Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apapun Itu akan Terbiasa

3 Januari 2021   07:58 Diperbarui: 3 Januari 2021   07:59 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan wajah loyo tak bergairah seorang pemuda mendatangi Nasrudin Hoja meminta petunjuk. Karena Nasrudin memang dikenal sebagai orang yang bijak dan banyak akal. 

Pemuda ini baru kehilangan seluruh harta peninggalan orangtuanya yang belum lama meninggal akibat hidup berfoya-foya. Setelah hartanya habis teman-temannya pun satu per satu meninggalkannya. 

"Tolong katakan bagaimana nasibku selanjutnya, Tuan?" sungut pemuda itu. 

"Tenang, anak muda. Semua akan baik-baik saja. Beberapa hari lagi kau akan merasa bahagia," sahut Nasrudin. 

Mendengar perkataan Nasrudin wajah pemuda itu langsung cerah. "Saya akan segera kaya kembali, Tuan?" 

Nasrudin cepat-cepat menjelaskan, "Bukan itu. Maksudku, tidak berapa lama lagi  engkau akan bahagia terbiasa hidup miskin dan tidak punya teman."

Benarlah  orang bijak mengatakan bahwa hidup akan baik-baik saja apabila kita sudah terbiasa menjalani hal yang baru. Walaupun itu adalah  dalam kesulitan atau hal yang tidak menyenangkan. Mungkin hanya awalnya kita takut dan merasa tidak nyaman. 

Namanya belum terbiasa pasti ada rasa canggung dan selalu membandingkan kondisi sebelumnya. Berkeluh kesah. Akhirnya kita akan sadar juga bahwa  kondisi sudah berbeda. Tidak ada pilihan, selain pilihan terbaik memang harus mau menjalani dengan suka dan rela. 

Seperti cerita pemuda kaya di awal tulisan ini. Cerdik sekali Nasrudin memberikan nasihat, sekaligus untuk menyadarkan  si pemuda. 

Ketika jatuh miskin rasanya memang berat dan menyakitkan. Tentu saja sangat membuat susah hati pula. Namun apa daya nasib sudah berubah. Mau menyesali pun tiada guna sama sekali. 

Jadi, lebih baik menerima kenyataan yang sudah ada daripada sibuk menyesali yang justru akan menambah beban penderitaan. Menerima dengan lapang dada itu pilihan realistis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun