Mohon tunggu...
INS Saputra
INS Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Profesional IT, praktisi, pengamat.

Profesional IT, praktisi, pengamat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Solusi Politik Biaya Tinggi

18 Januari 2018   16:40 Diperbarui: 20 Januari 2018   09:03 2157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: setkab.go.id

Setelah kasus upeti atau imbalan politik (sengaja saya tidak menggunakan istilah mahar politik) muncul ke permukaan, banyak kalangan menilai bahwa akar masalah dari kasus ini adalah sistem pemilu langsung yang mahal atau high cost.

Benarkah demikian?

Sebenarnya sistem pemilu langsung yang digunakan saat ini tujuannya baik, yakni untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki legitimasi dan kepercayaan penuh dari rakyat karena pada hakikatnya demokrasi adalah kekuasaan ada di tangan rakyat. Apalagi sistem pemilihan sebelumnya yang melalui lembaga perwakilan sangat kental dengan nuansa politik uang  dan politik transaksional.

Namun dalam prakteknya yang terjadi justru sebaliknya. Dalam pemilihan langsung kepala daerah meskipun beberapa menghasilkan kepala daerah yang memiliki integritas dan kinerja yang bagus namun tidak sedikit pula yang menghasilkan pemimpin-pemimpin yang koruptif. 

Dikutip dari situs https://acch.kpk.go.id, jumlah kepala daerah yang melakukan tindak pidana korupsi sejak tahun 2004 hingga 30 November 2017 mencapai 87 orang dengan perincian 18 orang gubernur dan sisanya 69 orang bupati/wali kota beserta wakilnya. Bahkan sumber lain menyatakan bahwa dari kurun waktu tahun 2004 hingga akhir tahun 2017 jumlahnya mencapai 90 orang kepala daerah, dengan perincian 18 orang gubernur dan 72 orang bupati/wali kota beserta wakilnya.

Fenomena ini sebenarnya bukan sesuatu yang aneh. Bagaimana tidak melakukan korupsi (meskipun ini bukan justifikasi) jika untuk menjadi gubernur seorang calon gubernur harus menyiapkan uang Rp. 300 M sebagai "dana pemenangan".  Jika seorang gubernur menjabat 1 periode atau 5 tahun, ini sama saja dengan ia harus mendapatkan uang sebesar Rp. 5 M per bulan untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkannya saat pencalonan gubernur. Kita semua tahu bahwa gaji resmi seorang gubernur paling besar hanya puluhan juta rupiah per bulan sudah termasuk semua tunjangan.

Solusi

Sebelum membahas solusi untuk mengatasi biaya politik yang tinggi dari sistem yang ada sekarang, ada baiknya kita mengetahui cara-cara pemilihan pejabat publik yang lazim digunakan yang diadopsi dari pemilihan hakim di Amerika:

1. Penujukan secara politis  (political appointee), contohnya presiden menunjuk seorang menteri (oleh karena itu jabatan menteri disebut sebagai jabatan politis) atau presiden menunjuk kepala lembaga pemerintahan non kementerian (Kepala Basarnas, BNN, LIPI, BSSN, dll.).

2. Pemilihan yang tidak melibatkan partai politik (nonpartisan election), contohnya pemilihan calon kepala daerah yang hanya diikuti oleh calon perseorangan yang tidak berafiliasi dengan partai politik (sering disebut calon independen) atau pemilihan Ketua MA oleh semua (anggota) hakim agung berdasarkan voting atau pemungutan suara terbanyak.

3. Pemilihan yang melibatkan partai politik (partisan election), contohnya pemilihan (paket) ketua DPR oleh anggota DPR yang merupakan perpanjangan tangan partai politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun