Mohon tunggu...
Inggit Tias Sefiyani
Inggit Tias Sefiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 (Magister Akuntansi) Mercubuana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55525110050 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Managemen Perpajakan - Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 4 - Manajemen Pajak PPh Pasal 23: Ketentuan Umum. Penerapan, dan Episteme Kesadaran Organisasi

12 Oktober 2025   15:52 Diperbarui: 12 Oktober 2025   16:14 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manajemen pajak bertujuan untuk mengoptimalkan efisiensi beban pajak tanpa melanggar peraturan. Strategi manajemen pajak difokuskan pada upaya tax planning agar potongan PPh 23 yang terjadi tidak lebih tinggi dari yang seharusnya dan arus kas perusahaan dapat dioptimalkan. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain:

  • Memanfaatkan ketentuan pengecualian atau tarif rendah. Perusahaan sebaiknya memahami dan mengatur transaksi sedemikian rupa agar memanfaatkan adanya pengecualian atau tarif PPh 23 yang lebih rendah. Misalnya, jika tersedia skema pendapatan yang sudah final atau rekanan dengan status yang menyebabkan transaksi bebas PPh 23, hal itu bisa dipertimbangkan selama sesuai aturan.
  • Kontrak jasa yang spesifik dan jelas. Gunakan kontrak jasa yang rinci untuk memastikan jenis jasa yang diberikan teridentifikasi dengan tepat. Hal ini penting karena tarif PPh 23 bisa berbeda tergantung kategori jasa. Dengan kontrak yang jelas perusahaan dapat menghindari salah klasifikasi yang berpotensi dikenai tarif lebih tinggi karena ketidaktepatan identifikasi layanan.
  • Memastikan rekanan ber-NPWP. Pastikan pihak penerima penghasilan memiliki NPWP sebelum pembayaran dilakukan. Strategi ini sangat krusial mengingat tanpa NPWP tarif PPh 23 naik 100%. Dengan meminta NPWP dan mencatatnya dalam dokumen transaksi, pemotong dapat menerapkan tarif normal (lebih rendah) sehingga menghemat beban pajak bagi kedua belah pihak.
  • Pengaturan waktu pembayaran. Mengatur waktu atau pola pembayaran dapat menjadi strategi untuk efisiensi. Contohnya, jika memungkinkan secara komersial, pembayaran jasa bisa dijadwalkan pada periode yang menguntungkan secara pajak atau untuk mengoptimalkan arus kas.

Dengan strategi-strategi di atas, perusahaan dapat menekan beban PPh Pasal 23 secara legal. Inti manajemen pajak bukan menghindari pajak secara ilegal, melainkan mengatur transaksi agar efisien pajak dan memanfaatkan celah aturan yang memang diberikan. Tentu, semua upaya tersebut harus tetap sesuai peraturan dan disertai dokumentasi yang baik agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.

Studi Kasus 2: PT Kreatif Nusantara (Jasa Pelatihan)

Kronologi Kasus: PT Kreatif Nusantara kerap menggunakan jasa pelatihan dari berbagai lembaga independen. Total pembayaran jasa pelatihan selama tahun 2025 mencapai Rp500.000.000. Diketahui bahwa sebagian mitra (penyedia jasa pelatihan) tidak memiliki NPWP, kira-kira 40%  dari nilai kontrak melibatkan mitra tanpa NPWP. PPh Pasal 23 berlaku atas jasa pelatihan (termasuk kategori jasa lain-lain), sehingga PT Kreatif Nusantara harus menghitung berapa pajak yang dipotong dalam skenario yang berbeda terkait status NPWP para mitra.

Pertanyaan:

  1. Hitung potensi beban PPh Pasal 23 jika.

Semua mitra memiliki NPWP, dan bagaimana jika 40% mitra tidak memiliki NPWP

  1. Apa strategi manajemen pajak yang dapat diterapkan.

Dari kasus diatas makan dapat kita jawab sebagai berikut:

Perhitungan PPh Pasal 23:

  • Skenario a) Semua mitra ber-NPWP. Jika 100% mitra memiliki NPWP, maka seluruh pembayaran Rp500 juta dikenai tarif PPh 23 sebesar 2%.

PPh 23 terutang = 2% x Rp500.000.000 = Rp10.000.000

Nilai ini merupakan total pajak yang harus dipotong PT Kreatif Nusantara untuk disetor ke negara apabila semua pihak menerima tarif normal.

  • Skenario b) 40% mitra tanpa NPWP. Dalam situasi nyata perusahaan, 40%  dari pembayaran dilakukan kepada mitra tanpa NPWP. Untuk bagian pembayaran kepada mitra ber-NPWP (60%  dari Rp500 juta = Rp300.000.000), tarif 2%  berlaku. Sedangkan untuk bagian pembayaran kepada mitra tanpa NPWP (40%  dari Rp500 juta = Rp200.000.000). Tarif yang berlaku adalah 4% (naik 100%). Perhitungannya sebagai berikut:

    • Pajak atas mitra ber-NPWP     = 2% x Rp 300.000.000 = Rp 6.000.000
    • Pajak atas mitra tanpa NPWP  = 4% x Rp 200.000.000 = Rp 8.000.000
    • Total PPh 23 terutang = Rp6.000.000 + Rp8.000.000 = Rp 14.000.000.

Dari perhitungan di atas, tampak bahwa beban PPh 23 meningkat menjadi Rp14 juta jika 40% mitra tidak ber-NPWP, dibandingkan Rp10 juta jika semua mitra ber-NPWP. Selisih Rp 4.000.000 ini merepresentasikan biaya pajak tambahan yang harus ditanggung akibat status non-NPWP pada sebagian rekanan. Bagi PT Kreatif Nusantara, tambahan beban pajak ini bisa berarti pengurangan laba atau perlu dinaikkan harga kontrak untuk menutupinya, sehingga menjadi kurang efisien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun