Mohon tunggu...
INS Saputra
INS Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Profesional IT, praktisi, pengamat.

Profesional IT, praktisi, pengamat.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Solusi Pilkada di Tengah Pandemi

20 Oktober 2020   06:49 Diperbarui: 21 Oktober 2020   00:17 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 (banten.tribunnews.com)

Pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, sementara bulan Desember, bulan dimana Pemilukada atau Pilkada serentak akan diselenggarakan semakin dekat. Berbagai kritik, pendapat, masukan, dan saran masyarakat terhadap rencana Pilkada serentak di penghujung tahun 2020 ini gencar ditujukan kepada pemerintah.

Namun pemerintah bergeming menyikapi saran agar Pilkada ditunda sampai virus Corona mereda. Salah satu alasan pemerintah adalah tak ada satu pun lembaga, institusi atau ahli yang dapat memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir.

Lalu apa saran solutif yang bisa diberikan untuk menjadi pertimbangan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya (DPR, DPRD, KPU, KPUD, Bawaslu dan DKPP) jika Pilkada serentak yang diikuti 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota ini tetap digelar tanggal 9 Desember tahun ini?

Dengan beberapa analisis dan pertimbangan, penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut:

1. Pilkada Daring

Kenapa Pilkada daring?

Jika sekolah SD sampai perguruan tinggi bisa sekolah online (PJJ) kenapa Pilkada tidak?

Dengan berkembangnya ICT (Information and Communication Technology) segala sesuatunya sangat mungkin dilakukan secara online atau daring (dalam jaringan).

Di masa pandemi ini hampir semua kegiatan dapat dilakukan secara online, seperti bekerja dari rumah secara online (work from home), rapat secara online (virtual meeting), seminar secara online (webinar), ujian online, wisuda online, bahkan periksa dokter dan sidang pengadilan pun dapat dilakukan secara online.

Untuk apa semuanya itu dilakukan?

Semua dilakukan dengan satu tujuan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang dapat dengan mudah berkembang di tengah kerumunan dan pertemuan tatap muka tanpa menjaga jarak yang aman.

Kembali ke Pilkada daring, jika memang bisa diimplementasikan bagaimana kira-kira mekanismenya?

Pilkada daring ini meskipun sama-sama menggunakan teknologi informasi, tidaklah sama dengan pemilu atau pilkada elektronik (e-Voting). Konsep e-Voting, pemilih tetap datang ke TPS namun surat suara diganti dengan layar sentuh. Pemilih cukup menyentuh gambar calon kepala daerahnya seperti halnya menyentuh layar pada smartphone lalu pilihannya akan direkapitulasi secara otomatis dan dikirim ke server KPUD. Di masa pandemi ini penggunaan perangkat secara bersama-sama tentu dihindari karena berpotensi menyebarkan Covid-19. Sementara untuk Pilkada daring konsepnya hampir sama dengan sistem e-learning pada sekolah dimana pemilih diberikan situs atau link tertentu untuk menyalurkan hak suaranya menggunakan handphone/smartphone, laptop, tablet, desktop atau gadget lainnya. Tentunya disarankan untuk tidak menggunakan link gratis dari layanan multi-platform Google (seperti Google Form, Google Drive, dll.). Penyelenggara Pilkada dapat menggunakan situs resmi prov/kab/kota.kpu.go.id (contoh kota-depok.kpu.go.id atau kab-banyuwangi.go.id) untuk sarana atau media pemungutan suara. 

Pemilih yang akan menyalurkan aspirasinya harus benar-benar terdaftar di DPT terbaru. NIK adalah nomor unik yang bisa dijadikan sebagai username pemilih. Otentikasi dapat dilakukan menggunakan OTP (One Time Password) yang akan dikirimkan ke nomor handphone yang telah terdaftar pada sistem dukcapil saat melakukan registrasi nomor seluler. Jika menggunakan nomor pasca bayar atau nomor telepon berubah, update nomor telepon dapat disediakan pada situs tersebut dengan verifikasi menggunakan NIK dan foto KTP disertai pemiliknya. 

Masalah keamanan informasi serahkan saja ke ahlinya karena transaksi perbankan melalui internet saja saat ini sudah bisa secure maka seharusnya pemungutan suara online juga bisa dijamin keamanan dan kerahasiaan informasinya. Jika ada kendala jaringan internet/seluler yang kurang mamadai, maka Pilkada bisa dilakukan secara asimetris, sebagian daring dan sebagian lainnya menggunakan cara konvensional datang ke TPS. Paling tidak solusi ini dapat mengurangi kerumunan massa pemilih.

Terkait Pilkada daring ini, ketua KPU Arief Budiman beberapa waktu lalu pernah mengatakan bahwa kita jangan menghilangkan kultur pemungutan suara langsung. Dalam konteks pemilihan umum, yang dimaksud dengan langsung adalah pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai keinginan sendiri tanpa perantara atau tanpa melalui lembaga perwakilan (DPR/DPRD). Asas langsung tidak dapat dimaknai secara sempit bahwa pemilih harus datang sendiri secara langsung ke TPS. Menurut penulis, pemilih dapat juga memanfaatkan teknologi informasi untuk menyalurkan aspirasinya dan ini tidak bertentangan dengan asas pemilu langsung. Pemilih datang langsung ke TPS atau menggunakan bantuan teknologi informasi hanya masalah teknis pelaksanaan. 

2. Pilkada Menggunakan Pos

Jika solusi Pilkada daring belum memungkinkan dengan berbagai alasan, Pilkada juga dapat dilakukan dengan mengirimkan surat suara menggunakan pos ke KPUD setempat (dengan asumsi perhitungan suara dilakukan di KPUD). Sebagian WNI di luar negeri telah menggunakan cara ini untuk beberapa kasus seperti jarak TPS terlalu jauh atau kondisi pemilih yang tidak memungkinkan datang ke TPS. 

Karena pemilu kali ini bersifat lokal (daerah) maka pengiriman surat suara yang sudah dicoblos melalui pos relatif lebih cepat sampai ke tujuan. Mekanismenya, pemilih datang ke kantor pos terdekat dan memasukkan kertas suaranya yang ke tempat yang sudah disediakan di kantor seperti bus surat. Semua biaya pengiriman surat suara lewat pos akan ditanggung KPUD. 

Untuk menjamin kerahasiaan, tentunya surat suara dimasukkan ke dalam amplop. Untuk menghindari kerumunan di kantor pos, pemilih tidak diperkenankan berlama-lama di kantor pos. Masalahnya mungkin perhitungan suara baru bisa dilakukan pada hari H+1. Peraturan KPU atau bahkan UU Pilkada harus disesuaikan agar pemungutan suara dapat dilakukan keesokan harinya, karena dalam prakteknya pun pada pemilu 2019 lalu ada beberapa TPS yang masih melakukan perhitungan suara hingga pukul 02.00 keesokan harinya.

Seperti halnya solusi pertama, solusi kedua ini juga bisa dilakukan secara asimetris/kombinasi. Pemilih yang memiliki jaringan internet di rumahnya dapat memfoto surat suara dan mengirimkannya menggunakan e-mail ke alamat resmi KPUD setempat. Agar tidak menggunakan e-mail publik seperti gmail, yahoo, dll., pemilih yang ingin menyampaikan aspirasinya menggunakan e-mail akan diberikan akun email resmi dengan format NIK@prov/kab/kota.kpu.go.id (contoh 5171033112800123@kota-denpasar.kpu.go.id) setelah melakukan registrasi singkat. 

Untuk menjamin kerahasiaan pilihan pengirim/pemilih, sistem e-mail akan diatur sedemikian hingga nama pengirim e-mail akan disembunyikan by system. Untuk pengembangan ke depan, jika dapat diverifikasi dan datanya aman (tidak dapat diintersepsi) pemilih juga bisa mengirimkan pilihannya menggunakan aplikasi perpesanan WhatsApp, Telegram, dll.

3. Pilkada Jemput Bola

Jika kerumunan massa di TPS berpotensi menyebarkan Covid-19 maka sebaiknya calon pemilih tetap tinggal di rumah dan petugas TPS (dengan protokol kesehatan yang amat ketat) melakukan jemput bola ke rumah-rumah warga pemilih. Tentunya dibutuhkan petugas TPS yang cukup banyak. KPPS dapat bekerja sama dengan pengurus RT/RW setempat  untuk mendatangi rumah-rumah warga. 

Jika jarak rumah warga cukup jauh, penyelenggara Pilkada dapat bekerja sama dengan ojek online (Gojek, Grab) untuk membawa kotak suara dari TPS  dan mengumpulkan surat suara dari warga pemilih. Tentunya setiap driver ojek online harus menandatangani semacam surat pernyataan menjaga keamanan dan kerahasiaan pilihan warga. 

Dengan prinsip dari warga untuk warga, pemanfaatan transportasi online ini juga dapat menggerakkan ekonomi masyarakat, utamanya para driver ojek online di tengah menurunnya penumpang di masa pandemi ini. Seperti mengirim surat suara menggunakan pos yang gratis, biaya ojek online juga ditanggung oleh KPUD setempat.

4. Pilkada Menggunakan Drop Box

Untuk menghindari kerumunan massa pemilih, idealnya jumlah TPS diperbanyak sehingga 1 TPS maksumum untuk 20 pemilih. Namun karena biaya pengadaan TPS dan sarana penunjangnya cukup besar, maka yang bisa dilakukan adalah mengganti TPS dengan drop box (seperti drop box SPT Pajak sebelum pelaporan pajak secara online). Drop box dapat ditempatkan di rumah ketua RT setempat. 

Surat suara yang telah berisi pilihan warga dimasukkan ke amplop kemudian warga (cukup kepala keluarga) membawanya ke rumah ketua RT untuk dimasukkan ke dalam drop box. 

Setelah tenggat waktu pemilihan (misalnya pukul 13.00), drop box yang sudah berisi pilihan warga bisa diantarkan oleh ketua RT ke KPUD setempat (asumsi perhitungan suara dilakukan di KPUD setempat) atau seperti solusi Pilkada Jemput Bola, KPUD dapat menggunakan fasilitas transportasi online (ojek online) untuk mengambil drop box di rumah ketua RT untuk selanjutnya dibawa ke kantor KPUD dengan biaya ditanggung KPUD setempat.

Karena dalam drop box mengandung informasi yang bersifat rahasia maka baik ketua RT maupun driver ojek online harus memiliki komitmen yang tinggi untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan pilihan warga. Semua pengambilan dan pengiriman drop box harus dicatat dengan baik untuk memudahkan penelusuran dan pelacakan (tracing dan tracking) jika di kemudian hari ditemukan kasus drop box hilang atau tidak sampai ke KPUD.

Demikian empat alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan untuk pelaksanaan Pilkada serentak Desember 2020 di tengah pandemi Covid-19, jika Pilkada ini sama sekali tidak bisa ditunda. 

Namun, apa pun pilihannya, baik konvensional mapun terobosan (breakthrough), kita semua tetap harus menerapkan protokol kesehatan secara disiplin dan ketat. Selalu menggunakan masker, menjaga jarak aman dan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir ada cara untuk mengurangi penyebaran Covid-19 ini. Jangan sampai apa yang diprediksikan sebagian orang bahwa akan ada kluster Pilkada menjadi kenyataan. Cukuplah Covid-19 di Indonesia terjadi hanya di tahun 2020. Tahun 2021 akan menjadi tahun kebangkitan kembali ekonomi kita dengan pulihnya kesehatan warga. Kesehatan Pulih, Ekonomi Bangkit!  (ins.saputra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun