Mohon tunggu...
Intan Ayuning Tias Zai
Intan Ayuning Tias Zai Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobiku Nonton drakor, baca buku dan novel

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sahabat atau Sekedar Teman Sementara?

7 Juli 2025   07:39 Diperbarui: 7 Juli 2025   07:48 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Sahabat atau Teman Sumber: Dokpri/ Ntann

Pernah gak sih, kamu anggap seseorang sebagai sahabat, bahkan kayak saudara sendiri... tapi ternyata kamu gak pernah dianggap segitu penting di hidupnya? Jujur Aku pernah dan ini cerita tentang rasa kecewa, luka yang ditahan, dan keputusan untuk akhirnya berhenti berjuang sendiri dalam pertemanan yang ternyata cuma aku yang anggap istimewa. Bukan buat drama. Tapi ini tentang kejujuran perasaan dan belajar memaafkan, meski hati masih tersisa luka. Klik dan baca kisahku di artikel ini. Mungkin kamu pernah ada di posisi yang sama.


Sebenarnya aku gak pernah masalah kalau ada orang yang mau menjauhiku. Tapi yang bikin berat itu saat orang yang menjauh itu adalah orang yang dulu paling dekat. Orang yang pernah aku anggap sebagai sahabat, bahkan seperti saudara sendiri. 

Seseorang yang pernah aku sayangi sebagai teman dekat tiba-tiba berubah. Setelah perjalanan ke luar kota bersama, dia mulai diam. Gak nyapa, gak ngobrol, bahkan saat aku ajak bicara pun gak ditanggapi. Aku bingung. Aku mikir, apa salahku? aku tanya langsung, kenapa sikapnya berubah? Dia jawab, katanya dia sakit hati karena aku nolak ajakan makan darinya. Padahal aku gak nolak karena marah, aku cuma gak nyaman karena sikapnya sendiri yang berubah lebih dulu. Aku ngerasa dia yang lebih dulu menjauh, tapi malah aku yang disalahkan.

Katanya dia kecewa karena aku terlalu dekat dengan teman lain. Katanya aku gak peka, padahal sebenarnya aku udah berusaha. Bahkan dia sempat bilang dia pengen foto bareng, tapi aku dianggap menjauh. Sementara aku sendiri merasa aku yang berulang kali ngajak ngobrol, ngajak jalan, tapi diabaikan.

Aku gak suka mendam perasaan. Makanya aku lebih baik ngomong langsung daripada pura-pura baik. Tapi ternyata cara aku menyampaikan juga bikin dia tersinggung. Katanya aku menyindir di depan orang lain. Padahal aku gak nyindir dia, aku cuma bercanda sama teman lain.

Aku sempat bilang: "Menurutku kita gak usah dekat lagi. Kamu punya banyak teman lain yang lebih peduli ke kamu." Itu bukan karena benci. Tapi karena capek. Karena terus-terusan merasa salah, terus-terusan merasa berjuang sendiri.

Akhirnya dia minta maaf. Katanya dia cuma datang pas ada maunya. Dia bilang dia salah, dan dia udah lega karena udah minta maaf. Aku juga minta maaf, walaupun perasaan ini masih sakit.

Yang paling nyesek adalah ketika aku bilang bahwa aku udah anggap dia lebih dari sekadar teman. Tapi ternyata dia  gak anggap aku  seperti itu. Katanya, "Aku fine-fine aja, cukup hanya sekadar teman biasa." Di situ aku sadar, mungkin aku yang terlalu berharap.

Kalau Sudah Tulus Tapi Tetap Dikecewakan, Harus Apa?

Aku belajar satu hal penting: tulus itu gak selalu dihargai. Kadang kita kasih hati, tapi yang lain cuma kasih senyum palsu. Kadang kita pikir hubungan ini kuat, padahal cuma kita sendiri yang berjuang. Aku juga sadar, bukan semua orang bisa menerima kita dengan cara yang kita harapkan. Dan gak semua yang kita anggap sahabat, akan menganggap kita begitu juga. Sekarang aku memilih untuk mundur. Bukan karena aku benci. Tapi karena aku ingin tenang. Gak lagi berharap terlalu tinggi. Gak lagi memaksa hubungan  pertemanan  yang justru menyakiti.

Akhir Kata

Untuk dia yang pernah jadi teman dekat: terima kasih untuk semua kenangan. Maaf kalau aku banyak salah. Tapi aku juga sudah memaafkan. Aku cuma ingin jaga jarak, bukan karena marah, tapi karena aku sedang menyembuhkan diri sendiri.

Dan buat kamu yang mungkin sedang mengalami hal yang sama---ditinggal sahabat, disalahpahami, atau dikecewakan oleh orang terdekat---kamu gak sendiri. Kadang memang kita harus belajar melepaskan orang yang gak lagi memilih kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun