Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mau Menjadi Penengah Konflik, Jangan Lupa 2 Cara Ini

21 Mei 2021   22:08 Diperbarui: 21 Mei 2021   22:28 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penengah yang berjuang masuk ke dalam rumah untuk negosiasi: diambil dari de.wikihow.com

Apa jadinya jika punya niat sebagai mediator, tetapi hanya bisa pegang tangan salah satunya. Bahkan bukan cuma pegang tangan salah satunya saja, tetapi kita beri "batu" untuknya. 

Setiap orang dewasa pasti punya pengalaman menjadi seorang penengah bagi pihak lain yang sedang berselisih. Ulasan ini berangkat dari pengalaman pribadi menjadi penengah dalam konteks perselisihan sehari-hari. 

Ada 2 peristiwa yang memberikan saya suatu cara pandang tentang bagaimana menjadi seorang penengah yang bisa mendamaikan orang lain. 

Dari dua peristiwa itulah, saya belajar bukan dari teori yang pernah ditulis orang, tetapi dari peristiwa dan pengalaman terlibat langsung. 

Peristiwa pertama: perselisihan antara om dan keponakannya. 

Di sebuah kampung hidup berdampingan rumah antara om dan keponakannya yang sudah berkeluarga. 

Om itu sebut saja dengan nama om Marsel, sedangkan ponakannya sebut saja Tino. Tino karena sebagai tetangga, kadang-kadang berusaha mendengar omongan omnya Marsel. 

Namun, namanya dengar dari rumah sebelah, jadi kadang tidak jelas. Suatu waktu pada tahun 2010. Om Marsel marah-marah di rumahnya, gara-gara kambing masuk ke kebun dan memakan tanamannya. 

Tino memang punya kambing, karena tersinggung. Lalu, Tino keluar dari rumahnya dan berteriak sambil maki-maki. Kemudian, om Marsel yang mendengar Tino pun tersinggung. Keduanya bahkan beradu mulut, nyaris adu fisik. 

Saya mendengar suara ribut itu penasaran dan datang mendekati tempat kejadian. Ternyata om Marsel dan Tino sedang bertengkar. Kata hati saya, "biasa keduanya bukan cuma kali ini, tetapi sudah berulang-ulang kali." 

Ketika saya datang, keduanya mulai diam dan masuk rumah mereka masing-masing. Namun maki-maki masih saja terdengar dari rumah masing-masing. Saya yang mendengar sungguh merasa sangat tidak enak. Hal ini, karena keduanya saya kenal baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun