Mohon tunggu...
Indrian Safka Fauzi
Indrian Safka Fauzi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pemuda asal Cimahi, Jawa Barat kelahiran 1 Mei 1994. Praktisi Kesadaran Berketuhanan, Kritikus Fenomena Publik dan Pelayanan Publik. Sang pembelajar dan pemerhati abadi. The Next Leader of Generation.

🌏 Akun Pertama 🌏 My Knowledge is Yours 🌏 The Power of Word can change The World, The Highest Power of Yours is changing Your Character to be The Magnificient. 🌏 Sekarang aktif menulis di Akun Kedua, Link: kompasiana.com/rian94168 🌏

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kemalangan Manusia Disebabkan Buah Perbuatannya Sendiri

1 Oktober 2022   10:30 Diperbarui: 1 Oktober 2022   10:53 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemalangan (Sumber: Freepik dan Pngegg.com hasil olahan Penulis menggunaknan Powerpoint)

Senangnya diriku karena kamuh, kamuh, dan kamuh, betapa setia hadir ditulisanku.

Kemalangan Manusia Disebabkan Buah Perbuatannya sendiri, ini dipertegas Keterangan Al-Quran Surah Yasin (36) ayat 19. 

Atau mungkin sahabat pernah dengar hukum tabur tuai? Bagi yang hidup dalam kebijaksanaan yakni saudara-saudariku Umat Kristen maupun Katolik mengungkapkan "Tuan Raja Yesus yang menabur maka kita yang menuai".

Jika umat Sanatana Dharma (Umum dikenal Hindu) maupun Buddha mengenal prinsip hukum karma yang mengikat. Selama dirinya dalam ikatan karma, maka ia terikat purnabhava - reinkarnasi - kelahiran kembali.

Yah itu adalah bagian dari kedalaman diri saya menelusuri mutiara setiap agama dengan prinsip ilmu Teologi Religionum.

Semua berkaitan dengan permainan Nasib, atas diri kita sendiri yang bertanggung jawab pada diri kita sendiri pula.

Jadi sejatinya apabila manusia bernasib malang, itu disebabkan buah tangan kita sendiri. Beneran niih?

Coba saja kita iseng melempar batu tanpa alasan pada kawan kita yang sedang duduk bersantai. Apa nasib yang akan kita terima berikutnya? Nah... bagaimana? Terbayangkan?

Oke percobaan berikutnya.

Tanpa alasan yang jelas tiba-tiba dirimu mencoba mengumpat kata-kata tak pantas pada kekasihmu yang sedang menyiapkan sarapan untukmu penuh cinta dan tulus. Apa nasib yang akan kita terima berikutnya? Nah... bagaimana? Terbayangkan?

Itu baru contoh kasus perbuatan yang kita sengaja dan disadari.

Bagaimana dengan perbuatan yang membuat kita bernasib malang, tanpa kita sadari?

Diantaranya:

Tidak menjaga lisan. Silahkan tafsirkan sendiri apa saja fenomena seorang tidak menjaga lisannya sehingga ia bernasib malang.

Tidak menjaga kemaluan. Fenomena ini kalau sudah kebelet, tapi pelampiasannya salah "tempat", merugikan diri dan sesama pada akhirnya.

Bermuka cemberut. Al-Quran sendiri menegaskan dalam surah Abasa yang berdefinisi bermuka masam. Enak ga nih kira-kira sahabat saat lihat orang yang bermuka masam atau cemberut? Maka sungguh multi-tafsir bagi kita, apakah kesalahan ada pada diri yang melihat seorang tersebut atau seorang yang cemberut yang sedang dirundung masalah? Bisa bikin prasangka buruk bagi orang melihat wajah demikian.

Kufur Nikmat. Al-Quran memperingatkan orang-orang yang lalai mensyukuri nikmat. Kebanyakan dari mereka yang saya lihat di fenomena publik, yang sering diumbar di medsos, mereka selalu mengutuk masa lalunya, kawan kawan masa sekolah dahulu, melaknati perilaku lingkungan pada dirinya. Pada akhirnya mereka dicap The Public Enemy oleh orang-orang yang disakiti dengan postingannya di medsos tersebut. Mereka tidak menjadikan masa lalu dan apa yang ia terima dari lingkungan hidupnya sebagai pembelajaran berharga untuk direnungi hikmah kehidupannya.

Menipu atau berbohong. Al-Quran mewajibkan kita untuk senantiasa hidup dalam kejujuran. Terkadang pikiran kita tidak disadari menipu kita, panca indera kita menipu kita, ini disebabkan kita masih menjadi budak dari pikiran kita, budak dari panca indera kita, bukan menjadi tuan dari pikiran dan panca indera kita. Maka belajar untuk mengakui salah, belajar untuk berkata sesuai realita atau fakta sebenarnya, karena itu akan menjadi pembelamu kelak di kemudian hari.

Arogan dan Sombong. Arogan dan Sombong disini berarti menolak kebenaran. Belum aja kerasa apa manfaat dari suatu perkataan seorang, udah dijudge sesat, gila dan mengada-ngada. Pada akhirnya ucapan dirinya kelak menghakimi dirinya sendiri.

Membanggakan diri. Membanggakan diri berbeda dengan percaya diri lho! Jangan disamakan, karena membanggakan diri sejatinya tidak relevan dengan kapabilitas-kemampuan-sumber daya yang dimilikinya, sementara percaya diri sudah teruji kredibilitasnya.

Ingin mendapatkan pengakuan. Memang setelah mendapatkan pengakuan, apa yang berikutnya dikejar? Pengakuan tertinggi lainnya? Yang ada hanya obsesi yang melelahkan hidup. Dan pada akhirnya terjebak hidup dalam rasa lalai dari syukur nikmat yang diberikan Tuhan.

Dan masih banyak lagi, yang disebutkan yang biasa paling dominan terlihat secara subjektif oleh diri saya.

Bagaimana masih mau berkilah, nasib malang seorang itu bukan disebabkan luar dirinya, melainkan karena dirinya sendiri?

Saya berikan sebuah keterangan yang kuat. Coba tanya pada diri, adakah masalah yang kini sahabat hadapi? Telusuri penyebabnya melalui refleksi diri dan pantang menyalahkan di luar diri. Pasti ketemu akar permasalahannya. Bisa jadi itu tipu daya pikiran kita, dan bisa jadi itu tipu daya panca indera kita.

Ya namanya zaman sekarang disebut dunia tipu-tipu, maka anggaplah sebagai pembelajaran berharga masa-masa sekarang ini guna meraih sukses di masa mendatang, penuh senyum harapan. Sungguh Tuhan kelak memelukmu penuh kasih, karena kisahmu begitu indah dan mulia untuk kami simak.

Selamat merenungkan!

Tertanda.
Rian.
Cimahi, 1 Oktober 2022.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun