Sebagian orang tua dan pendidik khawatir bahwa teknologi akan "mendepak" peran guru. Kekhawatiran ini wajar. Namun, dalam konteks PAUD, AI seharusnya bukan ancamanmelainkan mitra. AI tidak bisa memberikan pelukan saat anak menangis, tidak bisa membaca konteks budaya dan emosi sedalam manusia, dan tidak memiliki kasih sayang. Justru dengan AI, guru bisa lebih fokus pada aspek-aspek humanis pendidikan. Misalnya, alih-alih menghabiskan waktu untuk administrasi dan penilaian manual, guru dapat mengalokasikan lebih banyak waktu untuk bermain bersama anak, membangun kelekatan emosional, dan mendampingi eksplorasi. AI dapat menjadi "asisten pedagogis" yang memetakan data perkembangan anak, sehingga guru bisa mengambil keputusan yang lebih tepat. Neurosains menjadi fondasi teoretis, AI menjadi alat, dan guru tetap menjadi pusat interaksi belajar.
7. Implikasi Kebijakan: Investasi pada Guru dan Etika
Untuk mewujudkan pembelajaran adaptif berbasis neurosains dan AI, kita tidak cukup hanya membeli perangkat atau memasang aplikasi. Kunci utamanya ada pada investasi sumber daya manusia terutama guru PAUD.
Kebijakan pendidikan harus mencakup:
- Pelatihan literasi neurosains dan AI bagi guru PAUD bukan untuk menjadikan mereka teknolog, tetapi pendidik cerdas digital.
- Infrastruktur inklusif agar inovasi tidak hanya dinikmati sekolah di kota besar.
- Regulasi perlindungan data anak mencegah eksploitasi data untuk kepentingan komersial.
- Kemitraan lintas sektor pendidikan tidak bisa jalan sendiri; butuh kolaborasi antara negara, swasta, universitas, dan komunitas teknologi.
Dengan arah kebijakan yang tepat, Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tapi bisa menjadi pelopor pendidikan anak berbasis AI yang humanis.
8. Visi PAUD Masa Depan: Anak sebagai Subjek, Bukan Objek
Di masa depan, PAUD tidak lagi sekadar "taman bermain" atau tempat persiapan masuk SD. PAUD akan menjadi ruang inovasi yang membentuk fondasi life skills dan learning agility. Anak tidak lagi diperlakukan sebagai objek belajar pasif, tetapi sebagai subjek aktif dengan peta otak unik. Teknologi AI memungkinkan setiap anak belajar dengan ritme dan gaya yang sesuai dengannya. Neurosains membantu kita memahami "mengapa" dan "bagaimana" anak belajar. Guru berperan sebagai fasilitator, pengasuh, dan penjaga nilai-nilai kemanusiaan. Jika kita mampu mengelola sinergi ini dengan bijak, PAUD Indonesia tidak akan tertinggal. Justru akan menjadi tempat lahirnya generasi masa depan yang tangguh, kreatif, dan manusiawi.
9. Penutup: Masa Depan Dimulai dari Ruang Kelas Kecil
Di ruang kelas kecil itulah masa depan dimulai. Setiap pelukan guru, setiap percakapan kecil, setiap aktivitas bermain semuanya membentuk jalur sinaptik yang akan menentukan masa depan anak. AI dan neurosains hanyalah alat bantu. Pusatnya tetaplah manusia. Teknologi yang canggih tidak akan berarti apa-apa tanpa pendidik yang berpikir kritis dan berhati hangat. Tapi di tangan pendidik yang tepat, AI bisa menjadi jembatan untuk membangun masa depan pendidikan anak usia dini yang lebih inklusif, adaptif, dan berkeadilan. Masa depan PAUD bukan tentang mesin yang mengajar anak, melainkan tentang manusia yang memanfaatkan mesin untuk mengajar dengan lebih baik.
*Penulis adalah Dosen di Universitas Nusantara PGRI Kediri dan mahasiswa S3 Pendidikan Anak Usia Dini di Universitas Negeri SurabayaÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI