Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Kurniawan
Muhammad Iqbal Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia

Political Science Student | Hanya seorang pembelajar | Sangat terbuka atas kritik dan saran terhadap tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan featured

Belajar dari Politik AS: Oposan Kuat, Negara Hebat

25 Juni 2019   21:22 Diperbarui: 5 November 2020   08:14 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: shutterstock via insights.dice.com)

Poin yang ingin disampaikan penulis adalah di Amerika, setidaknya oposisi berjalan dengan baik. Oposan benar-benar mengkritik kebijakan pemerintahan Trump. Ini sungguh merupakan sebuah bentuk keseriusan menjadi oposisi. Sehingga, check and balances system di negeri Paman Sam ini berjalan dengan baik.

Memang di sana-sini mungkin terdapat kekurangan. Oposan di Amerika terkesan tidak peduli hasil dari kebijakan tersebut, yang penting dikritik saja terlebih dahulu. Ini tentu tidak patut ditiru sepenuhnya. Tetapi, setidaknya sikap oposisi di Amerika yang loyal dan sungguh-sungguh menjadi oposan layak kita tiru.

Sedangkan, oposisi di Indonesia, menurut pandangan penulis hanya formalitas sebagai syarat suatu negera demokratis. Oposan di Indonesia belum memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap pemerintahan. 

Memang, kita bisa mengambil contoh keloyalan PDI-Perjuangan dan koalisinya menjadi oposisi selama 10 tahun Pak SBY memimpin, serta Gerindra dan PKS yang bergandengan kuat menjadi oposan selama pemerintahan Presiden Jokowi.

Namun, kita bisa menyadari, oposisi belum terlalu bisa memberikan sumbangsih yang sifatnya konstruktif dan solutif kepada negeri ini. Oposan di Indonesia terkesan hanya suka nyinyir dan julid.

Terlebih setelah konstelasi pemilu berakhir. Ketidakjelasan arah politik beberapa partai menunjukkan bahwa partai-partai di Indonesia (tidak semua memang) memiliki tujuan dan maksud politis pribadi. Beberapa partai yang tadinya menyatakan diri sebagai koalisi, mulai menunjukkan sikap untuk merapat ke inkumben. Ini bukan hanya terjadi sekali. 

Sekitar tahun 2014, setelah perang politik antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), beberapa partai dari kalangan KMP tidak siap menjadi oposisi, sehingga mereka segera pindah haluan ke KIH --contohnya, Golkar.  

Sikap tidak konsisten ini memberi pandangan kepada masyarakat bahwa beberapa partai 'tidak tulus' untuk membantu negeri. Mereka hanya terkesan mencari keuntungan politis pribadi. Merapat ke barisan pemerintah, demi kursi menteri.

Padahal sebenarnya Indonesia juga butuh oposisi yang cerdas. Dalam membangun sebuah negeri yang sifatnya demokratis, dibutuhkan oposisi yang siap mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah dengan tujuan yang konstruktif, serta solutif. 

Oposan di Indonesia belum menunjukkan sikap itu. Kritik yang dilontarkan lebih sering terkesan destruktif dan membawa isu SARA. Selain itu, isu yang diangkat ke permukaan hanya seperti mendaur ulang isu-isu lama, ini jelas sangat kontra-produktif.

Selain itu, sikap pemerintah yang ingin merangkul semua partai untuk bergabung ke koalisinya juga bisa dikatakan sebagai sebuah sikap yang tidak tepat. Ini menunjukkan bahwa pemerintah kurang menghargai pentingnya kehadiran oposisi dalam pemerintahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun