Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sari: Luruh

26 Desember 2020   18:01 Diperbarui: 26 Desember 2020   18:00 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.pixabay.com

Beban mulai terasa begitu berat, ketika waktunya tiba Sari bergegas pergi, pulang ke kampung halamannya. Sari pulang naik transporasi umum kesukaanya yaitu kereta api. Tepat jam 2 siang, suara peluit berbunyi diiringi suara gesekan dari tiap pintu kereta, asap mulai mengepul dan kereta perlahan-lahan mulai berjalan maju kedepan.

Kebetulan, Sari menaiki kereta lokal yang bebas memilih bangku sendiri. Sari suka memilih bangku di sudut pojok dekat pintu kereta. Sari begitu menikmati perjalanannya, hingga terlintas pikiran yang menganggu di benaknya. Ketika pikiran di benaknya tidak sanggup ia bendung, ia sesegera mungkin mengambil buku diary yang selalu siap di tasnya dan mengungkapkan apa yang dia rasakan lewat tulisannya.

Semoga lewat tulisan ini diriku bisa memutus rantai perasaan itu pada dirimu. Diriku akan berkata jujur untuk mengungkapkan kegundahanku.

Kuharap dirimu tidak akan pernah tahu tulisan tertuju untuk dirimu. Tulisan ini semoga hanya angin lalu saja bagi dirimu, sekalipun kebetulan dirimu membaca tulisan ini.

Ya, terima kasih sudah hadir mewarnai hidupku. Penuh syukur ketika diriku tahu dan mengenal siapa sosok dirimu. Salut, luarbiasa. Aku begitu kagum dengan dirimu. Dirimu salah satu sosok inspiratif dan memotivasi diriku.

Jangan patah semangat dan tetap percaya diri untuk terus berkarya melampaui zona nyaman. Jangan lengah untuk tetap menebarkan kebaikan dan cinta untuk semua orang lewat sebuah karya.

Beruntung sekali diriku dekat dengan dirimu.

Aku berharap semoga dirimu selalu sehat, baik-baik saja, dan kuat untuk mengatasi hiruk pikuk kepelikan dari kehidupan ini.

Aku berharap dirimu mampu rela berkorban menertawakan diri sendiri untuk menghibur orang lain.

Waktu yang sangat singkat bagiku untuk memulai percakapan dan membangun kedalaman emosi antara aku dan dirimu. Tidak terasa, sudah banyak kisah yang menjadi kenangan manis kita lalui bersama-sama tanpa kita sadari. 

Bermain bersama rintihan hujan, bermain dengan hangatnya suasana malam, bermain dengan teriknya sinar matahari, bermain dengan senandung kicauan burung, tertawa riang, bercanda, tangis, bahagia kuluapkan semuanya di depan dirimu.

Beberapa kenangan itu menimbulkan bekas yang tak kunjung usai sehingga memicu penantian dan ekspektasi diriku. Ya, membuat potensi jatuh hati itu muncul. Sempat tidak merasakan apa --apa, tetapi ketika tekanan berat menghadap diriku, aku pun menyerah. Hatiku terkoyak.

Aku tidak menyalahkan siapapun, perihal kita berkisah itu terjadi seperti air mengalir. Namun, sayangnya diriku masih ragu air itu akan bermuara kemana?

Diriku takut hingga tak membiarkan air itu mengalir terus berlarut-larut. Takut, jikalau air tersebut bisa secara tiba-tiba menjadi badai yang bisa memporakporandakan tebing-tebing pagar di dalam diriku.

Hingga air itu akhirnya mengalir dengan tenang meninggalkan diri tanpa jejak. Diriku pasti akan merasa tumbang. Merasa kosong dan kehilangan percikan-percikan hangat yang datang perlahan menghantuiku. Aku merasa terisak dan akan menolak.

Maka, lebih baik sebelum waktu terlambat, aku akan mengubur perasaan ini dalam-dalam. Bagi diriku, rasionalitas harus lebih dominan dari pada rasa, agar diriku mampu keluar dari zona nyaman.

"Ya, persetan dengan rasa. Sudah tidak sanggup untuk mempercayai siapa pun. Menggali kedalaman akan sebuah hubungan. Ketika diriku merasa resah akan dipatahkan sebuah harapan."  

Di sisi lain, aku sadar ketidakpantasan aku bercita-cita lebih membangun relasi dengan dirimu. Di situlah kepercayaan diriku mulai pudar.

Diriku mulai menciptakan sekat sekokoh baja agar berusaha menahan sesak ketika dirimu datang menghampiri dan mendekapku kembali. Kehangatan itu membuat hatiku luluh kembali.

Baik datang membawa sebuah hadiah yang istimewa bagiku berupa kasih sayang, perhatian yang tulus sehingga membuat diriku terikat akan dirimu.

"Arghh.....tidak boleh! Stop! Tidak boleh! Tidak boleh menembus batas pagar diri kukembali."

Kau begitu baik terhadap diriku yang lemah ini. Kau mampu menghancurkan hatiku seperti batu dan melunakkan perasaan ini. Terima kasih, dirimu sudah hadir berperan sebagai sosok yang mengayomi dan melindungi diriku.

Sesederhana itu aku dapat merasakan usaha dirimu untuk berusaha menjadi pelipur lara bagiku.

"TIDAK!!!! Jangan hanya karena rasa iba dan kasihan kau berempati denganku. Tidak! Aku tidak sanggup, jangan mendekat, jangan semakin mendekat!!"

Namun, aku tetap merasa tidak percaya diri. Aku merasa hanya bisa menjadi pengagum rahasiamu saja.  Pikiranku memuncak tumpat padat, menyadari kegetiran jikalau aku mengungkapkan perasaan ini kepada dirimu.

"Ya, lebih baik seperti ini saja, diriku takut jikalau hubungan yang sudah kita bangun sirna karena rasa kerisihanmu. Akhirnya kamu berjalan mundur. Aku semakin tidak sanggup menahan amarah."

Walaupun sebenarnya kalau boleh jujur, diriku sedang butuh penopang. Diriku kalut, banyak muatan emosi yang tidak tersampaikan kepada dirimu. 

"Aku segan untuk menghadapi dan mengakuinya. Aku malu. Tidak! Tidak! Otakku rancu. Aku buntu! Pikiran terus menggerogoti jiwa dan ragaku, tak mentoleransi apa pun itu."

Hingga aku merasa mabuk kepayang tak sadarkan diri.

24 Desember 2020

Begitulah curahan hati Sari saat itu. Pergolakan batin yang begitu kuat membuat ia kesulitan mengambil langkah untuk berjalan kedepan. Dirinya terus tergerus rasa keraguan seperti ombak, apalagi perihal suatu hubungan asmara. Ia begitu takut untuk memulainya.

Lantas bagaimana kisah Sari selanjutnya? Siapa Sari itu, dan siapakah orang yang bisa membuat Sari jatuh hati?

Ditulis oleh Ayu Diva Yulita untuk Inspirasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun