Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dewi Kunti dan Kematian yang Agung

8 Juni 2020   08:46 Diperbarui: 8 Juni 2020   08:38 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dewi Kunti terus berjaga-jaga, Dia tidak mematikan jyotir (lampu suci)nya dan tidak tidur menunggu agar Arjuna segera datang menemuinya dan menceritakan khabar dari Dwarawati. Bila terdengar olehnya suara-suara tapak kaki yang paling samar pun , dikiranya Arjuna telah datang, lalu dia bangkit dengan gembira sambil berkata , Oh.. Nak, Ibu senang kamu datang . Apa kabarnnya?" Ketika tidak ada jawaban , ia memanggil dayang-dayangnya agar datang ke kamar lalu berseru, "Apa artinya hal ini? Bukankah kaukatakan kepadaku Arjuna telah datang dari Dwarawati? Mengapa dia belum menemui aku? Pasti engkau keliru, tentu engkau melihat orang lain datang dan mengirannya Arjuna . Jika ia sudah datang, pasti ia akan segera ke sini ' tanyanya. Kunti tidak tidur sepanjang malam , ia melewatkan waktunya di antara harapan dan kekecewaan.

Keterlambatan itu, membuat hati Dewi Kunti gundah, dia telah menduga bahwa telah terjadi sesuatu di Dwarawati. Kunti bangun ketika kegelapan masih menyelimuti bumi, ia mandi mengenakan pakaian baru, dan bersiap-siap menerima putranya. Saat itu juga ada keraguan lain yang memang tidak seperti biasanya, setiap malam biasanya seluruh putranya datang menemuinya tetapi mengapa kini mereka tidak juga muncul-muncul memohon doa restunya untuk tidur setiap malam. Ia heran mengapa malam itu tidak ada seorangpun yang datang?

Ketika hatinya sedang gundah gulana, tercabik kesedihan itu, seorang pelayan tua memberitahu dirinya bahwa Yudistira dan Arjuna sedang menuju ke tempat tinggalnya. Kunti menjadi resah, takut akan apa yang mereka sampaikan, senang karena ia akan bertemu dengan Arjuna yang telah pergi demikian lama.

Saat yang ditunggu tibalah, Yudisthira masuk dan bersujud di kaki Dewi Kunti lalu berdiri diam. Kemudian Arjuna bersujud, dan dia tidak mampu bangkit dari sungkemnya sampai sekian lama.

Kuntilah yang berbicara dan menghiburnnya, " Anak yang malang. Bagaimana engkau bisa pergi meninggalkan Ibunda begitu lama?" Diusap-usapnya Arjuna dengan penuh kasih, tetapi sebelum dia memberi doa restu atau menanyakan kesehatannya dan kesejahteraannya, tiba-tiba Dewi Kunti bertanya: " Arjuna, Bunda mendengar engkau telah datang semalam, benarkah itu? Mengapa engkau tidak datang menemui Bunda malam itu juga? Bagaimana mungkin seorang ibu yang tahu anaknya sudah datang setelah pergi sekian lama , dapat tidur dengan tenang tanpa melihatnya? Yah Bunda senang setidak-tidaknnya engkau telah datang pagi ini Beritahulah apa kabarnya? Apakah ayah dan ibu mertua dan kakekmu serta keluargamu semua, dalam keadaan baik- baik? Arjuna terdiam, terpaku seperti batu.

Dewi Kunti berusaha menatap wajah Arjuna, "Mengapa matamu bengkak dan merah seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Ceritakan padaku? Dewi Kunti semakin penasaran. Arjuna mengeluarkan air mata tanpa dapat ditahan lagi. Kunti mengamati kejadian yang aneh ini, kemudian ditariknnya Arjuna ke dekatnya sehingga kepala putranya itu tertumpang di bahunya. " Nak Arjuna , apa yang terjadi ? Katakan pada Bunda. Bunda tidak pernah melihat airmata di wajahmu seperti ini? Apakah Gopala marah dengan dirimu dan menyuruhmu pergi karena engkau tidak layak lagi menyertai Beliau? Tanya Dewi Kunti yang berusaha menghibur putrannya.

Yudistira tidak tahan mendengar pertanyaan ibunya dan menutup wajahnnya sambil menangis terisak-isak, "Ibunda , Bunda masih berbicara tentang Wasudewa kita? Sudah sepuluh hari berlalu Beliau meninggalkan kita, Beliau telah pergi, kembali ketempat Beliau yang sejati dan abadi. Semua Yadawa telah meninggal." Sementara Yudisthira berbicara , Dewi Kunti membuka matanya lebar-lebar dan bertanya , " Apa ? Gopalaku... Nandanaku.... Permataku hatiku .... Hatiku..... sudahkah Beliau membuat bumi ini menjadi janda? Oh Krishna..... Krishna..." dan seakan-akan hendak menyusul Sri Krishna, saat itu juga Dewi Kunti meninggal, bersatu dengan nama Krishna. Nama yang selalu diingat dan terus diingat sampai alunan nafas yang terakhir.

****

Dewi Kunti meninggal dengan Nama Tuhan selalu ada di bibirnya, sebuah bentuk kematian yang agung, karena mengingat Tuhan yang dia rasakan paling manis dibibirnnya. Laku spiritual seperti ini tidak akan pernah muncul saat-saat nafas terakhir pergi dari tubuh ini, bila seseorang tidak mempraktekkan 'namasmaranam" . Nama Tuhan akan muncul secara spontan atau meluncur dengan sendirinnya bila kebiasaan untuk ' namasmaranam' (menyebut nama Tuhan ) telah dipraktekkan dengan baik di setiap tarikan nafas dalam hidup ini.

Banyak orang gagal mencapai kekadaan itu karena orang begitu jarang melakoni kebiasaan itu. Kata-kata bijak yang selalu muncul pada setiap kemunculan Awatara layak direnungi "Sebutlah Aku dengan berbagai Nama yang terasa manis di lidahmu, maka Aku akan menjawab panggilanmu. Renungkan Aku dalam berbagai rupa yang paling indah di benakmu, maka Aku akan hadir ke hadapanmu. Dimana pun dan kapan pun engkau memikirkan Aku, Aku akan selalu ada bersamamu. Kapan pun engkau memanggilku, Aku akan datang memenuhi panggilanmu"

Dewi Kunti pantas mendapat rahmat itu, karena mendengar Sri Krishna telah meninggalkan Dunia ini, saat itu pula Dewi Kunti mangkat dengan menyebutkan nama Kesawa dibibirnya yang manis. Dewi Kunti sangat menyadari bahwa ketuhanan bersifat laten di dalam diri manusia yang tidak dijumpai -pada yang lain. Itulah sebabnnya, ketika manusia tidak mampu mengerti sifat ketuhanannya sendiri, dan justru sering mencari teramat jauh diluar dirinya dengan melakukan nazar penebusan dosa, meditasi atau yoga, itu tiada berguna ketika kesadaran diri bahwa ketuhanan berstana dalam hati yang suci tidak dipahami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun