Mohon tunggu...
Intan PermataSari
Intan PermataSari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka nulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Segelas Latte Art Hati: Dari Kopi Biasa Menjadi Bahasa Sosial Media

28 September 2025   22:53 Diperbarui: 28 September 2025   22:53 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Pernahkah Anda melihat foto segelas kopi dengan latte art berbentuk hati di Instagram atau TikTok? Bagi sebagian orang, itu hanya minuman yang cantik. Namun bagi yang lain, segelas kopi bisa berbicara banyak hal tentang gaya hidup, identitas, bahkan hubungan sosial.

Kopi Sebagai Tanda

Dalam semiotika Charles Sanders Peirce, tanda terbagi menjadi tiga: ikon, indeks, dan simbol. Menariknya, foto latte art hati bisa masuk ke semuanya.

Ikon. Foto itu jelas menunjukkan kemiripan dengan objek aslinya, yaitu busa kopi berbentuk hati. Kita bisa langsung mengenali bentuk itu sebagai lambang kasih sayang atau keindahan.

Indeks. Foto tersebut menandakan adanya peristiwa nyata. Ada barista yang menuang busa, ada seseorang yang duduk di kedai, dan ada suasana yang sedang diabadikan. Foto menjadi bukti keberadaan momen itu.

Simbol. Bentuk hati membawa makna yang lahir dari budaya. Ia dimaknai sebagai cinta, perhatian, dan romantisme. Di media sosial, simbol ini meluas menjadi tanda gaya hidup modern yang dekat dengan estetika.

Lebih dari Sekadar Segelas Kopi

Mengapa orang suka membagikan foto latte art? Jawabannya tidak sekadar karena rasa kopinya enak. Ada makna sosial yang menyertainya.

Pertama, latte art menjadi ekspresi identitas. Seseorang yang mengunggahnya ingin menunjukkan citra modern, estetik, dan kekinian.

Kedua, ia berfungsi sebagai simbol status sosial. Kedai kopi estetik atau specialty coffee sering dikaitkan dengan kelas menengah perkotaan. Dengan membagikan fotonya, seseorang menunjukkan akses dan selera tertentu.

Ketiga, praktik ini menciptakan ruang interaksi sosial. Dari satu foto kopi bisa lahir obrolan sederhana: "Bikin di mana nih?" atau "Cantik banget latte art-nya." Obrolan kecil ini memperkuat hubungan antar pengguna media sosial.

Keempat, foto latte art adalah bentuk apresiasi estetika. Ada kebahagiaan tersendiri saat busa kopi membentuk hati, bunga, atau pola unik lainnya. Estetika sederhana itu menjadi alasan orang memotretnya sebelum menyesapnya.

Kelima, membagikan foto kopi adalah performansi sosial. Media sosial membuat konsumsi berubah menjadi pertunjukan identitas. Satu unggahan bisa jadi cara mendapat like, komentar, atau sekadar pengakuan dari lingkaran sosial.

Segelas latte art hati bukan hanya minuman yang indah, melainkan juga bahasa budaya di era digital. Ia bisa menjadi tanda, simbol, gaya hidup, bahkan sarana interaksi sosial. Dari situ kita belajar bahwa hal kecil dalam keseharian ternyata bisa menyimpan makna yang luas. Jadi lain kali Anda memotret kopi sebelum menyeruputnya, ingatlah bahwa itu bukan hanya estetika, tetapi juga cerita sosial yang ikut Anda bagikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun