Mohon tunggu...
iqbal fadli muhammad
iqbal fadli muhammad Mohon Tunggu... proletar -

peneliti & digital nomad

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

15 Tragedi dalam 1.440 Menit Terjebak Bersama Suku Baduy #1

3 April 2016   10:01 Diperbarui: 3 April 2016   10:24 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Dokumentasi Pribadi"][/caption]“Sebuah perjalanan.Membuatmu kesepian, kemudian menemukan seorang teman.Menawarkan beratus jalan untuk berpetualang dan membiarkan hatimu terbang melayang.Membuatmu terpana, mengubahmu menjadi seorang pendongeng.Membuatmu selalu memiliki rumah di beribu tempat yang kau singgahi setelah meninggalkan tanah kelahiran” (Ibnu Batuta).

Kata-kata itulah yang sejatinya menjadi salah satu pendorong semangat saya untuk terus berjalan, menyinggahi tempat-tempat baru, berkenalan dengan banyak teman, dan mengambil banyak pelajaran darinya.Bercerita tentang pengalaman perjalanan juga menjadi sebuah hal yang menyenangkan bagi saya, karena berbagi tak harus dengan materi bukan?Seperti halnya saat ini saya berusaha menuliskan catatan perjalanan saya beberapa waktu lalu ke suku pedalaman Baduy. Catatan singkat ini mungkin tidak akan bisa menggambarkan keseluruhan nikmat dan keindahanperjalanan ini, namun saya akan berusaha untuk memaparkannya dalam  15 Tragedi yang terjadi selama melakukan perjalanan ini.

1.       “Tragedi Ikan Asin”

Berbekal dua kantong plastik putih berisi ikan asin dengan penuh rasa percaya diri saya memulai perjalanan ke suku Baduy.Mengapa ikan asin??? Konon,menurut informasi dari beberapa teman yang sudah pernah mengunjungi suku Baduy, serta didukung hasil pencarian di internet saya menemukan sebuah fakta bahwa suku baduy sangat menyukai ikan asin. Selera atau gizi ?Pertanyaan ini yang terus berputar dalam otak saya ketika menyiapkan perbekalan sebelum menuju baduy. Namun unsur etika dan sopan santun untuk menghormati tuan rumah suku baduy-lah yang menjadi niat utama saya dalam membawa persembahan berupa ikan asin. Sebagaimana nasihat lama “Hormatilah maka kamu akan Dihormati”.

2.       Tragedi “Aksi Go Green ala Baduy”

Mengawali perjalanan dengan sedikit penyesalan, karena saya melupakan sesuatu yang penting harusnya dibawa ketika melakukan perjalanan kemanapun. Peralatan mandi (terkecuali sikat gigi yang saya selalu bawa di dalamdaypack). Rasa sebalterhadap keteledoran diri sendiri terus timbul dalam hati selama perjalan menuju tempat titik pertemuan, di wilayah Jakarta Selatan. Sesampainya dititik pertemuan, saya langsung terlibat perbincangan panjang dengan rekan-rekan yang juga akan ikut dalam perjalanan ini sembari menunggu bus yang akan mengangkut rombongan kami. Obrolan mengenai isu pencemaran lingkunganpun menjadi yang paling hangat diperbincangkan dalam rombongan, terutama di kalangan perempuan.

“Iya, jadi menurut temen gue yang udah pernah ke Baduy Pedalaman, selama kita ada di lingkungan adat mereka, kita dilarang pakek sabun, odol ataupun shampoo” celoteh seorang teman bersemangat. Tentu saja saya sangat lega mendengar informasi tersebut, ternyata keteledoran saya tidak harus di sesali, malah harusnya disyukuri karena jika dibawa pun tidak akan terpakai nantinya.Dan setelah sampai dan melihat langsung sumber mata air suku Baduy Pedalaman, barulah saya mengerti kenapa masyarakat Baduy Pedalaman enggan untuk menggunakan alat-alat mandi dan mencuci modern yang biasa kita pakai. Ternyata suku baduy Pedalaman melakukan bersih-bersih badan (mandi), mencuci pakaian, mencuci peralatan masak, sekaligus mengambil air minum untuk di rebus sekaligus di sungai yang sama. Maka tidak heran mereka amat menjaga aliran sungai mereka dari pencemaran bahan kimia. Sempat terpikirkan oleh saya, mungkin tidak akan berlebihan jika kita sebut “Suku baduy adalah duta Go Green Dunia”

3.       Tragedi belah duren hingga bertemu mantan suku Baduy

Setelah beberapa jam terlewati, kami akhirnya tiba di tempat pemberhentian pertama untuk beristirahat sebelum memasuki perkampungan Baduy. Pondok Pesantren “Sultan Hasanudin”,ini adalah tempat yang paling dekat dengan perkampungan Baduy, tidak salah lagi konon Provinsi Banten memiliki ratusan pesantren. Tak disangka kedatangan kami disambut dengan acara makan durian, sebagai ucapan selamat datang. Menurut Kyai yang memimpin pondok pesantren tersebut durian yang kami makan juga merupakan hasil dari tanah baduy, tepatnya di desa  Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Sambil makan durian hingga menjelang siang, kami sibuk bercengkrama dengan para penduduk pesantren, dan ternyata diantaranya ada yang merupakan mantan suku baduy yang sudah lama meninggalkan perkampungannya.

Satu hal yang saya ingat dari perkataan mantan suku baduy itu,“Baduy bukan hanya suku yang tinggal dipedalaman namun lebih kepada  pedoman hidup dari kearifan lokal, konsep bantu membantu tanpa pamrih, hingga kesederhanaan serta bercocok tanam. prinsip tersebut akan selalu saya pegang walaupun saya sudah keluar dari suku Baduy”.

[caption caption="Dokumentasi Pribadi"]

[/caption]4.       Tragedi  Tugu selamat datang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun