Mohon tunggu...
Intan Dian Syaputra
Intan Dian Syaputra Mohon Tunggu... Konsultan - Economy Enthusiast

Our stupid feelings are dangerous.

Selanjutnya

Tutup

Money

Asam Manis dalam Garam

24 Juli 2018   14:37 Diperbarui: 24 Juli 2018   14:38 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, kisruh yang terjadi pada impor garam pada tahun 2011, disebabkan ketika ditemukanadanya gudang penimbunan 11.600 ton garam impor asal India di Cwandan, Cilegon Banten serta 29.000 ton garam yang sama di Jawa timur pada hari Sabtu, 8 Agustus 2011 yang kemudian dilakukan penyegelan. Setelah disegel, garam yang berasal dari India tersebut akan dikembalikan.1  Pengimporan tersebut juga menyalahi aturan, karena harusnya impor dapat dilakuakan setelah dua bulan panen raya.

Adanya impor tersebut tentu menjadikan petani di Indonesia tentu sengsara, itu artinya impor garam ini akan menjadi salah satu rapor merah pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Rapor merah yang terjadi ini juga karena adanya gagal koordinasi yang terjadi antara Menteri Kelautan yaitu pada Fadel Muhammad dengan Mari Elka Pangestu pada saat menjabat menjadi Menteri Perdagangan. Fadel menjelaskan pada saat itu menolak adanya impor garam untuk Indonesia, akan tetapo Mari elka meminta agar impor tersebut tetap dilaksanakan untuk pasar. 

Perseteruan yang terjadi antara 2 orang yang sangat terkait pada impor garam tersebut membuat Presiden pada saat itu Susilo Bambang Yudhoyono angkat bicara. Beliau setuju dengan pendapat yang diberikan oleh Fadel, dengan adanya impor garam tentu akan membuat petani garam lokal akan mati. 

Mari Elka yakin bahwa dengan adanya kegagalan yang terjadi akibat pada tahun 2010 lalu berdampak pada produksi garam nasional. Sehingga beliau yakin dengan melakukan impor sebanyak 900.000 MT untuk penyediaan kebutuhan garam negeri. Mendengar hal tersebut Fadel merasa agar tidak adanya kepentingan lain selain kepentingan petani garam, sehingga ia yakin bahwa petani lokal mampu untuk  memproduksi garam. Sebagaimana kita tahu, bahwa sebagai pembuat garam tentu tidak memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga tidak banyak yang menginginkan menjadi pembuat garam. 

Seperti dalam "The Role of Small Firms in Indonesia" yang ditulis oleh T. Tambunan menyebutkan bahwa lebih baik menjadi tenaga kerja permanen dibandingkan dengan menjadi pembuat garam atau produk kayu dengan pendapatan yang cukup rendah. Sehingga, Fadel terus memperjuangkan kepentingan bagi pekerja garam. Perbedaan tersebut yang terjadi pada tahun 2011 ini menjadi catatan buruk bagi pengimporan garam, karena perseteruan tersebut dimenangkan oleh Maria Elka yang sangat mendukun adanya impor.

Ditengah kinerja seorang Fadel Muhammad yang sangat giat untuk memperjuangkan hak-hak petani, secara misterius pada bulan Oktober 2011 ia diberhentikan dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Peikanan oleh Presiden SBY. Hal ini sangat disayangkan, pasalnya tidak ada permasalahan yang terjadi sebelumnya, justru hubungannya terjalin baik dengan mendukung SBY untuk pro poor, pro growth dan pro job. Bahkan dalam melaksakan kepemimpinan dilakukan dengan baik. Setelah pencopotan Fadel, PT Cheetham Garam Indonesia dapat izin untuk mengimpor garam sebanyak 25.000 ton.

Namun, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menghentikan impor garam sejak tanggal 30 Juni 2012. Hal tersebut disampaikan oleh Plh. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Gunaryo di kantor Kementerian Pergagangan.2 Pada pemberhentian impor tersebut terdapat banyak perubahan, petani sedikit merasa adanya kesenangan karena tidak ada lagi garam impor di Indonesia.

Sehingga pada tahun 2012 untuk pertama kalinya swasembada garam bagi konsumsi dengan menggunakan strategi intensifikasi dan revitalisasi lahan produktif, peningkatan produksi dan kualitas garam, pemberdayaan petambak garam dan inovasi teknologi produksi3. Dalam peningkatan produksi garam di Indonesia ini pernah dikaji oleh Martin D. Burkenroad dengan judul "The Development of Marine Resources in Indonesia" bahwa langkah utamanya adalah menyangkut pasokan garam itu sendiri. Karena masih ada keragunaan akan harga yang relatif tinggi namun dengan kualitas yang masih rendah. 

Untuk melakukan penghentian impor garam tersebut, pada saat itu Fadel Muhammad memberikan bantuan berupa 50 rumah ramah bencana kepada warga miskin wilayah pesisr yang kemudian menjelaskan juga agar menggunakan lahan yang tersedia untuk garam sekitar 34.000 hektare digunakan dengan baik bukan hanya 20 hektare saja. Namun, ada juga perbincangan oleh pemerintah untuk meningkatkan harga garam Rp 325/kg tapi tidak terlaksana pada saat itu.

Namun menurut Alex selaku Menteri Perindustrian pada saat itu, swasembada garam yang dimaksud adalah swasembada garam beryodium, namun Indonesia juga dapat menciptakan produksi garam untuk industri.4 Ketika adanya swasembada tersebut, pada awal tahun 2013 pun Indonesia untuk pertama kalinya mengekspor garam akibat dari swasembada tahun 2012 tersebut. 

Produksi garam konsumsi sebesar 2,978 juta ton berasal dari petambak Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) sebesar 2,02 juta ton, petambak non-Pugar sebesar 453 ribu ton, PT Garam sebesar 385 ribu ton, dan sisa impor tahun 2012 sebesar 119.900 ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri hanya sebesar 1,440 juta ton. Sehingga terdapat ekspor garam untuk pertama kalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun