Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hadiah Pernikahan di Tengah Relung Krisis Respek

6 Februari 2023   05:19 Diperbarui: 6 Februari 2023   20:32 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuan pesta keluarga dari kedua belah pihak tentu saja mempersiapkan pesta secara luar biasa. Bagaimana tidak, coba bayangkan untuk suatu pesta keluarga minimal mempersiapkan sapi 2-3 ekor sapi dan jenis binatang lainnya.

Biaya yang pasti ada tentu saja, biaya tenda yang sudah jadi, Satu kotak berapa harganya, tapi ada juga yang satu paket tenda, dekorasi dan sound system, kurang lebih seharga 5 juta.

Biaya peminjaman kursi, anggota koor dan tenaga pelayan. Belum lagi, biaya minuman dan lainnya sebagainya. Sudah dapat dipastikan bahwa biaya pesta pernikahan membutuhkan biaya minimal 30 juta untuk di kampung atau bisa juga lebih dari itu.

Pada hari pernikahan, tampak undangan yang hadir hampir tidak bisa dihitung dengan jari, soalnya tamu yang tidak diundang pun merasa punya hak untuk hadir.

Itulah budaya hidup persaudaraan yang lucu, tapi menarik dari sisi solidaritasnya yang unik. Sayangnya bahwa segi jumlah yang banyak itu, tidak bisa sama sekali berimbang dengan pemasukan nantinya.

Pernah terjadi bahwa hadiah pernikahan dalam bentuk uang cuma 2 juta rupiah, padahal berapa pengeluarannya. Ya, mungkin 30-40 juta. Orang Flores biasa bilang, "Aduh mama, bandar hancur."

Pertama mendengar cerita itu di bulan Agustus 2022 lalu, saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Beberapa orang kampung di sana mengatakan begini, "Oh itu biasa, yang penting itu meriah. Kami bisa menari sampai siang, minum sampai mabuk berputar-putar, tak peduli tua atau muda, yang penting "bento" kita goyang sampai pagi."

Ya, dilema banget. Mau mengeluh kenapa bisa begitu. Ya, mereka sebenarnya sudah tahu konteks pesta di sana seperti itu. Tuan pesta tidak akan memperoleh untungnya. Tapi, mereka tetap saja buat pesta.

Itulah soalnya, yang bagi kami di sana sangat penting, "gengsi bung". Gengsi sosial itu begitu kuat, sehingga tuan pesta setelah itu babak belur, utang sana sini.

Tamu undangan dan tamu yang tidak diundang datang bawa amplop tapi isinya 1000, 2000, 5000, syukur-syukur 10.000 rupiah. Keluarga dekat mungkin 50.000, bagi yang ancang-ancang caleg mungkin 100-250.000 rupiah.

Itulah hasil survei kecil saat liburan kali lalu. Saya merasakan betapa besarnya pergeseran kebiasaan itu terjadi. Hadiah pernikahan untuk pengantin baru di Flores mungkin harus siap-siap menuai kekecewaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun