Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Provokasi di Tengah Pandemi

16 April 2020   19:26 Diperbarui: 16 April 2020   19:33 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai pertengahan April 2020, jumlah pasien terkonfirmasi Covid 19 di seluruh dunia mencapai 2, 1 juta jiwa. Dari jumlah itu ada sekitar 500 ribu jiwa yang sembuh. 

Di Indonesia sendiri ada sekitar 5500 orang terkonfirmasi positif korona dengan angka kematian 496  orang dibanding orang yang sudah sembuh yaitu mencapai 548 orang.

Covid 19 hampir dialami oleh sekitar 209 negara di dunia, sehingga WHO memang sudah menetapkan penyakit yang menyerang pernafasan ini sebagai pandemic internasional yang penyebarannya melebihi SARS atau Mers yang pernah dialami oleh dunia.

Meski gejala pertama disebutkan ditemukan di sebuah pasar di kota Wuhan provinsi Hubei China pada pertengahan Desember dan WHO mengutipnya sebagai penyakit yang berbahaya (mirip SARS) dan mungkin mengancam dunia, banyak negara yang belum paham apa, dan seberapa bahaya penyakit itu. WHO sendiri baru memberi nama penyakit itu Covid19 pada bulan Maret, dimana penyakit ini sudah mulai meluas di seluruh dunia.

Situasi ini memang tidak terbayangkan oleh semua pihak sebelumnya. Angka pertumbuhan ekonomi yang dirancang sebelumnya, pasti berubah karena situasi mengharuskan untuk berubah. 

Bisnis dan banyak kegiatan lain harus diubah karena pandemic ini. Ekonomi di banyak negaradiambang krisis dan rakyat  banyak yang harus berjuang untuk memperpanjang kehidupan mereka.  Kita juga lihat, kegiatan Olimpiade Jepang 2020 yang sedianya akan diadakan Juli-Agustus 2020 juga diundur setahun setelahnya.

Tidak mudah banyak banyak negara untuk mengelola negara karena intervensi wabah ini. Kita tahu Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara maju Eropa seperti Inggris dan Jerman juga terganggu karena virus ini. Di Asia ada India yang terkesan kewalahan untuk mengelola dampak ekonomi dan sosiologis karena virus ini.

 Kita sebagai negara dengan penduduk cukup besar juga punya banyak langkah untuk mengelola negara melawan wabah ini. Meskipun kita sadar bahwa tantangan cukup besar karena masyarakat kita sebagian besar masih berbasis kerja informal. Kerja informal ini membuat masyarakat dituntut bermobilitas tinggi.

Tuntutan mobilitas seperti ini tentu berlawanan dengan ketentuan pemerintah yang menyarankan tidak beraktifitas di jalan atau kantor, tapi tetap berada di rumah. 

Saran ini memang tidak menjadi masalah bagi para karyawan formal, tapi bagi yang bekerja di sektor informal seperti pedagang kaki lima, teknisi bengkel, sektor pariwisata (hotel, rental mobil dan motor, pengelola tempat pariwisata, guide, pengusaha homestay) , transportasi ( travel, bus , mikrolet, tukang becak , bajaj dll), sektor kuliner (warung, restoran, bar, caf, toko oleh oleh, catering rumah dan kantor), tukang becak, guru les privat dll.

Nah, kepentingan yang berlawanan itu (antara masyarakat dan pemerintah) tak pelak dibenturkan oleh beberapa pihak yang punya semangat untuk provokasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun