Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Massa Menceraiberaikan Keluarga Kartam*

8 Desember 2010   01:15 Diperbarui: 30 Januari 2022   20:32 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: gettyimages.com)


Bagi banyak orang Lebaran merupakan saat yang dinanti-nantikan karena semua anggota keluarga berkumpul di kampung halaman sambil merayakan hari raya, tapi lain bagi Kartam, 50-an tahun. Ayah alm. Cece (bukan nama sebernarnya), 22 tahun, seorang wanita yang diidentifikasi HIV-positif di Karawang, Jawa Barat, ini tidak bisa berlebaran bersama Cece, putri sulungnya itu, karena Cece tidak pulang ke kampungnya.

Sejak putrinya dipulangkan dari Provinsi Riau karena dinyatakan HIV-positif (berdasarkan hasil survailans tes HIV yang tidak sesuai dengan standar prosedur operasi yang baku di Riau) Agustus 1993 keluarga Kartam sudah terusir dari kampungnya, dari sebuah desa di Kecamatan Cibuaya, 5 km ke arah utara Rengasdengklok, Kab. Karawang, Jawa Barat.

Penduduk setempat mengetahui Cece sebagai ‘pengidap AIDS’ karena berita di media massa, termasuk kunjungan pejabat mulai dari tingkat kelurahan sampai kabupaten ke desa itu yang selalu menyangkut Cece. Wartawan pun silih berganti pula datang ke sana.

Akibat pemberitaan itu masyarakat mengucilkan mereka. Keluarga ini terpaksa pindah ke sebuah desa di kawasan Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, untuk bekerja sebagai pencetak batu bata di lio (tempat pembuatan dan pembakaran batu bata). Namun, Kartam tetap ingin merayakan lebaran di kampung halamannya. Untuk itu Kartam memimjam uang Rp 60.000 dari rekannya sesama pekerja di lio.

Padahal, Kartam sudah berutang Rp 80.000 kepada majikannya di lio itu. “Ah, itu bukan utang,” kata Kartam di tempat tinggalnya yang baru, juga di lio sekitar 200 km dari Karawang, kini masuk wilayah Provinsi Banten. Soalnya, 11.000 batu bata yang sedang dibakar sebelum dia meninggalkan lio itu belum dibayar pemilik lio. Upah mencetak satu batu bata Rp 10, sehingga Kartam berhak memperoleh Rp 110.000.

Kartam sendiri berpindah-pindah dari satu lio ke lio lain karena diusir pemilik lio. Rupanya, ada saja orang yang membisiki pemilik lio yang mengatakan Kartam sebagai ‘Keluarga AIDS’. Jika hal itu terjadi maka Kartam pindah ke lio lain, tapi baru satu dua bulan mereka pun diusir lagi karena pemilik lio mengetahui putri Kartam ‘AIDS’. Setelah beberapa kali pindah dari satu lio ke lio lain di Cikarang akhirnya tidak ada lagi pemilik lio yang mau menerima Kartam. Karena tidak bisa lagi bekerja di Cikarang Kartam pun memboyong istri dan anak-anaknya ke Banten.

Semula Kartam dan istrinya sangat berharap bisa bertemu dengan Cece di hari Lebaran. Itulah sebabnya Kartam memaksakan diri pulang ke kampung halamannya ke Karawang walaupun harus meminjam uang dari temannya sesama pekerja lio di Banten. Kartam sangat yakin Cece akan pulang. Cece sendiri meninggalkan Kartam sejak Juni 1995, ketika itu mereka bekerja di sebuah lio di Cikarang, tanpa memberitahukan tujuannya, “Kami tidak tahu persis di mana Cece,” kata istri Kartam sambil terisak-isak.

Kartam sangat berharap bisa menjenguk Cece ke Riau. Cuma, Kartam terbentur ongkos karena kalau mencari Cece dia harus memulainya dari kampung istrinya di Indramayu, Jabar. Kalau di sana tidak ada barulah dia menelusurinya ke Riau. Di Indramayu sendiri Kartam sudah berutang kepada saudara-saudara istrinya. Uang itu dipakai untuk membiayai Cece ke Arab Saudi setelah terusir dari kampung halamannya. Sayang, Cece cuma sebulan di Arab sehingga upahnya di Arab tidak bisa membayar utang yang jumlahnya hampir satu juta rupiah (1995). Ketika hendak ke Arab Cece juga menjalani tes HIV. Ketika itu hasilnya negatif sehingga dia bisa berangkat ke Arab Saudi sebagai tenaga kerja wanita (TKW).

Jadi Objek Taruhan

Jangankan biaya untuk mencari Cece ke Riau. Untuk membayar uang sekolah dua putranya yang masih duduk di kelas 3 SD, di tempatnya yang baru di Banten, Kartam sudah kebingungan. Tentu sangat sulit baginya untuk meminjam uang kepada majikannya karena baru sepekan ia bekerja di sana. Padahal, ketika itu tahun ajaran baru.

Kartam bersama istri dan anak-anaknya, termasuk Cece, terpaksa bekerja di lio di Cikarang karena mereka tidak diterima lagi di kampung halamannya. Semula Kartam bekerja sebagai buruh tani yang membantu mengetam padi. Istrinya berjualan telur asin.Tapi, sejak ada berita di media massa yang menyebutkan Cece ‘pengidap AIDS’, pejabat dan wartawan silih berganti datang maka kabar itu pun tersebar luas. Akibatnya, semua orang menjauhi mereka. Tidak ada yang mau lagi mempekerjakan Kartam dan tidak ada lagi yang membeli telur asin yang dijajakan oleh ibu Cece.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun