Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Orang Menghubungkan Rambut Rontok dengan Kecerdasan Intelektual dan Spiritual?

25 Juni 2021   01:56 Diperbarui: 25 Juni 2021   06:02 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan anggap otomatis bahwa semua orang berkepala botak itu sebagai orang cerdas secara intelektual dan spiritual. 

Rambut rontok dalam konteks kehidupan manusia modern ini tidak lagi menjadi misteri yang mudah dihubungkan secara rasional dengan hal-hal lainnya. Sama halnya dengan rambut beruban pun rupanya menjadi fenomena yang hadir hampir bersamaan dan mirip dalam pentas kemajuan zaman ini.

Saya ingat masa kecil antara tahun 1980-1990, pada waktu itu saya melihat seorang kakek yang berkepala botak. Rasa segan terasa sekali spontan muncul bersamaan dengan anggapan-anggapan seperti kakek itu seorang yang hebat dan punya banyak ilmunya.

Kemudian saya melihat juga guru sekolah dasar yang juga berkepala botak. Ia mengaku dengan tegas bahwa rambutnya rontok setelah ia menyelesaikan Sekolah Pendidikan Guru (SPG). 

Dalam lingkungan masyarakat pada waktu itu, orang hanya mengenal dua tipe orang botak, yakni seorang guru yang cerdas, pintar dan tipe seorang ketua adat atau kepala suku yang bijak, meskipun ia tidak pernah punya latar belakang pendidikan yang tinggi.

Dari latar konteks budaya itulah muncul ungkapan dalam bahasa daerah Ende seperti ini, "Ata uzu ndoke"  atau orang yang tidak punya rambut. Ungkapan adat dalam konteks budaya masyarakat Ende-Flores itu dipercaya begitu saja oleh masyarakat, bahwa orang yang uzu ndoke berarti orang cerdas secara intelektual maupun spiritual atau juga ia seorang yang bijaksana dalam konteks adat.

Ungkapan itu diterima begitu saja karena didukung oleh kenyataan bahwa kebanyakan guru-guru di sana tidak punya rambutnya atau rambutnya sudah rontok. Demikian juga tua-tua adat kebanyakan berkepala botak.

Konteks masyarakat adat rupanya lebih mudah untuk percaya pada anggapan-anggapan sehari-hari tanpa kajian ilmiah atau mencari tahu mengapa terjadi kerontokan rambut.

Belum lagi, kebanyakan orang tua punya petuah dengan nada dan harapan yang menggunakan tutur "uzu ndoke" , lengkapnya, "poto wozo seá ndena, sekolah dhu uzu ndoke" atau menikmati pendidikan sampai akhir atau puncak, sampai rambut-rambut rontok.

Dalam hal ini, sebagian orang percaya bahwa fenomena rambut rontok sejak dulu telah dihubungkan dengan perjuangan dan kelelahan menikmati pendidikan.

Pertanyaanya, apakah benar orang-orang berpendidikan itu berkepala botak? Tentu tidak bukan? Meskipun demikian, mengapa anggapan itu ada dan hidup dalam kepercayaan masyarakat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun