Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fungsi Penonton TV di Studio

10 September 2017   10:57 Diperbarui: 10 September 2017   11:05 2067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Beberapa program televisi saat ini melibatkan penonton yang hadir di studio tidak hanya sebagai grup pemandu sorak atau tepuk tangan namun juga menghadirkannya sebagai salah satu konten acara. Yang terakhir saya saksikan di "Ini Talk Show" (Net TV), dimana salah satu atau mungkin lebih penonton dijadikan salah satu karakter untuk memperkaya konten acara baik mengikuti kuis atau menjadi salah satu penampil. Begitu juga di acara di televisi yang sama seperti acara "Tonight Show"  yang dipandu Vincent dan Desta, sejumlah penonton diikut-sertakan sebagai peserta kuis "lucu-lucuan" yang memang didisain untuk memeriahkan program tengah malam dimana hampir semua penonton di saat itu sudah mulai mengantuk.

Kalau anda ingat program televisi yang erat dengan kehadiran penonton secara "live" adalah program konser musik dan kuis/game show dimana penonton selain menjadi grup tepuk tangan juga yang mengapresiasi para penyanyi, pemusik dan pesertanya.  Lain lagi juga pada program "Pesbuker" (ANTV) dimana penonton walaupun tidak dilibatkan secara langsung.

Namun peranannya amat krusial baik sebagai pengumpan, penyela dan pelengkap penderita (jadi bahan candaan) pemainnya yang didisain dan diarahkan untuk "mencari perhatian" baik dandanan, ocehan dan lawakannya.  Dan ini "hampir sama" pada program "Empat Mata"atau "Bukan Empat Mata"(Trans 7) pada saat dulu, dimana sejumlah penonton malah sudah disiapkan untuk "selalu" merespon candaannya Tukul Arwana (sang presenter), sehingga nyaris tidak ada omongan dan candaan Tukul yang "garing" karena tepukan,siulan dan celaan para penonton "bayaran" tsb.

Kalau di luar negeri, katakan di Amerika Serikat, banyak sit-com ditampilkan secara "live" dengan penonton hadir di studio sehingga mereka terlibat secara aktif walaupun tetap saja harus diarahkan seperti harus clapping(tepuk tangan) atau silence(diam) dengan tanda dari Floor Director atau signal neon sign diatas bangku penonton yang memberikan tanda penonton untuk tepuk tangan atau diam. Contoh program-program seperti ini ada "The 70's show" atau "The Cosby Show".

Partisipasi penonton saat ini menjadi hal yang sangat lumrah sebagai salah satu konten mengingat "bisnis perhatian" makin menggila dan ketat persaingannya. Dengan munculnya YouTube dan VOD (Video On Demand), menonton televisi tidaklah wajib harus pada jam tayang yang ditentukan karena penonton bisa menonton sesuai dengan waktu yang diinginkannya-tentu saja yang longgar dan menyenangkannya. Hal ini membuat kreator televisi sepertinya harus berpikir keras agar semua potensi yang ada dalam sebuah program ikut dilibatkan sehingga terasa sama-sama "memiliki program tersebut".

"What's next?" Apa berikutnya? Ini adalah tantangan kreator televisi untuk menghadapi tantangan yang selalu datang seperti fenomena media sosial dan gawai-gawai dengan konten kreatif yaitu dengan cara mengkoloborasikan kehadirannya dengan media televisi yang memang sudah dikuasainya. What's Next juga ikut memahami bahwa bisnis televisi erat kaitannya dengan perolehan "iklan" yang sekarangpun pengiklannya sudah lebih pandai dengan meletakkannya pada program-program yang efisientapi berating tinggi. Efisien artinya bukan "murah" apalagi "murahan" namun sesuai dengan ceruk pasarnya. Kalau program musik pop dan rock sudah pasti menyasar penonton menengah ke atas sedangkan musik dangdut menengah ke bawah.

Kembali ke penonton apa yang diinginkan sebuah program tentu harus sesuai dengan tampilan programnya. Kalau karakter bintang tamunya menengah keatas, penontonnya diusahakan yang setara dan juga bila talentnya menengah kebawah penonton menyesuaikan diri. Kehadiran penonton di studio pada program televisi sudah tidak bisa ditawar lagi (indispensable) karena penonton saat ini jauh lebih pintar dan cerdas sehingga tidak tertipu dengan suara tertawa dan tepuk tangan berupa rekaman seperti yang dulu kita pernah lihat pada program "Bajaj Bajuri" atau "Spontan".  

A good teacher, like a good entertainer first must hold his audience's attention, then he can teach his lesson. (John Henrik Clarke)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun