Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bimasena dan Sumur Dorangga, Tantangan Dunia Pendidikan

3 Juli 2020   08:31 Diperbarui: 3 Juli 2020   08:33 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
LBatikArts on Pinterest

Sambil menguyah sirih Drona terus membisiki Bima " Dalam kehidupan ada dua macam yang membuat kau kaget,  yang pertama ialah engkau akan kaget jika engkau  tidak mendapat apa yang diingini. Yang kedua  engkau juga akan kaget jika mendapatkan apa yang diingini.

Jika engkau tidak kaget mendapatkan salah satu dari kedua itu maka engkau  sebenarnya bebas dari rasa keterikatan  itu, begitulah Drona mendasari perintahnnya dengan sebuah filsafat pembebasan. Ucapan itu tidak tertangkap secara utuh oleh Kurawa, karena mengandung ambivalensi kebenaran.

Tanpa ekspresi apapun, dengan rasa tulus dan murni  Bimasena berangkat, " selamat Tinggal guruku, Aku berangkat untuk menunaikan tugas darimu, kupersembahkan seluruh pengabdianku hanya demi  nama baik guruku.

Guru Drona menjawab dengan spontan" Anakku Bimasena, dengan kemurnian dan keyakinan akan tugas engkau akan terselamatkan berangkatlah dengan segera bawalah kesini tirta kamandalu itu"

Dengan senyum dikulum Rsi Drona memandang Bima pergi dari hadapannya. Apa makna senyum itu tidak seorangpun tahu. Apakah sebuah kemunafikan seorang guru atau kesetiaan akan tugas sebagai pencerah siswa, juga sulit diungkapkan? Tokoh sekaliber Rsi Drona pasti tahu  dan amat sadar  bahwa dirinya adalah sebuah bagian dari institusi negara, yang paling tahu  intrik dan  rekayasa  penguasa, yang ingin merekayasa  sebuah tujuan pendidikan yang sering melanggengkan kekuasaannya.

 Namun  Drona tidak mampu  melakukan perlawanan karena  dia sendiri telah  terjebak dalam sebuah permainan elit penguasa. Berbeda dengan penguasa berarti hilangnya kenyamanan. kenyamanan harus dibayar dengan kesetiaan, walaupun sering tak sesuai "kata hati".

Bimasena   ditangan Drona tetap menjadi sebuah alat permainan. Dia sendiri sadar  Kurawa  begitu cerdas memanfaatkan  hubungan guru murid  untuk sebuah urusan yang sangat jahat, tetapi Drona tetaplah Drona, seorang yang tahu menempatkan sebuah posisi entah demi kepentingan siapa dia berbuat  yang penting  posisi sebagai guru yang berpedikat tinggi, dan berpengahasilan  tinggi dengan  kehidupan yang sangat mewah, mungkin masih ingin digenggamnya.

 Sebuah kedunguan barangkali dikata orang,  jika berani membuat ulah dalam kondisi yang serba mewah karena kebutuhan  semua terpenuhi dengan sangat mudah. Sejak rekayasa itu Drona sudah memihak paling tidak untuk kepentingannya sendiri dan itu memang betul terjadi kegagalan pendidikan oleh guru Drona di kampus Gajahoya itu adalah cikal bakal perang dasyat Baratayuda, karena karakter Kurawa yang jahat tidak mampu diubah oleh sang Guru Drona. Bagi Kurawa, proses  pendidikan telah gagal di tangan Drona.

Bimasena tetap berjalan, dipikirannya hanya tergurat bagaimana menyukseskan perintah sang guru. Dia kadang tersenyum sendiri sambil berbisik, betapa  nasib mujur berpihak pada  dirinya, karena diantara para muridnnya justru pilihan Guru Drona jatuh padanya. Tugas yang sarat beban berubah menjadi  penghormatan, itulah Bimasena, yang memang lugu dan berkonsetrasi hanya pada tugas.

Tidak lama dia telah meninggalkan kompleks kampus tempat para pangeran Hastina digodok, kampus Gajahoya,  yang megah dengan langkah tegap telah lenyap dari pandangan Bimasena.  Masuk hutan,  tebing terjal , ngarai yang indah telah dilewati dengan baik.  Akhirnnya sampai juga ditempat yang ditunjukkan gurunya, di bawah bukit yang sepi terdapat sebuah sumur tua, dan orang menyebutnya  sumur  Dorangga, Bima tanpa berpikir panjang langsung masuk ke dalam sumur itu.

Air sumur kotor,  dan sunyi, Bimasena mengobrak-abrik sumur itu , dia tidak menemukan Tirta Kamandalu itu, yang ditemukan adalah dua ekor luar sejodoh yang sangat ganas. Melihat tempat tinggalnnya diobrak abrik oleh Bima, kedua ular itu  marah besar, tanpa  dikomando dia menyerang tubuh Bima, melilit dan menggigitnya sepuas hati, Bimasena tetap tenang, dengan sedikit gerakan kuku pancanakannya tepat menusuk bagian leher, seketika darah muncrat  dan perlahan-lahan kedua ular itu mati kehabisan darah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun