Mohon tunggu...
INTAN PRASTIHASTARI WIJAYA
INTAN PRASTIHASTARI WIJAYA Mohon Tunggu... Dosen

Universitas Nusantara PGRI Kediri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Neurosains dan Artificial Intelligence dalam PAUD: Membangun Pembelajaran Adaptif untuk Anak Masa Depan

14 Oktober 2025   21:15 Diperbarui: 14 Oktober 2025   21:14 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

By : Intan Prastihastari Wijaya*

Di sebuah taman kanak-kanak, seorang anak berusia tiga tahun menggeser layar tablet dengan percaya diri. Ia membuka aplikasi edukasi, menyusun puzzle digital, dan tertawa ketika animasi hewan kesukaannya muncul. Guru yang mendampinginya tersenyum, tapi juga menyimpan tanda tanya: apakah anak ini benar-benar memahami konsep di balik gambar, atau sekadar terampil menggeser layar?.

Fenomena ini semakin sering terlihat. Anak-anak usia dini kini tumbuh dalam lingkungan yang jauh berbeda dengan satu dekade lalu. Mereka bukan hanya "digital native", tapi juga sedang tumbuh di tengah percepatan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Sementara itu, ilmu tentang otak manusia atau neurosains terus membuka tabir bagaimana anak belajar, bereaksi, dan berkembang.

Pertanyaannya: bagaimana jika kedua bidang ini neurosains dan AI dipertemukan dalam konteks pendidikan anak usia dini (PAUD)? Apakah kita siap membangun pembelajaran yang benar-benar adaptif terhadap cara kerja otak anak? Ataukah kita hanya menjadi penonton dalam arus perubahan besar?

1. Otak Anak: Dunia yang Terus Bertumbuh

Usia dini adalah masa emas (golden age) perkembangan otak manusia. Dalam rentang 0--6 tahun, jutaan koneksi sinaptik terbentuk setiap detik. Otak anak ibarat spons raksasa: menyerap pengalaman, emosi, bahasa, dan rangsangan lingkungan dengan daya tangkap luar biasa. Ilmu neurosains menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil tidak hanya membentuk keterampilan kognitif, tapi juga struktur otak secara fisik dan permanen.

Namun, sistem PAUD kita masih banyak yang menggunakan pendekatan seragam. Anak-anak duduk dalam kelas yang menuntut kemampuan kognitif linear menghafal, meniru, mengerjakan lembar kerja. Seolah semua anak memiliki kecepatan dan cara belajar yang sama. Padahal, setiap anak memiliki peta neurologis unik. Ada anak yang berkembang pesat dalam bahasa, tapi lambat dalam motorik halus. Ada yang sangat responsif terhadap musik, tapi kesulitan fokus saat diberi instruksi verbal. Pendekatan "satu ukuran untuk semua" (one size fits all) dalam pendidikan PAUD seringkali justru mematikan keunikan alami ini. Di sinilah neurosains memberi peringatan: jika stimulasi belajar tidak sesuai dengan fase perkembangan otak anak, potensi kecerdasan mereka justru bisa terhambat.

2. AI: Algoritma yang Belajar dari Anak

Sementara itu, dunia teknologi melaju kencang. Artificial Intelligence telah merambah dunia pendidikan dengan kecepatan tak terduga. Aplikasi pembelajaran adaptif kini mampu menganalisis cara anak merespons soal, kecepatan memahami instruksi, bahkan ekspresi wajah saat belajar.

Misalnya, ketika seorang anak belajar mengenal bentuk geometri melalui permainan digital, sistem AI dapat mendeteksi berapa lama waktu yang dibutuhkan anak untuk mengidentifikasi segitiga, apakah ia sering keliru membedakan bentuk, dan jenis stimulus apa yang paling efektif meningkatkan pemahamannya. Data ini kemudian digunakan untuk menyesuaikan pembelajaran secara real-time. Inilah yang disebut pembelajaran adaptif.

Di negara maju, pemanfaatan AI dalam PAUD mulai menjadi kenyataan. Sistem AI bukan lagi sekadar "alat bantu ajar", tetapi mitra pedagogis yang membantu guru memahami karakter belajar setiap anak. AI dapat mendeteksi pola-pola kecil yang tidak selalu terlihat oleh mata guru, seperti kelelahan kognitif atau kebiasaan belajar non-verbal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun