Dengan memakai temuan sains ini, lebih jauh kita dapat katakan bahwa LGBT pasti juga sudah ada 300.000 hingga 400.000 tahun lalu, jauh sebelum kisah Nabi Lot ditulis. LGBT sudah ada sama tuanya dengan usia keberadaan Homo sapiens di muka Bumi, tapi baru dipelajari dan dikaji secara ilmiah di abad ke-20 M.
Dari tempat asalnya di Afrika, Homo sapiens HLGBT dulu sekali menyebar dan bermigrasi ke segala arah hingga akhirnya berada di seluruh muka Bumi, termasuk di tanah Arab di Timteng, juga di nusantara Indonesia dan di semua tempat lain di muka Bumi.
Kalau mau dirunut lebih jauh, jauh kebelakang lagi, ya unsur-unsur kimiawi esensial yang membangun dan membentuk tubuh kita (carbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosforus dan sulfur) berawal-mula dari debu-debu kimiawi bintang-bintang yang meledak (supernovae) di angkasa luar, milyaran tahun lalu. Pada level partikel dan atom, tidak ada suatu hal apapun, termasuk OS apapun, yang membedakan manusia yang satu dari manusia yang lainnya. Kita semua, siapapun kita, kapanpun dan di manapun, satu asalnya: debu-debu kimiawi supernovae.
Penutup
Jadi, pesan saya kepada para ideolog anti-LGBT, jangan anda picik memandang LGBT hanya milik dunia Barat. Jangan mungkin karena kebencian pada Barat, anda melampiaskan kebencian ini kepada kaum LGBT sebagai kompensasi dan demo kemarahan anda pada Barat.
LGBT itu manusia, dan LGBT WNI itu sesama warganegara yang wajib kita dan pemerintah NKRI sayangi dan lindungi karena mereka sungguh-sungguh manusia Indonesia. Jumlah mereka sangat sedikit dan juga tak akan berkembang pesat selama puluhan tahun ke depan, dan, khususnya, karena mereka rentan dizalimi oleh kalangan hetero yang jumlahnya ratusan juta kepala.
Kalangan hetero di dunia ini bak seekor gajah besar yang bisa dengan sangat mudah menginjak mati seekor semut LGBT. Jika anda memang seekor gajah besar hetero, jadilah gajah besar yang baik hati, yang bisa berkawan dan bercakap-cakap santai dengan semut-semut. Semut-semut kecil tidak akan bisa membuat sakit si gajah besar sekalipun mereka menggigit kakinya kuat-kuat karena mereka diinjak.
LGBT di dunia ini minoritas dan mereka juga, jangan takut, tak bisa membuat yang hetero jadi LGBT, karena jadi LGBT bukan pilihan sendiri, tapi berbasis genetis dan biologis. Pengaruh lingkungan bisa ada, tapi jauh lebih lemah dibandingkan sunatullah gen dan biologi secara umum. OS LGBT juga bukan penyakit menular. Bukan cacar air. Bukan virus HIV/AIDS. Bukan herpes. Bukan TBC. OS LGBT juga bukan kanker, suatu penyakit pembunuh yang kini sudah ditemukan sangat mungkin bisa menular ke orang lain./45/Â
Sejauh menyangkut LGBT sintonik―yaitu LGBT yang happy, relaxed, punya harkat dan martabat, kehormatan diri, percaya diri dan hidup mereka teraktualisasi―OS LGBT juga adalah sesuatu yang normal saja, bagian dari sunatullah, sesuatu yang genetik dan biologis, sama seperti OS hetero.
Kalau anda yang hetero bertanya dengan nada curiga mengapa mereka menjadi LGBT, ajukanlah juga pertanyaan yang sama kepada diri anda dengan curiga, mengapa diri anda hetero. Ketika anda mengacungkan satu jari telunjuk anda ke orang lain, ingatlah bahwa tiga jari anda lainnya dengan ditopang oleh jempol juga terarah kepada diri anda sendiri.
Jadi tidak ada alasan atau basis ilmiah apapun untuk orang kini memandang LGBT, baik yang sintonik maupun yang distonik, sebagai suatu gangguan mental yang perlu diobati atau orang LGBT dipandang rendah, sakit jiwa, atau dikutuk Allah atau malah bukan manusia.