Namun, ini juga menimbulkan pertanyaan kritis: apakah AI akan menggantikan guru? Apakah kita rela interaksi belajar anak yang sejatinya adalah pengalaman sosial dan emosional diserahkan pada mesin? Jawaban jujurnya: AI tidak boleh menggantikan peran manusia. Tetapi AI dapat memperkuat kapasitas guru untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih personal.
3. Saat Neurosains dan AI Bertemu
Bayangkan sebuah ruang kelas PAUD masa depan. Guru memiliki panel dashboard yang menunjukkan profil belajar setiap anak. Dari sensor dan data AI, guru dapat mengetahui bahwa Rafi belajar lebih baik ketika aktivitasnya bersifat kinestetik, sementara Hana lebih responsif terhadap musik. Guru kemudian menyusun aktivitas bermain berbeda untuk keduanya, meskipun tujuan belajarnya sama.
Dalam pendekatan ini, AI bertugas mendeteksi dan menganalisis pola belajar anak, sedangkan guru bertugas memberi makna, kasih sayang, dan intervensi pedagogis manusiawi. Neurosains memberi pemahaman ilmiah tentang cara kerja otak, sedangkan AI memberi alat untuk menerapkan pemahaman itu secara praktis dan personal.
Kombinasi neurosains dan AI membuka peluang pembelajaran yang lebih adil bagi setiap anak. Anak tidak lagi dipaksa belajar dengan cara yang tidak sesuai dengan dirinya. Guru pun tidak lagi harus menebak-nebak gaya belajar anak satu per satu secara manual.
4. Tantangan Besar: Kesenjangan Teknologi dan Literasi Guru
Meski peluangnya besar, tantangannya juga tidak kecil. Banyak guru PAUD di Indonesia yang belum memiliki literasi neurosains dasar, apalagi AI. Banyak yang masih beranggapan bahwa teknologi hanya sebatas gawai dan proyektor. Padahal, esensi AI dalam pembelajaran adalah personalisasi dan adaptasi. Selain itu, kesenjangan infrastruktur juga menjadi tantangan. Sekolah-sekolah PAUD di daerah belum tentu memiliki akses internet stabil, perangkat teknologi memadai, atau pelatihan guru yang memadai. Jika tidak diantisipasi, inovasi AI justru dapat memperlebar jurang ketimpangan antara PAUD di kota dan di desa.
Ada pula isu etis yang tak kalah penting: bagaimana memastikan data anak-anak tidak disalahgunakan? Anak-anak adalah kelompok rentan. Penggunaan AI dalam PAUD harus memiliki landasan regulasi perlindungan data yang kuat, bukan sekadar euforia teknologi.
5. Kritik terhadap Paradigma Pendidikan PAUD Saat Ini
Kita perlu jujur mengakui: sistem PAUD di Indonesia masih cenderung "mengajar otak kiri" mengutamakan hafalan, disiplin seragam, dan kognitif akademik sejak dini. Sementara riset neurosains jelas menunjukkan bahwa anak usia dini belajar paling baik melalui bermain bebas, pengalaman multisensorik, dan interaksi sosial penuh makna. Kita juga masih jarang mendengar pelatihan guru PAUD yang mengajarkan cara membaca sinyal-sinyal perkembangan otak anak atau memahami perbedaan neurodevelopmental setiap individu. Sementara itu, industri teknologi global bergerak jauh lebih cepat. Jika pendidikan kita tidak segera menyesuaikan paradigma, maka anak-anak kita akan menghadapi dunia yang tidak dipersiapkan oleh sistem pendidikan mereka sendiri.
6. Jalan Tengah: AI sebagai Mitra, Bukan Pengganti