Mohon tunggu...
Syarwan Edy
Syarwan Edy Mohon Tunggu... Mahasiswa - @paji_hajju
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Syarwan Edy, sangat suka dipanggil dengan nama bang Paji. Si realistis yang kadang idealis | Punya hobi membaca, menulis dan diskusi | Kecintaannya pada buku, kopi, dan senja | Didewasakan oleh masyarakat dan antek kenangan.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kepada Ibuku, Kalsum Kideng

16 November 2022   16:10 Diperbarui: 16 November 2022   16:19 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Sumber Foto : milik pribadi"

Rindu, mengajariku untuk merangkai puisi cinta sejati. Dan cinta adalah tinta yang membuat jelas terbaca. Rintik sendu dari mataku mengeluarkan suara. Jemariku, bergerak di atas kertas dihadapan purnama. Rasaku menjerit: bisakah kau mendengarnya ibu? Bahwa aku disini merindu dan menceritakan cantikmu. Jika ada yang lebih indah dari langit senja, mungkin itu senyummu ibu. Tanpamu, aku hampa ibu. Sungguh cinta, penguras rindu.

Ibu, bagaikan sebuah rumah yang selalu melindungi dari derasnya hujan yang jatuh dari langit.

Baca juga: Bukan Puisi: Ayah

Ketika malam merebah dalam penat mengibarkan sayapnya. Untaian kata tertulis: kasihmu mendekap aku, ibu. Aku, menyeka air mata saat engkau daratkan pelukan di tubuhku. Engkau adalah kekasih hati sebelum maut datang menghampiri. Aku mencintaimu ibu seperti bunga mencintai titah Tuhannya. Pipinya merona seperti senja dan matanya seperti pelangi. Dialah ibuku. Yang katanya tercipta saat Tuhan sedang tersenyum di balik semua tanya yang menggangu.

Ibu, bagaikan udara yang tak pernah lelah dan letih memberikan kasih sayang.

Ada nama yang abadi di hatiku yaitu engkau ibuku tercinta. Di tubuh puisi, cinta tumbuh tanpa henti padahal hari berganti. Lalu, berdoa di tengah-tengah rahmat Tuhan yang perlahan mengucur deras. Kupinta engkau selalu di sisiku tabahkan hatiku akan bayangan semu. Dia bagaikan; malaikat tanpa sayap, dan hunusan pedang dalam medan perang. Dan engkau adalah jantungku, darahku, nafasku, hidupku, pun juga matiku. Aku rindu, sangat rindu.

Baca juga: Kita dan Keyakinan

Ibu, sinar cintamu akan selalu ku kenang sampai aku mati.

Setiap keluhku, tutur kata ibu menjadi obat penyejuk lelahku. Aku kembali meneriaki bumi dari cerita sedih yang membuncah. Ada doa ibu di sana memberikan senyuman yang begitu teduh. Namun, di dadaku sunyi telah bergemuruh ingin pulang ke pangkuan. Kemudian aku bertanya pada nabastala, tentang cinta seorang ibu menentang semua penjelasan. Dengan segenap rasa bangga di hati tak terbesit sejenak pikirkan lelahmu engkau terus berjalan diantara duri-duri.

Apakah kau tahu ada tiga wanita tercantik di dunia?

Pertama, ibu. Kedua, bayang-bayang ibu. Dan yang ketiga, pantulan diri ibu dalam cermin.

Baca juga: Ibu Kehilangan Iba

Ibu, tiada muara kasih sedalam belaian dan doa tanpa putusmu.

Engkaulah malaikatku, penyembuh luka dalam kepedihan. Penghapus dahaga akan kasih sayang. Sampai kapanpun itu, aku akan tetap mencintaimu. Terimakasih, itu tidak cukup yang kutulis sepanjang kalimat ini. Ibu, Kalsum Kideng. Malaikatku, matahariku. Senyummu adalah senyum semesta. Tempat pulang dari segala milikku yang hilang. Maaf, anakmu belum bisa membanggakanmu. Dan maaf, karena aku telah menjadi anakmu. Sehat-sehat selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun