Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Habitus Baru Manusia di Tengah Pandemi Covid-19

14 Maret 2021   15:30 Diperbarui: 14 Maret 2021   21:59 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setahun usia Covid-19 di Jerman di pertengahan bulan Maret. Saat pertama mendengar kata lockdown, lalu seminggu kemudian terdengar lagi kata Ausgangssperre. Kedua kata itu punya pesan yang sama dengan derajat larangan yang berbeda. 

Lockdown tentu lebih Menutupi kemungkinan komunikasi dan kontak dengan yang lain sebisa mungkin, sedangkan  Ausgangssperre berarti tidak ada kompromi, tutup total termasuk lalu lintas ke suatu tempat yang dikenal Zona merah (zomer). Meski ada juga kemungkinan izin kerja bagi yang memiliki dokumen terkait kerja untuk melayani kebutuhan hidup masyarakat banyak. 

Cerita dan gambaran seperti ini sebenarnya tidak baru lagi, sekaligus menjengkelkan bagi sebagian orang. Mengapa? Tentu karena berpijak pada beberapa alasan:

1. Alasan kebebasan manusia

Di Jerman, kebebasan itu kata kunci. Lebih-lebih terkait dengan kebebasan ekspresi diri, perasaan dan pikiran. Kalau orang Jerman bilang, Meine Meinung nach ist, berarti kita tidak bisa persalahkan seseorang, Karena kata-kata itu berarti menurut pendapat saya bla.. bla. 

Nah, Covid-19 dalam tanda petik telah merampas ruang kebebasan itu. Kebijakan untuk jaga jarak dan pembatasan kontak antar manusia itu ditentukan, entah orang suka atau tidak suka. Dasar Kebijakan itu adalah keselamatan manusia. Benar juga sih. Kalau sudah terinfeksi Covid-19 orang tidak bisa bicara lagi tentang kebebasan, karena di sana seseorang harus di karantina. 

2. Manusia harus hidup dalam habitus baru

Meskipun usia dari Covid-19 masih setahun beberapa bulan, terasa bagi manusia di seluruh penjuru dunia bahwa Covid-19 telah menyeret manusia untuk hidup dalam suatu habitus baru, ya suatu kebiasaan baru. Istilah habitus berasal dari bahasa latin yang menggambarkan perilaku seseorang dan kebiasaan atau jenis perilaku sosial. Kata ini disebut pertama oleh Norbert Elias dan Pierre Bourdieu, kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi istilah yang populer di bidang ilmu sosiologi. Meski kenyataannya keduanya mengembangkan istilah itu melalui karya filosofis mereka. Bahkan istilah itu telah menyebar ke disiplin ilmu lainnya. (bdk. https://youtu.be/bRAAEBciAcg). Pertanyaannya, kebiasaan baru mana saja yang lahir setelah kedatangan bayi misterius Covid-19 itu? 

Ada 5 kebiasaan baru manusia setelah kedatangan sang bayi pemusnah Covid-19:

1. Tutup mulut

Entahlah kalau bicara tentang higienis konzep, rasanya juga tidak baru. Karena itu, saya bicara tentang tutup mulut dari versi kebebasan cara saya menafsir fenomena sosial. Cara pendekatan ini tentu semata-mata dari pemahaman pribadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun