Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Rahasia Ayah

6 November 2021   18:30 Diperbarui: 3 Oktober 2022   06:08 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rahasia ayah (foto: rawpixel/freepik)

Tentang ayahku

Jika kau bertanya tentang siapa pahlawan dalam hidupku, dengan lantang akan kujawab, “ayahku”. Ya, ayahku adalah pahlawanku. Beliau adalah cinta pertamaku.

Ayahku bukan seorang penguasa. Pun beliau bukan seorang pengusaha. Ayahku seorang guru sekolah dasar yang biasa-biasa saja. Namun, bagiku beliau sangat luar biasa.

Aku bersekolah di sekolah tempat ayahku mengajar. Terdapat jenjang pendidikan dari TK hingga SMA. Selama 14 tahun, aku pergi dan pulang sekolah bersama ayahku.

Ayah memiliki sebuah mobil kecil yang digunakan untuk pergi dan pulang sekolah. Dalam perjalanan, kami saling bertukar cerita dan ayah membekaliku dengan nilai-nilai kehidupan.

O iya, ayah selalu bangun pagi-pagi untuk memasak. Beliau menyediakan sarapan dan bekal makan siang untuk dirinya sendiri, juga untuk ibu dan aku. Sore hari, ayah juga yang memasak untuk makan malam keluarga.

Hingga aku kuliah lalu lulus dan memasuki dunia kerja, kebiasaan ayah menyediakan sarapan, bekal makan siang, dan makan malam untuk seluruh keluarga tak pernah berubah.

Sebelum aku lupa, aku adalah anak tunggal. Keluargaku hanya terdiri dari ayah, ibu, dan aku. Setelah aku menikah sebulan yang lalu, kedua orangtuaku tinggal berdua.

Tentang ibuku  

Sejak kemarin pagi jasad ibuku terbujur kaku di dalam peti kayu berukuran setengah kali dua setengah meter. Jangan tanya bagaimana perasaanku. Aku tidak dapat mendeskripsikannya.

Hingga hari ibu mengantarku ke gerbang perkawinan, aku masih bertanya-tanya apakah beliau sungguh-sungguh mencintaiku. Apakah beliau sungguh-sungguh mencintai ayahku?

Ibuku selalu berangkat ke kantor sebelum aku bangun tidur. Pulang ke rumah menjelang jam makan malam, rutinitas ibu adalah mandi, makan, lalu menyiapkan obat untuk diminum ayah keesokan harinya. Setelah itu, beliau akan kembali menenggelamkan diri di depan komputernya.

O iya, rutinitas menyiapkan obat untuk ayah sudah dilakukan ibu sejak dua setengah tahun yang lalu. Dua setengah tahun yang lalu, ayah sempat dirawat di rumah sakit akibat komplikasi beberapa penyakit degeneratif.

Sejak saat itu, secara rutin ibu mendampingi ayah menjalani pemeriksaan laboratorium dan berkonsultasi dengan dokter. Sebulan sekali, ibu membeli obat yang harus dikonsumsi ayah. Setiap hari, ibu menyiapkan obat tersebut sesuai nasihat dokter.

Aku tahu bahwa ibu yang memenuhi sebagian besar kebutuhan keuangan keluarga kami. Apakah itu dapat dinilai sebagai wujud cinta ibu kepada suami dan anaknya?

Alih-alih memandangnya sebagai wujud cinta, melihat sikap ibu yang nyaris tanpa ekspresi, aku lebih menganggapnya sebagai wujud tanggung jawab dan komitmen.

Dua hari yang lalu, ibu tiba-tiba terjatuh di kamar mandi. Ayah langsung melarikannya ke rumah sakit. Kata dokter, ada pembuluh darah otak yang pecah. Hanya satu malam dirawat di ICU, ibuku tertidur untuk selamanya.

Entah mengapa, aku tidak dapat menangis. Tidak ada rasa sedih, tidak ada rasa kehilangan, tidak ada rasa penyesalan, tidak ada rasa …

Tentang sebuah diska lepas di kotak rosario

Kemarin siang, untuk pertama kalinya aku membuka sebuah laci di kamar orangtuaku. Di dalam laci tersebut, ibuku menyimpan semua rosario koleksinya.

Ayah memintaku memilih rosario yang akan kami pakaikan kepada jasad ibu. Saat aku membuka laci, sebuah kotak beludru bertuliskan namaku menarik perhatianku.

Penasaran, aku membuka kotak itu. Ternyata isinya adalah sebuah diska lepas. Sepertinya, di dalam diska lepas itu ibu menyimpan pesan untukku.

Sekarang, di rumah duka yang sepi ini, aku mulai membuka diska lepas itu dan melihat isinya. Ibu mengatur isi diska menjadi beberapa folder sehingga memudahkan aku membaca.

Aku membuka folder “Perjalanan” yang ternyata hanya berisi satu fail dengan judul yang sama. Bagian awal fail tersebut membawaku meluncur ke masa kecilku. Ibu menggambarkan dengan rinci pengalaman dan perasaannya sejak Tuhan meletakkan aku ke dalam rahimnya.

Itu adalah dua puluh sembilan tahun yang lalu. Membaca catatan ibu, seperti membaca sebuah novel.

Terkadang aku tersenyum sendiri dan terkadang aku merasa mataku tiba-tiba basah. Seperti ketika aku membaca kutipan ini.

Belum lama kami merayakan lima belas tahun usia perkawinan kami. Permata hati kami akan segera masuk SMA.

Aku berusaha bekerja lebih keras. Aku ingin buah hatiku mendapatkan pendidikan terbaik. Tentu saja ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Menyadari usiaku yang sudah di atas 40 tahun dan keterbatasan kemampuanku dalam hal-hal tertentu, aku berusaha memberikan yang terbaik bagi pekerjaanku agar aku dapat mempertahankannya.

Komitmen itu membuatku sering bekerja lembur untuk menyelesaikan pekerjaan. Aku begitu sibuk hingga pada suatu pagi, sebuah surel dengan alamat pengirim “dari suamimu tercinta” menyentakku ketika kubuka komputer di kantor.

Surel itu berisi caci maki terhadapku dan tuduhan bahwa aku selingkuh dengan atasanku, serta ancaman bahwa rumah tangga kami akan bubar jika aku tidak mau berubah.  

Aku mengerjapkan mataku yang basah. Aku ingat, saat itu aku baru lulus SMP. Pada hari ibu menerima surel tersebut, beliau pulang kerja lebih awal dan bertengkar hebat dengan ayahku.

Ayahku tidak mengaku sebagai pengirim surel itu. Tentu saja aku percaya alibi ayah. Menurut ayah, mungkin saja surel itu dikirim oleh kolega yang tidak senang kepada ibu.

Pertengkaran tersebut berakhir dengan ibu mengurangi frekuensi lembur. Sebagai gantinya, ibu jadi sering membawa pulang pekerjaan ke rumah. Aku lanjutkan membaca kisah ibu, hingga kutipan di bawah ini menarikku kembali ke masa lalu lagi.

Kami belum lama kembali dari liburan ke luar kota. Acara tersebut diadakan oleh sekolah tempat suamiku mengajar. Di sana aku menyadari, ada orang lain yang lebih istimewa baginya dibanding diriku.

Usia perempuan itu setahun lebih tua dari usiaku. Dia belum menikah. Dalam setiap acara makan bersama, dia selalu berusaha duduk semeja dengan kami, entah bersebelahan atau berseberangan dengan suamiku.

Aku ingat, peristiwa itu terjadi sekitar sembilan tahun yang lalu. Aku sudah kuliah pada saat itu. Kembali dari liburan, pada suatu hari, ibu masuk ke kamarku dan memperlihatkan sebuah foto di ponselnya.

“Kamu kenal orang ini?” tanya ibu.

“Aku tahu sih, ini guru SMA di sekolah papa. Kenapa, Ma?”

“Gapapa, sepertinya dia sangat dekat dengan papa kamu, ya? Apakah mereka punya hubungan spesial?”

“Ah, Mama. Jangan aneh-aneh, deh. Papa gak mungkin macem-macem!”

Mendengar jawabanku yang ketus, ibuku menghela nafas panjang lalu melangkah keluar dari kamarku tanpa mengeluarkan satu patah kata pun.

Setelah itu, selama sembilan tahun bahtera rumah tangga ayah dan ibu tampak tenang-tenang saja dari luar. Mereka hampir tidak pernah bertengkar. Namun, sering aku melihat mereka saling mendiamkan. Lama-lama, aku memandangnya sebagai sesuatu yang biasa.

Selanjutnya aku membuka folder “Keuangan”. Ada sebuah fail berjudul “untuk anakku”. Lalu dua buah folder berjudul “Catatan keuangan” dan “Polis asuransi”.

Aku buka fail “untuk anakku” dan mulai membaca.

Anakku, saat kau membaca ini, mama sudah dalam perjalanan pulang menuju keabadian. Mama selalu meminta kepada Tuhan agar membawa mama pulang dengan cara yang tidak menyusahkan maupun membebani kamu dan papa.

Folder “Polis asuransi” adalah pindaian dari seluruh polis asuransi yang mama beli. Sebagian besar merupakan gabungan asuransi jiwa dan investasi. Ikuti saja proses pencairannya.

Kamu adalah ahli waris tunggal. Mama hanya minta tolong, investasikan seluruh dana yang kamu peroleh dari perusahaan asuransi dalam instrumen yang aman dan memberi hasil tetap setiap bulan. 

Semoga hasil bulanan ini cukup untuk biaya pengobatan rutin papa. Setelah papa menyusul mama, kamu bebas memutuskan apa yang akan kamu lakukan terhadap dana itu.

Soal tempat tinggal papa setelah mama tiada, diskusikanlah baik-baik dengan beliau. Jika papa berkenan tinggal di “senior living”, mama sudah menyiapkan deposito dan investasi yang hasil bulanannya cukup untuk membayar biaya kamar yang paling sederhana di kompleks yang pernah kami kunjungi.

Jika papa ingin tinggal di rumah sendiri, mungkin perlu sedikit renovasi. Deposito dan investasi ini dapat kamu cairkan untuk membantu biaya renovasi rumah. Kode akses "internet banking" dan nomor kontak "Relationship Manager" yang menangani akun-akun mama, semua sudah mama catat dengan lengkap dalam fail "catatan keuangan".

Sepanjang hidupmu bersama mama, mama mengenalmu sebagai “daddy’s girl”. Mama percaya kamu akan selalu menjaga papa dengan baik. Sampai berjumpa di pintu surga.

Tentang sebuah pemandangan di rumah duka 

Dengan wajah berurai air mata, aku mematikan komputer di atas meja. Kuusap air mataku dengan tangan, lalu berdiri hendak mencari ayah. Aku tak menduga, dalam diamnya, seumur hidup, ibu ternyata hanya memikirkan kebutuhan ayah dan aku.

Di sana, di depan peti jenazah ibu, sebuah pemandangan membuat aku nyaris pingsan. Seorang perempuan sebaya ibu, guru SMA di sekolah ayah yang pernah ibu tanyakan kepadaku, sedang memeluk ayah.

Aku melihat ayah menangis dalam pelukan perempuan itu. Aku membaca sesuatu dalam bahasa tubuh mereka. Sebuah pertanyaan ibu yang kujawab dengan ketus sembilan tahun yang lalu, kembali terngiang di telingaku. “Sepertinya dia sangat dekat dengan papa kamu, ya? Apakah mereka punya hubungan spesial?

Jakarta, 06 November 2021

Dianggit oleh Daddy's girl untuk Inspirasiana

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021

Dokumentasi Rumah Pena Inspirasi Sahabat
Dokumentasi Rumah Pena Inspirasi Sahabat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun