Mohon tunggu...
iqbal fadli muhammad
iqbal fadli muhammad Mohon Tunggu... proletar -

peneliti & digital nomad

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

15 Tragedi dalam 1.440 Menit Terjebak Bersama Suku Baduy #3

3 April 2016   12:51 Diperbarui: 3 April 2016   13:00 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Dokumentasi Pribadi "][/caption]11.       Tragedi ” fajar untuk pembersihan diri”

Malam begitu sepi dan sunyi tanpa efek suara bising kendaraan dan mesin khas perkotaan, hanya hentakan suara langkah kaki para warga Baduy menuju sungai mulai terdengar ramai mewarnai ketika fajar menjelang.Saya terbangun dari tidur, amat malu rasanya mendapati kebanyakan warga Baduy, termasuk tuan rumah telah memulai adat Pembersihan diri atau mandi ketika sebelum pagi tiba sedangkan kami semua masih tertidur. Hal unik lainnya yang mungkin tidak akan dilakukan oleh masyarakat perkotaan ialah cara masyarakat Baduy Dalam membersihkan diri, mereka melakukan bersih-bersih di sungai secara terbuka dengan air sungai yang dingin.

12.       Tragedi “ Angklung Mang Baduy”

Matahari menyinari hingga rumah-rumah adat Baduy, menadakan sebagai dimulainya aktivitas harian suku Baduy.Para lelaki baduy mempersiapkan peralatan untuk menuju ke ladang, para anak-anak masih sibuk bermain, sedangkan para remaja yang sudah mulai dewasa sibuk memberi makan hewan ternak.Kemudian pagi itu kembali ramai dengan suara-suara yang menyerupai pemutar music.Namun suara itu ternyata berasal dari permainan alat musik Angklung.Meskipun ada sedikit perbedaan dengan angklung pada umumnya, angklung ala suku Baduy sedikit lebih besar dari ukuran biasanya.Sehingga menimbulkan suara yang jauh lebih nyaring dan lebih tahan lama.

13.       Tragedi    “ Curhat ala Baduy”

[caption caption="Dokumentasi Pribadi"]

[/caption]Waktu begitu cepat berlalu, jam menunjukan pukul 8.15 hal tersebut menandakan habisnya waktu rombongan kami untuk lebih lama melihat kearifan lokal suku Baduy Dalam.Makan pagi bersama-sama Pak Pri dan keluarga menambah kehangatan suasana pada hari perpisahan kami.Dimulai dari permohonan maaf ketua rombongan kami jika ada hal-hal yang tidak berkenan bagi masyarakat Baduy hingga suasana sedih karena kami sudah dianggap saudara oleh masyarakat suku Baduy Dalam. Respon positifpun datang dari keluarga pak pri, bahkan mereka berterima kasih sudah berkunjung di Baduy sehingga mematahkan pemikiran negatif akan suku Baduy Dalam yang terkesan kolot, jorok dan jahat. Setidaknya rombongan kami nantinya bisa menjadi salah satu duta pelestarian suku Baduy sehingga lebih diperhatikan oleh pemerintah. Karena meskipun suku Baduy sangat asing dengan pemerintah, sejatinya setiap satu tahun sekali dengan dipimpin oleh ketua adat, mereka membawa persembahan hasil bumi masyarakat Baduy Dalamuntuk diberikan kepada Gubernur Banten dengan jarak tempuh 24 jam/1 hari berjalan kaki menuju kota Serang

Bahkan ketika pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), masyarakat suku Baduy juga menempuh perjalanan menuju Istana Negara di Jakarta kemudian dilanjutkan ke rumah kediammanya di Cikeas Bogor selama 5 hari dengan berjalan kaki. Silaturahmi adalah tujuan awal mereka melakukan semua itu, maka hingga saat ini suku Baduy Dalam mempunyai kebiasaan selalu meminta alamat para orang-orang yang pernah berkunjung. Sehingga nantinya jika musim untuk bercocok tanam tidak begitu bagus mereka akanmemanfaatkan waktu dengan bersilaturahmi mengunjungi alamat yang mereka punya. 

Bahkan mereka sudah hafal daerah-daerah elite seperti Bintaro dan Pondok Indah karena kedua daerah tersebut sering mereka kunjungi.Menurut cerita pak Pri awalnya mereka hanya mengikuti arah rel yang menghubungkan daerah Banten dengan daerah Jakarta untuk menemukan alamat tersebut namun seiring seringnya mereka bepergian, mereka sudah hafal jalur terdekat untuk menuju Jakarta. Maka saya menyebut mereka ‘The Real Backpaker’

14.       Tragedi cinderamata terbaik ala Baduy

Seluruh rombongan telah bersiap-siap membereskan barangnya, pertanda berakhirnya cerita perjalanan kali ini. Pemimpin rombongan saya bersiap mengambil intruksi perjalanan dan dibarengi dengan doa bersama. Namun celetukan dari perempuan pada rombongan saya menjadi bahan diskusi yang menambah durasi waktu intruksi. Satu kalimat yang tidak akan pernah lupa “ wah kok gak ada oleh-oleh khas Baduy selain kain Baduy ini” ujarnya. Para peserta rombongan menyetujui opini perempuan itu.Ternyata tidak lama setelah itu muncul pedagang oleh-oleh dan souvenir yang notabenenya bukan warga Baduy Dalam mulai menjual barang daganganya. Dimulai dari gelang dan tas dari akar pohon, madu khas Baduy, slayer batik hingga kaos bergambar peta daerah Baduy. Alhasil gelang unik yang dibuat dari akar pohon menjadi pilihan cinderamata saya.

Alam memang tidak pernah membohongi manusia, karena dari pertama saya membeli gelang unik dari akar pohon ini hingga saat saya menulis cerita ini (1,5 tahun), gelang ini masih awet walaupun sudah berkali-kali dipakai dan terkena air. Inilah cinderamata terbaik ala Baduy, maka cintailah produk-produk Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun