Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

The Call to Conversion dari Profesor Pareira: Relevankah Hingga Sekarang?

15 Februari 2021   22:20 Diperbarui: 15 Februari 2021   22:55 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini saya bangun terlalu pagi, jam tiga dini hari. Ketika saya mengaktifkan handphone, saya melihat seorang teman sedang menulis pesan hingga pesan itu terkirim. Tulisnya: "minta doanya, besok 40 hari meninggalnya Romo Pareira." 

Sejenak saya terdiam untuk mengenang Romo Pareira, seorang biarawan Karmel dan Profesor Kitab Suci Perjanjian Lama yang pernah menyelesaikan studi Doktornya di Roma tahun 1975. Putra Sikka, Maumere, NTT ini lama berkarya di tanah Jawa, Malang. Hari ini saya tidak menguraikan ceritanya secara keseluruhan, tetapi beberapa hal yang tentunya menarik untuk dikenang. Kenangan apa saja?

Saya masih ingat perkenalan kami sejak 2017 hingga 2020. Perkenalan itu mulai dengan suatu pertanyaan tentang visi hidup dalam suatu emailku waktu itu. Waktu itu, ia membalas emailku dengan ramah yang disertasi dengan gagasan-gagasan. Gagasan yang diutarakan waktu itu adalah mendirikan sekolah teologi Spiritualitas di Flores, Nusa Bunga.

Ya, gagasan itu telah menjadi nyata pada beberapa tahun lalu, berawal dengan tujuan untuk pendampingan dan persiapan calon-calon biarawan-biarawati di kota Maumere. Visi hidup yang dipikirkan Romo Pareira adalah bagaimana memberi hidup kepada orang lain melalui apa yang kita miliki. Ya, sederhananya orang perlu melihat ke depan dan apa yang paling dibutuhkan banyak nantinya.

Teringat juga cerita tentang caranya mengkritik Mahasiswanya di Universitas Widya Sasana Malang. Ia menulis abstrak pohon tanpa akar bagi Mahasiswa yang memberikan jawaban tanpa landasan gagasan yang jelas dan kuat. Tentang ini, saya sudah pernah menulisnya di www.sesawi.net pada 9.01.2021.

Selanjutnya, saya ingat juga tentang kebiasaan yang satu ini: Ia menulis namanya sendiri dengan huruf kecil dalam semua email yang dikirimkan kepada saya, ya cuma seperti ini tulisnya "berthold." Ia tidak pernah menjelaskan, mengapa ia menuliskan namanya dengan huruf kecil sampai hari meninggalnya, 8 Januari 2021.

Saya hanya berpikir, itu caranya untuk membuka ruang tafsir yang tentunya adalah cara terbaik yang tidak bisa dilarangnya lagi. Adakah cara seperti itu untuk mengungkapkan kerendahan hatinya sebagai ilmuwan? Tidak ada yang tahu secara pasti. 

Prof. Dr. Berthold Anton Pareira, O.Carm telah pergi selamanya 40 hari lalu. Meskipun begitu, namanya tetap disebut tidak hanya di Malang, Indonesia karena pernah mengajar selama 46 tahun, tetapi juga namanya disebut di Eropa. Mengapa?

Pasca kematiannya, saya diselimuti rasa duka dan ingin tahu. Apakah nama Berthold Anton Pareira disebut juga di Eropa? Kaget dan sungguh mengejutkan bahwa nama dan judul disertasinya ada di beberapa perpustakaan di Eropa. Beberapa Universitas itu antara lain: Universitas of Zurich, Universitas Leipzig (katalog.ub.uni-leipzig.des), lalu ada juga di OPAC UB Eichstätt (OPAC UB Eichstätt-Ingolstadt (ku.de)) dan juga katalog Perpustakaan Universitas Sankt Georgen Frankfurt, Jerman.

Rasa haru bercampur bangga sebagai orang Indonesia karena karyanya dibaca oleh mahasiswa di beberapa universitas di Eropa tentu wajar, apalagi pernah mengenalnya. Pertanyaannya, mengapa ada di sana? Untuk menjelaskan mengapa ada di beberapa perpustakaan di Eropa, rupanya terkait dengan pengalaman pribadi saya berikut ini.

Saya pernah menulis sebuah paper ilmiah tentang Bhineka Tunggal Ika untuk menjelaskan bagaimana semboyan bangsa itu merangkul perbedaan yang ada di Indonesia. Tak disangka bahwa sang Profesor mengagumi Indonesia dan saya diberikan hadiah yang sangat menyenangkan. Waktu itu saya pernah membeli buku yang menuliskan tentang Bhineka Tunggal Ika dalam bahasa Jerman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun