Abhikamika adalah sebuah kepemipinan dengan aras utama tampil sebagai  seorang pemimpin yang simpatik, berorinetasi kebawah, mengutamakan  kepentingan rakyat banyak daripada kepentingan pribadi atau golongan.Â
Nilai ini  sangat relevan saat ini, dan nampaknya bisa menjadi tolak ukur ketika kita memperhatikan memilih pemimpin (presiden) wakil-wakil rakyat di parlemen. Indikator lain adalah, pemimpin bukan hanya sekedar  dekat dengan rakyat, namun  menjadi pamong praja (pelayan) dan bukan pemimpin pangreh praja (berkuasa).
Saat ini, kita rakyat dihadapkan pada pilihan-pilihan,  pemimpin sejatinya memang bukan siapa-siapa ,dia adalah pelayan sang rakyat, sebagai  pemimpin memang harus berangkat dari pengikut, berikut adalah beberapa konsep siapa yang berhak memimpin kita, yakni Â
- Â mereka adalah orang yang berani, saya hanya ingin dalam majunya abad modern yang luar biasa saat ini, berani tampil beda,Â
- rasa keadilan yang tajam. Ketika peimpin tidak mampu berlaku adil maka, dengan sendirinya  untuk mempertahankan penghargaan pengikutnya.
- pengendalian pribadi.Â
- melakukan kerjasama, entah dengan pasangannya atau dengan kendaraan yang pernah menghantarkannya, inilah salah satu penilaian (5) memikul tanggungjawab penuh  untuk mensejahterakan rakyat.
Lalu sangat lengkaplah, ketika kita menatap Negara Indonesia,  maka kepemimpian  nasional selalu sebagai  magnet besar, pusat  hepisentrum  inovasi perubahan  paradigma bernegara, yang dapat disebutkan antara lain dalam  bidang politik, terus menguras perhatian publik dengan  berbagai kasus korupsi yang menggeliat,  aroma tak sedap akan terus  bergelayut  ketika pengangkatan pegawai  negeri seperti saat ini, tidak transparan, oleh karena itu  harus mendahulukan kompetensi dan prestasi,  Itu sebabnya pemimpin harus berani sebagai contoh adil dan untuk menunjukkan bahwa 'siapun yang diterima sebagai PNS adalah bagian keluarga bangsa kita, yang berhak mengabdi  kepada negara.
Dibingkai itu,  pemimpin saat ini, sangat diharapkan  bijaksana, yakni pribadi yang tidak emosional, tidak egois, penuh kasih sayang, cinta akan nasihat dan memiliki semangat terus menerus untuk membangun dirinya, bawahan atau yang dipimpinnya. Yang lebih penting, seorang pemimpin,  dia tidak akan peduli walaupun dibalik kebangkitan yang ada dia mungkin akan tenggelam, tidak peduli akan popularitas dan tidak peduli dengan adanya pujian manusia karena kuncinya adalah ketulusan hati.Â
Pemimpin itu telah mengejewantah dalam dirinya karakter  angesti giri" seperti gunung yang teguh dalam menegakkan kebenaran, seperti Bimasena dalam pewayangan, sosok yang telah mampu melakukan perjalan ke tengah samudera, hany berbekal keteguhan sikap bahwa mengikuti perintah guru (Drona) akan selalu behasil dan terselamatkan, sehingga Bimasena dapat  menikmati tirta suci pawirta sari (kamandalu), setelah proses panjang itu  dia mampu memaknai tujuan hidup,  hakikat  mati dan asal mula kehidupan  dan kemana pergi setelah kehidupan ini.
Sifat angesti giri inilah, yang  kerap ditunjukkan oleh pemimpin dunia, satu diantaranya sebagai model,  Presiden Amerika Serikat, Abraham Lincol, terbukti  rakyat sedih atas kepergiannya yang tragis, rakya Amerika mengenangnya karena prilakunya seirama, dengan ucapannya yang terkenal yaitu  " Saya tidak terikat untuk menang, tetapi saya terikat untuk menjadi nyata.Â
Saya tidak terikat untuk sukses, tetapi saya terikat dengan cahaya yang saya miliki. Saya harus berdiri bersama dengan siapapun  yang berdiri di jalur yang benar, dan berdiri dengan mereka yang saat itu benar, dan berpisah dengannya ketika mereka mulai salah" nampaknya ucapan itu masih relevan ketika kita memilih pemimpin, agar kita tidak salah pilih.*****
 Penulis : Sekretaris Program Studi Magister  Pendidikan (S-2) IPA  Undiksha, Alumni Doktor ITB