Busana adalah lebih dari sekadar pakaian. Busana bisa menjadi cerita, pesan, bahkan jembatan antara masa lalu dan masa depan. Dalam perjalanan akademik saya sebagai mahasiswa Pendidikan Tata Busana di Universitas Negeri Semarang, saya terispirasi untuk menciptaan karya tugas akhir saya yang berjudul “Argenta Nala—Representasi Detail dan Makna Sebuah Busana dalam Wujud QR Code”.
Argenta Nala, merupakan sebuah busana ready to wear yang menggabungkan elemen tradisional batik dengan teknologi QR Code. Karya ini adalah bagian dari koleksi “Teknika”, koleksi busana techno batik yang saya kembangkan bersama tim saya dalam proyek tugas akhir bertema Meta Nusantara: The Future of Wearable Heritage.
Ketika Warisan Budaya Bertemu Teknologi
Menurut saya setiap batik memiliki filosofi masing-masing. Setiap garis dan ornamen menyimpan kisah panjang yang telah diwariskan lintas generasi. Namun, realita zaman sekarang menunjukkan bahwa banyak generasi muda mulai melupakan batik, menganggapnya kuno dan hanya cocok untuk acara formal. Maka yang menjadi pertanyaan, “bagaimana cara membawa dan mengenalkan batik ke generasi zaman sekarang?”
Dan yang menjadi jawaban adalam menerapkan QR Code ke dalam sebuah busana.
QR Code dalam Argenta Nala bukan hanya tempelan simbolik dan berfokus pada estetika, namun juga berfungsi nyata. QR Code yang tertera dapat dipindai untuk mengakses cerita di balik desain busana ini—mulai dari makna filosofi dan motif, proses pembuatan, hingga dokumentasi akan hasil busana ini. Melalui teknologi ini, saya ingin siapa pun yang memakai atau melihat Argenta Nala bisa terhubung langsung dengan nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Nama yang Membawa Makna
Karya ini bernama Argenta Nala. Argenta, dari bahasa Latin berarti "perak", mewakili kemilau teknologi, kejernihan gagasan, dan modernitas. Sementara Nala berarti "saluran"—jembatan yang menghubungkan nilai, estetika, dan budaya. Gabungan dua kata ini mencerminkan misi saya: menciptakan saluran baru antara batik sebagai budaya tradisional dengan QR Code sebagai teknologi masa kini.
Proses yang memiliki Arti
Proses penciptaan Argenta Nala bukanlah jalan yang mudah. Dari perancangan moodboard, desain digital, diskusi dengan dosen tamu, dosen pengampu mata kuliah dan mitra industri, revisi pola dan fitting—semuanya menjadi proses pembelajaran yang mendalam. Saya belajar bahwa menjadi desainer tidak hanya soal menggambar indah, tetapi juga tentang bagaimana memaknai keputusan estetika dan teknis secara sadar dan bertanggung jawab.
Saya juga melakukan uji kelayakan QR Code yang dibordir di bagian punggung busana. Butuh ketelitian agar kode tersebut tetap bisa dipindai dengan baik tanpa merusak komposisi visual.
Lebih dari Sebuah Busana
Bagi saya, Argenta Nala bukan sekadar produk fashion. Argenta Nala adalah narasi visual, media edukasi, dan ekspresi cinta saya terhadap budaya Indonesia. Saya ingin karya ini menginspirasi bahwa dalam dunia fashion, kita bisa menggabungkan filosofi lokal dengan pendekatan kontemporer yang canggih. Dengan pendekatan ini, kita tidak hanya merawat tradisi, tetapi juga memberinya ruang untuk tumbuh dan hidup dalam konteks baru.
Lewat Argenta Nala, saya ingin menyampaikan bahwa busana bisa menjadi media literasi budaya. Ia bisa mengajak orang berpikir, bertanya, bahkan belajar. Ketika teknologi seperti QR Code disematkan secara tepat, ia bisa membuka makna tersembunyi yang tak bisa diwakili oleh visual semata.
Batik bukan hanya ornamen. Ia adalah bahasa. Dan dengan QR Code, saya mencoba menciptakan “subtitle” bagi bahasa batik itu—agar bisa dibaca oleh lebih banyak orang, terutama generasi muda.
Tanggal 28 Mei 2025, Argenta Nala tampil dalam Gelar Karya PKK yang diselenggarakan di Auditorium Universitas Negeri Semarang. Melihat busana itu dikenakan model, berdiri di panggung, dan mendapat sorotan banyak mata—rasanya seperti mimpi yang menjadi nyata. Di momen itu, saya tidak hanya melihat karya saya dipamerkan. Saya melihat proses panjang yang dilalui sampai semua berwujud menjadi sepotong busana bernama Argenta Nala.
QR Code yang tersemat di punggung busana menjadi "jendela kecil" menuju cerita yang lebih besar. Beberapa tamu yang hadir mencoba memindainya, dan saya melihat wajah mereka berubah—ada rasa takjub dan senyum kagum. Di situlah saya sadar, bahwa busana ini benar-benar bisa "berbicara".
Intan Nur Aini
Mahasiswa Pendidikan Tata Busana, Universitas Negeri Semarang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI