Mohon tunggu...
Rinnelya Agustien
Rinnelya Agustien Mohon Tunggu... Perawat - Pengelola TBM Pena dan Buku

seseorang yang ingin menjadi manfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pesan untuk Relawan yang Masih Berjuang!

4 Desember 2019   23:25 Diperbarui: 5 Desember 2019   05:32 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
taman baca masyarakat Pena dan Buku Balikpapan

Saya bersyukur bisa berkenalan dengan manusia manusia yang hatinya tulus membantu orang. Tanpa meminta imbalan, tapi tetap bekerja secara profesional. 

Menjadi volunteer adalah hal yang anomali, dimana kebanyakan orang sibuk memikirkan dirinya sendiri, para volunteer meluangkan waktunya untuk menolong sesama makhluk hidup tanpa meminta imbalan. 

Kata volunteer berasal dari Bahasa Perancis yakni volontaire yang berarti rela. Istilah  ini mulai digunakan di tahun 1755 ditujukan kepada warga negara yang rela mendaftarkan dirinya masuk ke militer. 

Di Indonesia kata volunteer diterjemahkan menjadi sukarela, yang menurut KBBI artinya : dengan kemauan sendiri; dengan rela hati; atas kehendak sendiri. 

Meskipun terdiri dari dua kata yakni kata "suka" dan "rela"namun penulisannya disambung menjadi satu yakni "sukarela". Sehingga orang yang melakukan kegiatan sukarelawanan haruslah memiliki keduanya yakni suka dan rela.

relawan pengajar di kelas kecil balikpapan
relawan pengajar di kelas kecil balikpapan
orang-orang ini bisa jadi ada di sekitar anda atau mungkin anda sendiri. Mereka yang dengan spontan menolong orang tenggelam di laut, atau mereka yang meluangkan waktu setiap malam minggu menggelar buku bacaan di taman, atau menjadi penyelamat bagi kucing yang terlantar, atau siapapun yang dengan tulus meluang waktu menolong sesama makhluk hidup. 

"Bila di dunia kerja, orang melakukan sesuatu untuk mendapatkan imbalan atas apa yang telah dikerjakannya. Di dunia relawan, rasa senang justru sudah hadir di saat melakukan kegiatan."

Mereka inilah yang disebut  sukarelawan, orang yang terpanggil hatinya untuk rela melakukan kebaikan dengan rasa senang. 

Sering kali apa yang mereka lakukan tidak bisa dimengerti oleh orang kebanyakan, "kok ada orang yang mengorbankan waktu, tenaga bahkan materi dengan tulus tanpa mengharap imbalan ?". Ada banyak alasan kenapa para sukarelawan menjadi sangat berani untuk melakukannya.  

Menolong orang bukanlah hal yang mudah. Setidaknya harus memiliki sesuatu yang berlebih untuk bisa membantu orang yang membutuhkan. Entah itu waktu, tenaga, materi ataupun pemikiran. 

Selain itu memiliki keberanian untuk melakukannya, siap berkorban dan menanggung resikonya sendiri. Meski tidak mudah, namun tidak menyurutkan para sukarelawan melakukan aksi sukarela. 

Contoh luar biasa dan heroik adalah para pejuang kemerdekaan kita. Mereka melakukannya bukan karena imbalan gelar pahlawan nasional, ataupun uang pensiun, mereka secara sukarela berjuang merebut kemerdekaan.

Menjadi sukarelawan memiliki pola pikir paradoks. Jikalau "manusia biasa" sibuk menyenangkan hatinya ketika dirundung duka, mereka yang dikaruniai sifat altruistik malahan sibuk mencari cara untuk menolong orang lain sebagai solusi mengobati dukanya. 

Alih-alih menolong orang lain mereka sebenarnya  menolong dirinya sendiri. Sukarelawan justru mendapatkan rasa bahagia ketika membantu orang. Bukan perasaan lelah dan kesal. 

Hal ini karena berbuat baik memicu hormon endorphin yang sifatnya menimbulkan rasa bahagia. Hormon ini sejatinya sudah ada dalam diri manusia, tinggal sesering apa manusia memantiknya. Kebahagiaan dan menolong orang lain layaknya lingkaran yang saling berhubungan.

Sesuatu hal yang dirasakan setelah melakukan kegiatan sukarelawan adalah perasaan berharga. Berdasarkan teori kebutuhan Maslow, kebutuhan harga diri adalah bagian dari kebutuhan dasar manusia. 

Mendapatkan kepercayaan dari orang lain, mendapatkan pujian dan apresiasi, atau bentuk penghargaan lainnya adalah penting untuk membangun rasa percaya diri sebagai manusia. Tentu hal ini berbeda dengan sikap sombong dan narsistik.

Dengan menolong orang lain, setidaknya kita bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa kehadiran saya sebagai manusia dapat menjadi manfaat untuk orang lain. 

Uniknya dengan menjadi sukarelawan, hal hal yang dianggap sebagai kekurangan justru menjadi kelebihan untuk dibagikan. Sekelompok pemuda yang memiliki disabilitas pendengaran di Balikpapan mensosialisasikan bahasa isyarat. 

Mereka meluangkan waktunya untuk menjadi pengajar bahasa isyarat bagi kelompok disabilitas di Samboja. Sering kali yang kita anggap kurang justru menjadi istimewa ketika dibagikan ke orang lain. Menolong orang adalah bentuk syukur kepada Tuhan YME dengan menerima apapun bentuk anugrahNya.

Seorang sukarelawan yang mendonorkan ginjalnya kepada orang yang sama sekali tidak memiliki hubungan keluarga menjawab alasan kenapa dia rela mendonorkan ginjalnya. 

Dia menjawab dengan rendah hati bahwa apa yang ia lakukan tidak ada yang istimewa, apa yang ia lakukan bisa saja dilakukan oleh orang lain. Dia menegaskan bahwa dia bukanlah orang luar biasa hanya karena dia mendonorkan ginjalnya. 

Hal itu juga menjadi jawaban yang sama dari seseorang yang dengan sadar spontan menyelamatkan orang dari kecelakaan lalu lintas. Sikap rendah hati dari mereka adalah akar kenapa mereka mau menolong orang lain tanpa memandang usia, jenis kelamin, jabatan, ataupun keterbatasan fisik.

Sebuah analogi untuk menjelaskan jawaban diatas dengan mengasumsikan bahwa manusia adalah titik kecil yang dikelilingi lingkaran lapis demi lapis. Lingkaran tersebut adalah keluarga, teman, teman kantor dan orang orang di sekeliling kita. 

Sukarelawan tidak lagi memikirkan titik kecil (dirinya) bagaimana menjadi besar namun menghilangkan titik kecil itu untuk berfokus kepada lingkaran yang mengelilinginya. Tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Bila di dunia kerja, orang melakukan sesuatu untuk mendapatkan imbalan atas apa yang telah dikerjakannya. Di dunia relawan, rasa senang justru sudah hadir di saat melakukan kegiatan. 

Berbuat baik kepada orang lain berhubungan erat dengan rasa senang dan bahagia. Menolong orang lain mengarah ke tingkat kebahagiaan yang lebih besar dibandingkan ketika kita nonton film sebagai upaya melepas penat.  Kebahagiaan ini kemudian meningkatkan kemungkinan bahwa kita akan melakukan perbuatan baik di masa depan, yang pada akhirnya menciptakan umpan balik positif berupa kemurahan hati dan kebahagiaan.

Mereka yang menjadi sukarelawan adalah memenuhi panggilan hati. Meskipun menurut filsuf Thomas Hoobes, manusia pada dasarnya adalah makhluk yang mementingkan dirinya sendiri, namun nyatanya ada manusia manusia luar biasa yang sibuk memikirkan menolong oran lain. 

Kita semua memiliki kesempatan yang sama untuk menolong orang, namun nyatanya tidak semua orang mau mengambil kesempatan itu. Mereka yang dengan sadar mengambil kesempatan menolong orang lain adalah orang orang yang memilih untuk melepaskan ke"aku"annya.

Penelitian menarik dari peneliti Universitas Geneva (UNIGE) Swiss tahun 2018 bahwa individu yang mau berkorban untuk orang lain adalah orang orang yang mampu berpikir jauh ke depan. 

Hal ini dibuktikan dari aktivitas yang kuat di korteks prefrontal ventromedial (area otak di atas mata yang digunakan ketika memikirkan masa depan) pada responden yang memiliki jiwa menolong orang lain (altruism) daripada responden yang memiliki sifat egois.  

Para sukarelawan tahu apa yang ingin dicapai dari kegiatan yang dilakukannya. Sekelompok pemuda yang meluangkan waktu malam minggu untuk menggelar buku bacaan di taman karena mereka tahu membaca adalah kebiasaan yang harus dilatih agar anak anak mampu berpikir kritis. 

Atau seorang kepala rumah tangga yang merelakan rumahnya menjadi tempat penampungan jelantah hanya karena dia tahu minyak jelantah dapat membuat laut tercemar.  

relawan pendongeng dari dongeng keliling sedang mendongeng di TBM pena dan buku
relawan pendongeng dari dongeng keliling sedang mendongeng di TBM pena dan buku
Mereka yang berkecimpung di dunia relawan adalah mereka yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Di era informasi yang semakin cepat, kita dihujani banyak permasalahan sosial. 

Mereka yang peka akan hal itu, segara berhimpun untuk menjadi bagian dari solusi.  Entah itu menjadi relawan pengajar, atau relawan penyelamat hewan terlantar, atau relawan yang membersihkan sampah di lingkungan masing masing.  

Di Pasar Butun Balikpapan, seorang pemuda sederhana rutin meluangkan waktunya 3 kali dalam seminggu mengadakan bimbingan belajar gratis untuk anak anak disana. Tanpa suruhan siapapun dan tanpa imbalan sedikitpun.

Hasil penelitian Marsh, seorang psikolog yang melakukan pencitraan otak manusia menyatakan bahwa para sukarelawan memiliki amigdala yang lebih besar dan lebih reaktif daripada orang psikopat. 

Amigdala merupakan bagian di otak yang secara cepat menterjemahkan isyarat non verbal, merespon emosi dan melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi. Hasil kerja amygdala terwujud dalam sikap dan perilaku peduli terhadap sesama. 

Dari penelitian ini kita bisa mengetahui bahwa mereka yang melakukan tindakan altruistik (menolong orang lain) bukan manusia sembarangan, mereka memang terpilih untuk mendapatkan "karunia"nya.

Menjadi relawan tidak ada kaitannya dengan status sosio ekonomi seseorang. Hasil sebuah penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa orang dengan status ekonomi rendah lebih rendah hati daripada mereka yang memiliki status ekonomi tinggi.  

Mereka rela mendonasikan donasi lebih besar daripada orang kaya. Mereka yang status ekonomi rendah memiliki nilai nilai egaliter, mereka lebih peduli terhadap orang lain, dan mereka lebih memiliki sifat welas asih.  

Karena mereka pernah merasakan bagaimana rasanya tergantung dengan orang lain. Pengalaman ini melatih sifat empati dan terbiasa dengan bahasa tubuh orang. Tentu hal ini tidak dialami oleh orang dengan status ekonomi tinggi. 

Mereka cenderung mempertahankan kekayaan mereka. Meskipun banyak juga orang dengan status ekonomi tinggi menjadi filantropi kelas dunia.

Relawan Kelas Kecil sedang membacakan cerita
Relawan Kelas Kecil sedang membacakan cerita
Hal di atas dapat dijelaskan bahwa sifat altruistic (menolong orang lain) adalah sebuah nilai yang diyakini oleh masing masing individu. Nilai ini ditanamkan pertama kali dalam lingkungan keluarga, lalu berkembang seiring lingkup pergaulan manusia. 

Sikap welas asih itu tidak terbatas dan tanpa sekat baik itu suku, agama, ras, jenis kelamin, ataupun usia. Maka, jadilah pencipta kebaikan bagi sesama manusia dan sesama makhluk hidup. 

Sebab mereka semua adalah saudara, saudara dalam kemanusiaan dan saudara sesama ciptaan Tuhan. Selama hari relawan !

*tulisan ini saya dedikasikan untuk seluruh relawan dimanapun anda berada. semoga anda berkenan membacanya. Selamat Hari Relawan 5 Desember 2019. Penuh cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun