Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seluk-beluk Orientasi Seksual LGBT (Bagian 2)

13 Juli 2016   13:31 Diperbarui: 9 Maret 2018   16:41 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebencian terhadap LGBT sebagai FAGs, “Freaky Alien Genotypes”, maksudnya: organisme yang memiliki gen alien yang asing. Sumber gambar https://broadly.vice.com/en_us/article/fag-wars-how-the-phantom-menace-inspired-a-generation-of-lgbt-youth.

Tentang homoseksualitas di kalangan orang tidak beragama, Dalai Lama menegaskan bahwa “itu terserah mereka. Ada banyak bentuk seks yang berbeda―sejauh itu aman, OK saja. Juga kedua mitra harus sepakat sepenuhnya.” Jika para homoseks “di-bully, diperlakukan sewenang-wenang, itu salah sama sekali. Itu melanggar HAM.”/24/

Jelas ya, Dalai Lama XIV berpandangan jauh lebih maju ketimbang Paus Fransiskus. Selanjutnya adalah tugas para pakar medis Buddhis untuk menjabarkan makna dan cakupan kata “aman” dalam hubungan seksual para homoseksual, yang telah dikatakan Dalai Lama.

Surat terbuka muslimin Reza Aslan dan Hasan Minhaj

Ahli agama Reza Aslan dan komedian sekaligus wartawan Daily Show Hasan Minhaj, keduanya Muslim Amerika, pada 7 Juli 2015, bersama-sama menulis sebuah surat terbuka kepada sesama Muslim Amerika mengenai perkawinan sesama jenis yang baru dilegalisasi oleh MA Amerika dan berlaku di seluruh 50 negara bagian. Surat mereka cukup panjang, dimuat pada web Religion Dispatches, 7 Juli 2015. Saya kutipkan bagian-bagiannya yang hemat saya penting diperhatikan, berikut ini./25/

“Kini perkawinan sesama jenis sudah legal di Amerika. Keadaan ini mengguncang iman kalian. Kalian jadi khawatir tentang masa depan, dan bertanya apa artinya masa depan untuk anak-anak kalian. Kalian tahu, hak-hak kaum gay makin luas diterima, tapi secara pribadi kalian sesungguhnya tidak dapat merangkul perubahan ini. Kalian dapat merasa tidak ada masalah jika berteman dengan gay atau mereka menjadi rekan-rekan sekerja kalian. Bahkan kalian dapat sepakat bahwa menjadi gay tidak membuat kalian terdiskualifikasi sebagai seorang Muslim. Tetapi secara pribadi, diam-diam kalian merasa bahwa adanya komunitas-komunitas LGBT adalah suatu kontradiksi yang real terhadap kepercayaan-kepercayaan yang telah diwariskan kepada kalian.

Sebagai Muslim, kita adalah orang yang telah termarjinalisasi dengan dalam di dalam kebudayaan arus utama Amerika. Lebih dari separuh orang Amerika memandang kita dengan negatif. Sepertiga orang Amerika (yakni, lebih dari seratus juta orang) ingin kita membawa KTP khusus sehingga mereka dengan mudah dapat mengenali kita sebagai Muslim. Kita harus tidak selamanya mempertahankan keadaan kita yang termarjinalisasi dengan memarjinalisasi orang-orang lain. Jika kalian menolak hak untuk perkawinan sesama jenis, tetapi lalu mengharapkan empati terhadap perjuangan komunitas kita, itu sama dengan kemunafikan.

Ingatlah bagaimana orang memandang saudara-saudara perempuan kalian yang memakai hijab atau saudara-saudara pria kalian yang berjenggot lebat saat mereka berjalan di dalam mall-mall. Ingat juga bagaimana di pelabuhan-pelabuhan udara orang melihat ke kalian atau mengomel kepada kalian. Ingat juga bagaimana para pemimpin politik terpilih kalian sendiri dengan tajam mengkritik kalian. Itulah juga semua yang dirasakan saudara-saudaramu, lelaki dan perempuan, dari kaum LGBT, setiap hari dalam kehidupan mereka. Apakah kalian bersikap biasa-biasa saja dengan semua itu?

Kalian boleh berpikir bahwa hak-hak LGBT adalah suatu percakapan baru, sesuatu yang baru-baru ini saja bersentuhan dengan pemikiran Islam modern. Tetapi, percayalah kepada kami, tidak demikian halnya! Menantang status quo untuk memperbaiki masyarakat adalah salah satu fondasi bangunan agama Islam sendiri.

Tapi jika hati kalian tidak bisa menerima kalangan gay pada prinsipnya, ingatlah negara yang di dalamnya kalian ingin berdiam. Bagaimana pun juga, UU yang baru saja menjamin hak-hak komunitas-komunitas LGBT adalah UU yang sama yang melindungi masjid-masjid dan sentra-sentra komunitas kita, yang membuat sekolah-sekolah Islami kita tetap buka, yang memungkinkan kita mempunyai hak-hak dan perlakuan-perlakuan istimewa saat kita semua menghadapi kebencian dan fanatisme yang membanjir dari orang-orang Amerika sesama kita. Kalian tidak dapat merayakan yang satu dengan membuang yang lain.

Karena itulah, tidak cukup jika kita cuma ‘mentolerir’ keputusan MA. Mentolerir suatu komunitas lain hanya akan menimbulkan ketakutan-ketakutan tersembunyi terhadap kelompok-kelompok yang termarjinalisasi dan apatisme terhadap proses politik. Sebagai minoritas-minoritas, kita tidak bisa hidup dengan dua emosi itu memenuhi kita. Kita harus melakukan lebih dari cuma mentolerir. Kita harus merangkulnya. Kita harus memperjuangkan hak orang-orang lain untuk menjalani kehidupan mereka dengan bebas, sama seperti kita juga ingin hidup kita bebas.

Hal terpenting yang kalian harus pikirkan sungguh-sungguh adalah ini: Belalah komunitas-komunitas yang termarjinalisasi, bahkan ketika kalian tidak sepakat dengan mereka. Ini bukan saja hal yang benar untuk kalian lakukan, tetapi ini juga adalah hal Islami yang setiap Muslim harus lakukan. Ingatlah, Allah itu sepenuhnya rahmani dan rahimi. Wujudkan ini bagi semua orang, bukan hanya bagi kalangan heteroseksual!”

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun