Bangunan gedung bertingkat yang pertama kali ada, dijalan Mampang Prapatan adalah yang ada disebelah jalan Mampang Prapatan 4 (dahulu jalan Warung Buncit 1). Disitu juga ada warung kelontong yang terkenal H. Sa’ari. Yang saat ini menjadi gedung perkantoran juga, disebelah kiri jalan masuk Mampang Prapatan 4. Warung kelontong yang tersisa hingga saat ini adalah toko gas, yang dulu dikenal dengan warung Ayung dan toko minuman Akku, saling bersebarangan sampai saat ini, sebelum jalan selebar sekarang. Entah sampai kapan mereka bisa bertahan tergerus majunya perkembangan kota.
Ada juga sebuah rumah makan Tjepu yang sekarang jadi gedung dealer Mercedes Benz. Anak pemilik warung tersebut seorang perempuan hitam manis jangkung, yang satu sekolah dengan saya sampai kelas dua di Madrasah Al-Falah, lokasi sekolahnya, jalan yang sekarang masuk disebelah kirinya ada dealer motor Honda. Entah pindah kemana warung makan Tjepu itu, semua tinggal kenangan.
Mesjid Al Falah yang berseberangaan dengan madrasah Al Falah, kala itu akan dikunjungi oleh wakil presiden H. Adam Malik. Kami ingat betul semua polisi tidur dijalan itu, diratakan dengan jalan karena kedatangan beliau ke mesjid Al Falah tersebut. Semua di cat putih dan dibersihkan sebagai penyambutan untuk beliau.
Satu-satunya tempat belanja yang dianggap wah dan sangat modern kala itu adalah Hero Super market di dekat pasar Mampang Prapatan, sekarang berganti nama menjadi Giant Hypermart. Ada juga toko buku Trio, yang sekarang kantor masih diruko yang sama, disebelah delarer Honda dekat Al Falah, dahulu anak-anak SD berbondong-bondong membeli keperluan sekolah disitu, tempatnya lain dari yang lain, lebih nyaman dan lebih bagus. Sedangkan toko buku yang sangat tekenal dipasar Mampang kala itu adalah toko buku Palapa. Tampaknya hampir semua murid sekolah dari perempatan pasar Mampang sampai sekitar perempatan Sevel Warung Buncit, pernah membeli buku disini.
Pasar tradisional kala itu hanya 2, pasar Mampang Prapatan dan pasar Warung Buncit. Kini pasar Mampang bertingkat bersanding dengan gedung hotel dibelakangnya, sedangkan pasar Warung Buncit terbelah oleh pelebaran jalan yang sekarang, sehingga masa itu dibangunlah pasar inpres, di pindah ke seberang RPH, rumah pemotongan hewan yang di sebut jagal. Dan rumah jagal pun tinggal cerita karena dipindah juga. Banyak sapi-sapi dan kerbau dikirim dari Jawa dengan truk-truk besar ke RPH jagal, didepan pasar inpres tersebut. Banyak juga mata pencaharian masyarakat Warung Buncit dari rumah jagal Buncit ini. Sekarang itu juga tinggal bagian cerita masa lalu, untuk anak cucu bagi mereka yang pernah melakoninya sebagai tukang jagal di RPH Buncit.
Semakin kesini, semakin banyak gedung dan pilihan untuk tinggal menjadi semakin menjauhi Warung Buncit. Penduduk kampung Warung Buncit bahkan kini terganti oleh penghuni gedung-gedung perkantoran, pindah demi perkembangan kota yang serakah dan katanya untuk kemajuan, yang menggusur pribumi menjadi penduduk pendatang di daerah lain. Seberapa berdampak positifkah perubahan itu, membawa manfaat bagi pengorbanan penduduk lokal sekitarnya? Ini bukan hanya cerita tentang Warung Buncit, mungkin juga kisah ini berlaku didaerah lain, dimana hal yang sama bisa saja terjadi. Yang bisa saja menyisakan kenangan kisah haru untuk masa lalu dan masa kecil yang menyenangkan, yang kini tampak asing ketika kita melewatinya. Padahal dahulu itu adalah tempat tinggal kita, tempat kita bermain.
Benar kata bang Iwan Fals, tanah moyangku tergusur demi serakahnya kota, terjual habis satu persatu, sawah, kebun dan ternak. Memang tak ada yang perlu disesalkan, tapi kita juga harusnya memikirkan. Bisa jadi anak cucu kita nantinya bekerja dibangunan gedung atau pabrik, bekas rumah dan tanah sawah-tanah keluarga kita. Jika kita tak bisa tinggal disitu selamanya, biarlah anak cucu kita menempatinya sebagai rumah siang dimana mereka bekerja ditempat masa kecil kita tinggal. Akan kah nama Warung Buncit tetap ada? Entahlah.... Karena sekarang nama jalan Warung Buncit sudah berganti nama sejak lama menjadi jalan Mampang Prapatan, entah karena apa ? Mungkin karena namanya yang aneh.... Warung Buncit.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI