Mohon tunggu...
Intan Izha
Intan Izha Mohon Tunggu... Guru - Bebas

Menulis adalah hobi yang sangat menguntungkan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Review Book "Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu"

14 Februari 2020   23:27 Diperbarui: 14 Februari 2020   23:39 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pmb.iainbukittinggi.ac.id

Judul Buku      : Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu

Penulis             : Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd.

Penerbit           : Prenada Media Grup

Tahun terbit   : 2016

Pada bab awal di buku ini penulis sedikit memaparkan mengenai ilmu, filsafat, dan agama. Penulis menjelaskan bahwa manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah di bumi Nya yang memiliki ilmu pengetahuan sebagai penolong baginya dalam keberlangsungan hidupnya serta alat untuk bertahan hidup hingga saat ini. Ilmu pengetahuan yan telah diberikan oleh Allah kepada manusia jumlahnya s angat terbatas.

Tetapi, tentunya Allah tidak melepas manusia begitu saja melainkan, Allah telah membekali manusia dengan berbagai potensi yang berfungsi untuk menggali lebih dalam terhadap ilmu pengetahuan tersebut. Manusia lahir sudah dilengkapi dengan panca indera sebagai salah satu alat untuk menggali ilmu pengetahuan. Bukan hanya itu manusia juga dilengkapi dengan akal yang memiliki fungsi yang sangat besar yakni, untuk berpikir yang nantinya akan menghasilkan sebuah keputusan.

Banyak sekali sejarah temuan ilmuwan yang tidak dapat dijelaskan karena keterbatasan ilmu pengetahuan, metodologi dan tentunya keterbatasan manusia itu sendiri sebagaimana telah dijelaskan didalam sejarah ilmu pengetahuan mulai dari klasik hingga kontemporer. Padahal, dalam penemuan manusia ditetapkan sebagai tekhnologi yang mempunyai kecanggihan melebihi tekhnologi modern yang ada hingga saat ini. Namun, hingga saat ini tetap saja terbatas kemampuannya.

Menurut Endang Saifuddin Anshari (2009), tidak semua persoalan manusia ada jawabannya dari agama. Ada beberapa poin masaah manusia yang tidak ada jawabannya dalam agama. Pertama, soal-soal yang tidak prinsipiel, seperti urusan kendaraan berjalan sebelah kiri atau kanan, soal perbankan dan seterusnya.

Kedua, persoalan yang tidak secara tegas dibahas dialam Al-Qur'an dan As-Sunnah diserahkan ijtihad (produk pemikiran manusia yang tidak bertentangan dengan tekstualnya wahyu Al-Qur;an maupun sunnah Nabi) kepada masing-masing dengan kemampuan nalarnya.

Ketiga, masalah yang tetap masih merupakan misteri dan rahasia yang tidak terjangkau akal budi manusia karena keterbatasannya. Misalnya, mengenai roh, alam ghaib, hidup sesudah mati, dan hakikat takdir yang bukan masalah perilaku beragama (religius) sehari-hari.

Berdasarkan itu, Noeng Muhajir (20017) mengatakan ilmu dan filsafat yang bersumber kitab suci ini sebagai epistomologi moral dan religious. Epistomologis religious ini berkembang pada tataran kehidupan beragama sehari-hari dan berupaya untuk membuat penafsiran kitab suci guna memperoleh tuntunan terpecaya.

Sementara itu, adapula yang memfokuskan pada eksistensi tuhan, penciptaan alam semesta, dan kesusilaan. Muhajir menyimpulkan bahwa keyakinan religious tumbuh dalam penghayatan religious. Dengan kekuatan akal budi (ilmu dan filsafat), manusia dapat memitik kebenaran.

Selanjutnya pada bab ke dua, penulis memaparkan mengenai hakikat filsafat ilmu yang mencakup pengertian, cakupan objek, metode dan tujuan. Pada awal penjelasan tentang hakikat filsafat ilmu, penulis mengungkapkan pendapat yang dimiliki oleh Hamdani dan Fuad (2007).

Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh keduanya, Plato mengumpamakan seorang filsuf ialah laksana seorang kapten kapal yang menghabiskan banyak waktunya memandang bintang-bintang di langit.

Para kelasi mengungkapnya sebagai parasite tidak berguna, tapi kata Plato, tanpa kerja sang kapten kapal akan tersesat, dan pekerjaan para kelasi menjadi sia-sia, begitulah gambaran posisi dan peran filsafat dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, banyak ilmuwan yang menyatakan bahwa filsafat merupakan induk dari segala ilmu filsafat.

Mengenai pengertian filsafat ilmu, penulis menjelaskan bahwa filsafat ilmu adalah telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, baik ditinjau dari sudut antologis, epistemologis, maupun aksiologis yang dilakukan melalui proses dialektika secara mendalam (radic) yang sistematis dan bersifat spekulatif. Rosenberg (2003), mengatakan dalam filsafat ilmu dibagi dalam dua pertanyaan utama.

Pertama, pertanyaan tentan ilmu : fisika, biologi, social, dan budaya. Kedua, pertanyaan tentang mengaapa ilmu tidak dapat menjawav pertanyaan yang pertama, yakni tentang ilmu itu sendiri.

Dari uraian ini ada dua buah konsep filsafat ilmu yang senantiasa dipertanyakan, yakni tentang apa dan bagaimana. Apa itu ilmu dan bagaimana ilmu itu disusun dan dikembangkan. Pertanyaan inilah yang dijawab secara mendasar dalam filsafat ilmu hingga menemukan suatu jawaban yang lahir dari proses dialektika berpikir.

Jujun (2010) mengatakan, berkaitan dengan masalah ilmu tentu saja tidak dapat dipisahkan dengan pengetahuan, pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita.

Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada. Sebab pengetahuan merupkan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Lalu bagaimana kita menyusun pengetahuan yang benar?

Masalah inilah yang dalam kajian filsafat disebut epistemologi, dan landasannya disebut metode ilmiah. Epistemologi disebut juga dengan filsafat ilmu, merupakan cabang filsafat yang mempelajari dan menentukan ruang lingkup pengetahuan. Epistemologi berusaha membahas bagaimana ilmu didapatkan, bukan untuk apa atau mengenai apa.

Di dalam buku ini juga dijelaskan hal mendasar yang memberikan perbedaan antara filsafat dan ilmu, yaitu dari sisi sudut pandan pembahasan, ilmu melihat ibjek cukup dalam tetapi tidak tidak sedalam filsafat yang radikal, filsafat mebahsa objek sedalam-dalamnya.

Contoh, apabila ilmu bertanya tentang bagaimana dan apa sebabnya? Maka filsafat lebih dari itu, ia bertanya apa itu sesungguhnya (esensinya)?, dari mana awalnya? Dan, kemana akhirnya?. Jika ilmu dalam membahas objek kajian hanya berdasarkan pengalaman, maka filsafat mepertanyakan pengalaman itu sendiri.

Oeh karena itu, dalam filsafat terdapat epistemology, yaitu filsafat pengetahuan yang membicarakan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dari pengalaman itu. Berangkat dari sudut pandang yang berbeda itulah, munculnya penggabungan kedua istilah menjadi filsafat ilmu, yang bermaksud mempertanyakan ilmu itu sendiri yang tentunya mempunyai kajian yang mendalam.

Penulis menarik kesimpulan dari beberapa penjelasan diatas, maka filsafat ilmu secara umum dapat dipahami dari dua sisi, yaitu sebgaai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai suatu disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan objek khusus, yaitu ilmu pengetahuan yang memiliki sifat dan karakteristik tertentu hamper sama dengan filsafat pada umumnya.

Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Secara sederhana, filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib dengan bebas dan sedalam-dalamnyasehingga sampai ke dasar suatu persoalan, yakni berpikir yang mempunyai ciri-ciri khusus seperti analitis, pemahaman deskriptif, evaluative, interperatif, dan spekulatif.

Metode filsafat yang dijelaskan dalam buku ini ada sepuluh yaitu :

  • Metode kritis
  • Metode intuitif
  • Metode skolastik
  • Metode filsafat Rene Descartes dan pengikutnya
  • Metode geometri
  • Metode transcendental
  • Metode fenomonologis
  • Metode dialektis
  • Metode neopositivistis
  • Metode analitika bahasa

Mempelajari filsafat ilmu memberikan implikasinya bagi seorang ilmuwan atau akademisi untuk : pertama, sebagai pijakan dasar dalam mendalami ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai penyadaran konseptual seorang ilmuwan tidak terjebak kedalam pola pikiran "menara gading" yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengikatkan dengan kenyataan yang ada dluar dirinya. Padahal, aktivitas keilmuwan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan.

Hakikat ilmu dari segi ontologis adalah tentang apa dan sampai mana pencapaian hakikat ilmu, yaitu dalam istilah bahasa arab 'ilm  yang berarti memahami, mengerti dan mengetahui. Ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui penyebab seuatu. Ilmu bersifat metodis, yaitu upaya yang dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreativitas.

Hakikat seni dan estetika menurut Amsal Bahtiar (2007) senia adalah suatu produk budaya dari suatu peradaban manusia. Seni mulanya adalah proses dari manusia dan merupakan sinonim ilmu estetika (seni) memiliki sifat universal , berlaku untuk umum. Keterbatasan sifat universal berkaitan erat dengan karakter universal ilmu estetika.

Hakikat agama, fungsi agama adalah memlihara integritas seseorang dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan tuhan, semesta dan alamnya tidak kacau. Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan sekaligus mempesonakan.

Hakikat budaya, budaya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia . budaya adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, hasil kerja manusia dijadikan milik manusia dengan belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun