Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelukan dalam Bertaburannya Cahaya Bulan

19 Juni 2018   10:35 Diperbarui: 19 Juni 2018   10:35 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam ruang yang sepi hanya, desiran angin yang menyapa dengan seribu rasa, berdirilah  sebuah kenangan demi kenangan, lalu tergoreskan dalam bentuk  narasi epik, dan menyejarah yang tak terlukiskan. Semua  itu adalah bukti bahwa sosok jiwa yang pernah lahir membuat kisah  sehingga manusia  bisa am menikmatinya sampai saat ini. Kemampuan jiwa agung  semacitu, muncul dalam beragam kisah, gaya dan tenaga terungkap dalam perhitungan rasa dan fisik  orang sains ilmiah menyebutkanya, dalam  dalil elektrodinamika kuantum.

Di ranah orbital itu, inti jiwa berstana dalam panggung kehidupan yang selalu dinamis untuk menjaga bahwa kehidupan itu  memang bermakna, pada setiap kisi gerakan alam, termasuk  dalam, gerakan pikiran manusia dan tubuhnya. Lalu gerakan itu sejatinya adalah  vibrasi elemen--elemen ranah energi, dalam prsefektif itu energi ketuhanan  pun dapat dirasakan dan dihayati dalam wujud yang asali, yakni  berupa  gerak yang ritmis nan padu.  

Dalam konfigurasi energi itu, beragam  teori dan dalil mencuat untuk dapat dimamah dengan sebuah ungkapan, yang sepadan  dan  bisa  didekati dengan aspek fisik semacam, teori medan kuantum relativistik tentang elektrodinamika, itupun  sejatinya adalah sebuah tarian elektron yang padu dengan musik vibrasi, rotasi dan translasi, dari  instrumen musik alam. 

Lalu, manusia pun kadang lupa dalam dirinya, dengan badan dan sukma itu berkelit , dan banyak tak sadar tubuh ini berisi  beragam  elektron yang padat menghasilkan daya, kekuatan adi krodati yang adi luhung. 

Semua itu, nampak  membelit kisah  kerinduan Subadra dengan Arjuna,saat mereka  berjarak tempat karena persiapan perang mahabarata  akan segera dimulai.

 Malam itu, tak seperti biasanya,  tak ada yang menyertai Subadra sedang menunggu dengan perasaan  rindu kepada Arjuna yang amat menyiksa dirinya, sejalan dengan kenangan  malam-malam yang indah bersama suaminya Arjuna. 

Subadra bergumam lirih, suaranya sekan menjadi penghias malam  yang diterangi bulan purnama saat itu.  Suamiku, Kakanda arjuna, aku yakin tak  akan pernah berkurang rasa ini padamu, karena disini  dan di hati ini kaulah yang terindah.Tiada kata yang indah selain dari ucapan bibirmu yang menyatakan bahwa kau tulus menyayangiku, semoga hatimu juga begitu. Berada jauh darimu membuatku mengerti sebuah arti kerinduan".

Sambil duduk memandang indahnya bulan purnama,  dan suara jengkerik itu  seakan ikut menjadi lagu ritmis malam, sehingga  menambah kegairahan rindu  Subadra  bertambah, " Kakanda Arjuna, Aku rindu disaat kita tertawa bersama dan aku juga rindu saat kau menghapus air mataku lalu kau berusaha membuatku tersenyum, itu adalah kenangan manis yang sulit dilupakan, bahkan semakin dilupakan semakin hadir mengusik hatiku yang paling dalam.

 Subadra pun berkata kembali, "Suamiku, semoga seluruh peluh dan tetesan keringat yang engkau keluarkan dalam perjuanganmu mencari nafkah untuk kami, senantiasa berkah dan dibalas surga. kau hadir memberi cinta, membawa bahagia, dan memberikan rasa rindu yang tak pernah ada habisnya. Setiap hari aku menghabiskan hidupku bersamamu, dan aku menyadari betapa beruntungnya aku menjalani kehidupan ini bersamamu.

 Dalam  temaramnya  lembayung sinar bulan malam itu,  Subadra, merasakan  ada bisikan dalam hatinya, bisikan itu menguat dan Subdra berusaha ingin mendengarkannya, setelah menutup mata, suara itu terdengar jelas, "Subadra, anakku , aku datang ibu jagat raya ini. Subadra perlu engkau ketahui bahwa Ibu jagat raya tidak mempunyai pertalian duniawi denganmu. 

Pertalianku denganmu berkaitan dengan 'jalan kehidupan spiritual'. Wajarlah bila manusia memohon dan menerima dalam jalan  'jalan kehidupan duniawi'. Akan tetapi, dalam jalan spiritual, hanya ada penghayatan kebahagiaan jiwa. Setelah itu, tidak ada lagi yang  dapat  kamu mohon. Subadra  sadar dan membuka matanya, dia merasakan bahwa jiwanya sedang terinisiasi .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun