Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Penyandera Ahok?

16 Juni 2016   22:40 Diperbarui: 23 Juni 2016   13:59 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebebasan tertinggi: bebas dari ketamakan individual dan sosial. Keterikatan paling mulia: terikat pada keadilan sosial dan perdamaian antar sesama makhluk.

Hari ini sungguh cerah, secerah wajah langit sang bunda. Tapi saya baca ada beberapa komentar di beberapa medsos yang tidak cerah. Dengan mengejek, beberapa orang menulis bahwa Gubernur Ahok itu seorang “tukang main politik” lantaran Ahok kini kelihatan mulai serius untuk memakai dukungan tiga parpol dalam bertarung di Pilkada 2017. Padahal, sebelumnya, cemooh mereka, Ahok memasti-mastikan diri akan menempuh jalur independen non-parpol dalam Pilkada 2017, sejalan dengan kemauan sekelompok anak muda Indonesia yang menamakan diri Teman Ahok (TA).  

Saya terdiam beberapa saat...lalu merenung-renung sehabis membaca komentar-komentar itu. Berikut ini hal-hal yang muncul dalam perenungan saya itu. Sebuah perenungan politis.  

Meskipun sekarang sudah mendapat dukungan tiga parpol Nasdem, Hanura dan Partai Golkar (dengan total kursi 24) yang memungkinkannya maju ke Pilkada 2017 lewat jalur parpol, Ahok, setahu saya, tetap meminta pendapat TA dengan apresiatif.

Kalau TA ingin Ahok bisa jadi gubernur periode kedua lewat Pilkada 2017, ya lewat jalur parpol keinginan TA juga akan dapat terpenuhi. Tidak ada pihak yang dirugikan sejauh tujuan TA adalah menggolkan Ahok jadi gubernur DKI Jakarta dua periode. Kecuali jika TA mau menyandera Ahok. 

Ada berita bahwa beberapa relawan dalam grup TA marah karena Ahok kelihatannya makin pasti akan memilih jalur parpol dalam Pilkada 2017. Lalu, konon, beberapa dari antara mereka, karena marah, ingin membuang (bahkan membakar) berkas-berkas formulir dukungan dan fotokopi KTP yang sudah berhasil mereka kumpulkan berbulan-bulan lamanya (kabarnya kini sudah mencapai 1 juta KTP― suatu langkah politis TA yang sukses!). Jika berita itu benar, kesimpulannya mungkin hanya satu: TA sebetulnya ingin menyandera Ahok; mereka tidak memberi Ahok kebebasan untuk memutuskan sendiri terkait suatu jabatan politis yang sangat penting bagi DKI.

Selain itu, jika betul dilakukan, membakar 1 juta formulir dukungan dan fotokopi KTP pendukung, atau sebagian saja dari jumlah ini, bisa melukai perasaan rakyat terhadap TA, atau paling banter hanya akan membuat para pendukung Ahok urut-urut dada saja sambil mulut terbuka, melongo gak ngerti. 


Jika Ahok belum menjadi gubernur DKI periode kedua sikap TA sudah seperti itu, orang boleh menduga mustinya “ada udang di balik batu” atas semua usaha mereka selama ini. Saya ingin berita tersebut dan dugaan ini salah sepenuh-penuhnya. Fitnah-fitnah terhadap Ahok dan TA masih terus menerjang sekuat arus rob. Banyak dari fitnah ini dikemas begitu rupa dan sangat piawai sehingga orang yang tidak cermat mudah terkecoh dan meyakini fitnah-fitnah itu sebagai fakta-fakta.

Lagipula, tiga parpol yang kini sudah resmi mendukung Ahok tetap akan mendukung Ahok seandainya Ahok memilih tetap maju lewat jalur independen. Jadi, sebaiknya kita jangan mengadudomba TA dan tiga parpol ini. Tidak sehat. Adudomba itu justru yang hingga sekarang dilakukan para pembenci Ahok.

Sebaiknya, TA juga tidak perlu memusuhi parpol, tidak anti-parpol, sebab setiap parpol bisa berubah atau bisa diubah, tidak selamanya buruk terus. Parpol-parpol yang terlalu lama buruk ya akan lenyap sendiri pada akhirnya karena tidak memiliki pendukung lagi. Bahu-membahu antara TA dan parpol-parpol pendukung Ahok jauh lebih baik ketimbang TA memusuhi mereka. Sinergi selalu lebih powerful ketimbang terpecah-pecah. Bagaimana teknisnya membangun sinergi ini, dapat dibahas bersama dengan relaks sambil minum kopi di sebuah taman terbuka yang dihembusi angin sejuk. 

Bagi saya sendiri, dan tentu juga bagi anda, tidak ada parpol apapun di dunia ini yang sempurna. Parpol yang sempurna dalam segala hal hanya ada dalam dunia hakikat Forma filsuf Plato. Tidak ada dalam dunia real fungsional kita sehari-hari.

PDIP, misalnya, kini malah (anehnya!) terus menyudutkan Ahok terkait kasus RSSW sementara KPK kepada masyarakat sudah menyatakan Ahok tidak korupsi dalam transaksi pembelian sebagian lahan RSSW. Bahkan, dengan ringan saja dan dengan tak beretika, seorang politikus PDIP juga sudah menyebar suatu sinyalemen bahwa TA telah menerima aliran dana tiga puluh milyar rupiah dari beberapa pengembang yang mengerjakan proyek reklamasi Pantura. Tudingan-tudingan semacam ini dapat diperkirakan tidak akan pernah berhenti. 

Niscaya orang yang jujur dan berakal sehat akan pasti menduga, PDIP kini ibarat seekor banteng yang sedang panik ketika berhadapan dengan hanya satu sosok banteng lain yang bernama Ahok. Seekor banteng yang panik, anda tahu sendiri bagaimana sepakterjangnya, seruduk sana-sini. 

Golkar juga sama sekali tak sempurna, sebuah partai yang sudah melahirkan sejumlah partai pecahan. Kita juga tahu siapa sosok SN itu yang kini menjadi Ketum partai yang berlogo pohon beringin ini.  

Kita juga sudah tahu bahwa UU Pilkada yang baru disahkan DPR (dengan persiapan yang sangat cepat!) membangun dinding penjegal yang berlapis-lapis yang akan sangat menyulitkan dan membentur Ahok jika dia maju lewat jalur independen. Kita musti realistik!

Politikus ZZZ di DPR tersenyum sangat lebar karena yakin Ahok akan terjegal oleh UU Pilkada baru itu. Kini si ZZZ itu, bisa diduga, ketar-ketir karena Ahok kini juga memenuhi syarat untuk maju ke Pilkada 2017 lewat dukungan tiga parpol tanpa parpol banteng merah dan tentu saja tanpa parpol sang politikus ZZZ ini juga. 

Sosok ZZZ dkk mungkin sekali sedang cari-cari jalan lain lagi untuk Ahok tak bisa maju lewat jalur parpol sekalipun. Caranya? Ya kita lihat dan tunggu saja. Mungkin akan dimunculkan kasus-kasus khayalan baru bahwa Ahok itu koruptor kelas kakap yang harus dibui. Siapa yang akan memunculkan, saya tidak tahu. Saya bukan ahli nujum soalnya.

Nah, satu hal yang sangat penting adalah ini: kita harus bantu Ahok agar dia tidak tersandera parpol-parpol pendukungnya kalau nanti dia jadi gubernur DKI periode kedua lewat jalur parpol. Kita sudah tahu watak Ahok. Dia tipe insan pendobrak. Bukan seorang pemanut buta. Terali-terali besi “kandang” parpol tak akan bisa mengurungnya, kapanpun juga. Termasuk terali besi kandang Teman Ahok.

Atau, saya melihat masih ada suatu kemungkinan lagi bahwa Ahok akan akhirnya menyanderakan dirinya sendiri entah ke TA atau ke parpol-parpol tertentu karena sikon-sikon khusus yang sedang dan akan dihadapinya. Sekuat-kuatnya A Lone Kungfu Guy semacam Ahok, titik-titik lemah tentu masih ada pada dirinya sebagai seorang insan yang terbatas. 

Karena itu, kita semua harus bantu Ahok agar dia tetap tegar, tetap bermarwah, dan nanti bisa mengubah parpol-parpol di NKRI menjadi parpol-parpol modern yang dewasa dan matang. Jangan sekali-kali terjadi kebalikannya: parpol-parpol berhasil menjinakkan Ahok, mengandanginya lalu mengendalikannya. Peran kita semua akan sangat menentukan ke arah mana DKI kelak akan bergerak, dus juga NKRI, dan bagaimana parpol-parpol akan berubah lewat Ahok yang kita terus dukung. 

Kita semua ingat, Jokowi semula dulu dilihat orang tersandera oleh PDIP atau oleh Ketum PDIP Mama Megawati yang menyebut sang Presiden NKRI ini sebagai “petugas partai”. Tapi kini kita sedang lihat, Pak Jokowi makin leluasa memperlihatkan diri sebagai sosok Presiden yang merdeka dan tunduk hanya pada konstitusi NKRI dan mempertahankan dengan teguh pilar-pilar NKRI lainnya.

Dalam dunia politik, orang jauh lebih sering diperhadapkan pada suatu kondisi untuk memilih bukan dari semua hal yang baik, tetapi memilih yang “paling kurang buruk” dari hal-hal lainnya yang semuanya buruk. Inilah pengambilan sebuah keputusan moral yang dinamakan “necessary evil”, “buruk, tapi apa boleh buat!” Dalam kondisi kita sekarang ini, mari kita bersama melakukannya, dengan mendukung Ahok terus sekalipun dia maju lewat jalur parpol ke Pilkada 2017, lalu ke depannya kita ubah semuanya secara bertahap untuk menjadi makin baik dengan bergotongroyong.

Membenci dan mencaci Ahok karena mungkin sekali dia akan memilih jalur parpol untuk Pilkada 2017 tidak menyelesaikan persoalan bangsa. Ahok itu bukan seorang politikus karbitan; juga bukan seorang yang memakai jalur politik untuk memuaskan nafsu ketamakan manusia. Persoalan persepsi personal kita terhadap Ahok bukan persoalan bangsa dan NKRI.

Oh ya, proses menuju Pilkada 2017 masih panjang. Hal-hal yang tidak terduga sekarang, masih sangat mungkin akan terjadi di hari-hari esok yang masih menunggu. Jadi, apa yang sudah saya tulis di atas akan bisa keliru. Penantian, keraguan, perubahan dan keterbukaan tanpa akhir membuat semua kegiatan kita terasa berharga dan menantang, dan membuat kita makin matang dan tenang. Tiuplah mega mendung jauh-jauh lewat kekuatan adiluhung pikiran dan daya tarung kita bersama!  

Jakarta,16 Juni 2016
Salam,
ioanes rakhmat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun