap kontra ditunjukkan oleh juru bicara partai Demokrat Didi Irawadi, menurutnya dana yang ada langkah baiknya digunakan untuk memperbaiki sarana pra sarana akses kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.  Hal ini sepadan dengan sikap wakil ketua MPR Hidayat Nur Wahid, jika terealisasi maka krisis kepercayaan publik akan DPR menjadi semakin berkurang. oleh karena itu Dana yang besar, alasan menuju parlemen modern, sikap labil ketua DPR dan akses perpustakaan yang hanya bisa dinikmati oleh internal DPR dan DPD menjadi akar permasalahan pro kontra dalam pembangunan perpsutakaan DPR. Lantas apa pendapatmu?

Salam kompasiana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun