Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Radio Formiga Flores Timur Lembata dan Kenangan Pastoral Tanpa Status Sosial

8 Desember 2022   20:28 Diperbarui: 11 Desember 2022   10:56 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Radio (Sumber: bonnontawat via kids.grid.id)

Umumnya setelah sampai tujuan mereka bertanya, "berapa harga ojek". Saya menjawab, "Terserah saja Pak atau Bu." Jawaban itu ternyata membuat mereka kasihan. Harga yang semestinya cuma 5000 rupiah, kadang mereka beri 10.000. 

Tapi, saya dengan jujur menawarkan apakah mungkin besoknya saya menjemput dan mengantar lagi. Komunikasi mulai terbangun, hingga kami bisa berbagi nomor HP. Ya, sebuah perkenalan singkat dan santai mulai terjadi. Saya selalu berusaha tepat waktu sesuai pesanan untuk menjemput dan mengantar ke kantor mereka. 

Komunikasi basa basi, tetapi perlahan-lahan membekas di hati hingga sampai pada kesan orang baik dan ramah menyapa pelanggan. 

Dalam beberapa hari, saya sudah punya beberapa nomor baru yang sudah punya jam pasti menjemput dan mengantar. 

Ya, lumayan bukan, selain itu saya bisa duduk di rumah sambil ngobrol dengan orang lain, tentu saja menunggu dering HP, informasi jemputan. 

Langkah keempat, kejutan dari Radio Formiga

Rupanya pada masa itu, sebagian besar orang suka mendengar radio terutama pada sesi program request lagu. 

Setelah malam tiba sambil menghitung pemasukan untuk sehari, waktu itu hanya ada rasa syukur berlimpah dalam hati. 

Sebagai ucapan syukur itu, saya menyisihkan sedikit untuk request lagu-lagu bagi pelangganku hari itu. 

Bung Jacky, nama samaran pada saat itu. Tembang lagu pesanan dari Bung Jacky untuk pelanggan ojek terdengar begitu mengejutkan dan terasa begitu menghibur serta membanggakan. Ya, saya tidak menduga bahwa cara request lagu untuk pelanggan itu begitu menyenangkan.

Simpati pun datang menyapa dunia perjuangan saya sebagai tukang ojek kala itu. Meskipun demikian, saya merasa bahwa itu belum cukup. Saya harus membantu teman-teman ojek lainnya yang wawasannya belum ke situ. Gimana caranya?

Langkah kelima, berbagi cerita di sudut pasar Pada, Lembata

Satu minggu pertama saya sudah mengenal 8 teman ojek. Suatu hari kami berkumpul duduk santai di tenda pasar masyarakat yang jual tuak putih dengan lawar ikan kecil khas Lembata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun