Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyesatkan, Informasi Tentang Insiden HIV/AIDS di Aceh Terjadi Pasca Tsunami

16 Desember 2010   12:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:40 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada informasi yang menyesatkan tersebar luas atau disebarluaskan di Aceh yang mengesankan kasus HIV dan AIDS di Aceh terjadi setelah tsunami (Desember 2004). HIV dan AIDS itu dibawa oleh pendatang karena dikabarkan setelah tsunami Aceh terbuka. Informasi ini menyesatkan, tapi menjadi pegangan bagi masyarakat Aceh sehingga membawa mereka kepada situasi yang menggiring mereka ke tepi jurang.

Berita di Harian “Serambi Indonesia” (4/12-2006) menyebutkan: “Direktur UNAIDS, Jane Wilson, di Banda Aceh (3/12) menyatakan, tingginya perkiraan tingkat penderita HIV/AIDS di Aceh disebabkan semakin terbukanya daerah tersebut terhadap masyarakat luar yang datang dengan misi kemanusiaan merehabilitasi Aceh pasca tsunami Desember 2004 lalu.”

Informasi yang tidak akurat ini dikuatkan pula dalam buku: Laporan Survei Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV di Nanggroe Aceh Darussalam 2008 (Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam): “Oleh karenanya data survei ini dapat digunakan untuk mengetahui kecenderungan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terhadap HIVAIDS yang jumlah dan sebaran kasusnya makin meningkat pasca gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 yang lalu.”

Pertama, Aceh tidak pernah menjadi daerah tertutup sehingga mobilitas penduduk dari luar Aceh terus terjadi. Perusahaan penerbangan dan bus mempunyai trayek rutin ke Aceh dari berbagai daerah.

Kedua, penduduk Aceh pun bepergian ke luar Aceh, seperti ke Medan, Jakarta dan daerah lain, serta menjadi menjadi TKI di luar negeri, terutama di Malaysia. Bisa saja ada di antara mereka yang melakukan perilaku berisiko di luaar Aceh atau negara tempat mereka bekerja sehingga ada kemungkinan tertular HIV. TKI yang tertular HIV di luar Aceh akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Aceh ketika mereka pulang kampung.

Akibat dari informasi yang menyesatkan itu ada beberapa faktor yang akhirnya dilupakan pemerintah daerah setempat dan masyarakat terkait dengan epidemi HIV. Inilah yang membuat masyarakat Aceh terbuai yang pada akhirnya akan menjadi bumerang karena masyarakat lalai melindungi diri agar tidak tertular HIV.

Kasus-kasus HIV dan AIDS terdeteksi melalui survailans tes HIV. Survailans ini untuk mencari angka prevalensi yaitu perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan tertentu dan pada kurun waktu yang tertentu pula. Sebelum tsunami survailans hanya dilakukan satu kali (lihat gambar).

[caption id="attachment_80216" align="aligncenter" width="478" caption="Insiden penularan HIV dan survailan sebelum tsunami di Aceh"][/caption]

Kasus-kasus HIV dan AIDS yang terdeteksi pasca tsunami umumnya diketahui di rumah sakit. Penduduk yang sudah tertular HIV sebelum tsunami memasuki masa AIDS pasca tsunami. Mereka itu berobat ke rumah sakit karena penyakit yang mereka derita tidak sembuh biar pun sudah berobat ke puskesmas. Karena pasca tsunami tenaga medis di rumah-rumah sakit di Aceh sudah diberi bekal tentang HIV dan AIDS maka mereka bisa mendeteksi kasus HIV dan AIDS pada pasien yang berobat. (lihat gambar)

[caption id="attachment_80217" align="aligncenter" width="498" caption="Insiden penularan HIV sebelum tsunami dan deteksi kasus HIV/AIDS pasca tsunami"]

12925034421020833082
12925034421020833082
[/caption]

Buku "Laporan Survei Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV di Nanggroe Aceh Darussalam 2008 " merupakan hasil pemantauan terhadap perilaku berisiko di kalangan masyarakat Aceh yang terkait dengan penularan HIV. Salah satu perilaku berisiko tertular dan menularkan HIV adalah hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) di wilayah Aceh dan di luar Aceh.

Laki-laki ‘hidung belang’ penduduk setempat atau pendatang yang sudah mengidap HIV (ada kemungkinan tertular di Aceh atau di luar Aceh) tapi tidak terdeteksi akan menularkan HIV kepada PSK. Sebaliknya, laki-laki ‘hidung belang’ penduduk setempat atau pendatang yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK akan berisiko pula tertular HIV. Mereka itulah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV tanpa mereka sadari karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka.

Persetase Asal Pelanggan PSK di Kab Aceh Barat, Kab Aceh Tamiang, Kota Banda Aceh, dan Kota Lholseumawe.

Asal Pelanggan

Persentase

Penduduk setempat

46

Pendatang WNI

34,6

Pendatang WNA

5,8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun