Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masih Adakah Ruang bagi Etika Kritik Versi Masyarakat Adat untuk Mengkritik Pejabat Publik?

1 Maret 2021   21:30 Diperbarui: 1 Maret 2021   21:34 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada 4 alasan, mengapa etika kritik masyarakat adat belum punya ruang untuk mengkritik pejabat publik:

1. Putusnya hubungan makna antara warisan adat, budaya kita sendiri dengan euforia kebhinekaan di negeri ini

Kehilangan pengaruh etika kritik versi masyarakat adat itu terjadi karena ada paradoks antara rasa bangga tentang kebhinekaan yang ada, dan pada saat yang sama orang tidak peduli atau juga tidak tertarik untuk melihat makna dari keberagaman itu secara lebih konkret sampai ke akar tradisi masyarakat adat.

2. Sistem Pendidikan kita yang kurang bisa memberikan perhatian pada kebudayaan lokal dan warisan nilainya.

3. Pemahaman tentang budaya modern sebagai budaya yang bebas dari ikatan fondasi tradisional dan asli.

4. Bahasa adat masyarakat adat belum serius dipelajari. Ada kesan bahwa orang lebih bangga kalau bisa bicara bahasa internasional, daripada bisa berbicara bahasa internasional tapi juga bisa paham bahasa daerah.

Lalu, bagaimana tawaran solusi agar etika kritik masyarakat adat itu hidup dan dikenal publik? Menurut saya, ada 3 jalur pendekatan:

1. Jalur teologi Kontextual

Teologi ini dihidupkan dengan tujuan agar orang bisa membaca kembali warisan adat, budaya, bahasa, kebiasaan masyarakat yang telah rusak, bahkan hilang pada era Kolonialisme. Pendekatan teologi Kontekstual tentu cuma salah satu cara untuk mengangkat kembali warisan adat seperti etika kritik masyarakat adat. 

Saya pernah mencoba itu dalam suatu kesempatan menulis tentang budaya kematian masyarakat Sikka, Maumere yang namanya Sumana pitu" Pada waktu itu, saya menemukan ada nilai-nilai yang terkandung di dalam kebiasaan dan tradisi itu.

2. Jalur penulisan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun