Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Orang Menghubungkan Rambut Rontok dengan Kecerdasan Intelektual dan Spiritual?

25 Juni 2021   01:56 Diperbarui: 25 Juni 2021   06:02 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh membingungkan karena di Jerman orang yang setia duduk di bangku kuliah termasuk orang-orang tua yang sudah berusia 60 sampai 70 an ke atas, umumnya rambut rontok. Apakah semuanya adalah orang cerdas? Tentu tidak.

Sisi lain dari cerita konyol perkenalan itu, telah menjadikan kami akrab, bahkan jadi teman cerita. Pengalaman nyata itu hanya untuk mengatakan bahwa anggapan tentang orang berkepala botak atau orang yang rambutnya rontok itu tidak semuanya benar bahwa mereka adalah orang cerdas.

2. Lingkungan pergaulan orang yang mudah percaya tanpa dibuktikan dengan hasil penelitian

Lingkungan pergaulan masyarakat yang belum terbiasa dengan penelitian, data dan fakta akan sangat mudah percaya pada berbagai mitos dan omongan lepas di pinggir jalan.

Karena itu, alangkah anehnya jika sampai dengan saat ini, masih saja ada orang yang percaya bahwa ada hubungan antara rambut rontok dengan kecerdasan intelektual dan spiritual.

Meskipun demikian, fenomena rambut rontok di satu sisi dan anggapan sia-sia sebagian orang sebagai orang yang pintar, cerdas secara intelektual dan spiritual pada sisi yang lain itu sekaligus menjadi tantangan. 

Tantangan tentang sejauh mana para ilmuwan membuktikan secara ilmiah agar ranah perspektif "percaya begitu saja" diubah ke ranah pembuktian melalui basis penelitian atau riset lapangan.

3. Konteks kehidupan para pertapa dulu hingga pada tahun 1950-an

Kehidupan para pertapa padang gurun di Eropa dulu telah meninggalkan jejak tradisi, bahkan hingga tahun 1950 masih memiliki tradisi yang disebut dengan "Tonsura" atau tradisi pencukuran rambut pada bagian ubun-ubun hingga terlihat bundar dan botak.

Tradisi para pertapa atau bhiksu itu diyakini memiliki makna sebagai ungkapan pengabdian kepada Tuhan. Atau bahkan dalam konteks biksu di India, orang percaya bahwa mereka yang berkepala botak dengan mengenakan jubah berwarna kuning itu adalah pencari roh yang berusaha menjalani perintah Budha secara khusus.

Tradisi dan ritual kehidupan spiritual itu perlu dijelaskan agar orang tidak percaya begitu saja seakan-akan ada hubungan logis antara rambut rontok dengan kecerdasan intelektual dan spiritual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun