Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mau Menjadi Penengah Konflik, Jangan Lupa 2 Cara Ini

21 Mei 2021   22:08 Diperbarui: 21 Mei 2021   22:28 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penengah yang berjuang masuk ke dalam rumah untuk negosiasi: diambil dari de.wikihow.com

Untuk sampai masuk ke dalam rumah orang, diperlukan keberanian dan ketulusan. Pancaran keberanian, niat baik dan ketulusan itu jauh lebih mengubah arah daripada ancaman dan tekanan psikis lainnya. 

Rasa kekeluargaan itu justru tumbuh saat kita bisa saling mengunjungi atau "masuk ke dalam rumah orang." Tentu masuk ke dalam rumah orang dengan etika dan sopan santun untuk maksud yang baik.

Nah, hal itu ternyata sangat sulit. Kebanyakan, jika ada persoalan malah kita saling menjauh atau tidak pernah bisa masuk rumah orang yang kita musuhi atau sebaliknya. 

Saya mau mengatakan bahwa jika tanpa ada komunikasi akrab dengan orang lain, seakan-akan kita serumah, bagaimana mungkin kita bisa mengubah sikapnya.

Mungkin penting sekali bahwa orang perlu mengubah cara berpikir yang menuntut orang lain berubah. Sebelum menuntut orang lain, biarkanlah sendiri belajar mengubah dirinya. 

Peristiwa kedua: berhadapan dengan orang asing

Saya masih ingat pada tahun 2017, siang itu duduk di meja makan, saya dan ketiga teman saya sebut saja, Nikoberg, Blumen, dan Sandra. Kami berempat pernah berkenalan dalam suatu kursus bahasa Spanyol.

Sandra adalah guru bahasa Spanyol. Nikoberg sudah bisa berbicara bahasa Spanyol, sedang yang baru belajar beberapa bulan adalah Blumen dan saya. Setelah selesai makan siang, kami duduk menikmati kopi sambil membahas kembali suatu tema dalam bahasa Spanyol. 

Nikoberg merasa diri sudah lebih tahu akhirnya menjelaskan panjang lebar, sampai Blumen merasa kehilangan kesempatan bagi dirinya dan Sandra untuk menjelaskan yang sebenarnya.

Blumen tidak lama kemudian marah besar. Saya begitu terkejut dan sama sekali tidak menduga bahwa Blumen begitu marah. Terus terang, baru pertama saya melihat bule marah sehebat itu.

Sandra dan saya hanya berusaha menenangkan suasana itu. Pertengkaran itu berhenti sebentar di meja makan. Sandra dan saya mengira sudah aman. Nikoberg lebih dahulu ke kelas dan saya kira Blumen yang hari itu mengikuti kelas bahasa Perancis, tidak akan mampir lagi ke ruangan sebelahnya di mana Nikoberg itu berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun