Ketika kondom dipromosikan sebagai salah satu alat untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah terjadi penolakan besar-besaran. Tap, ketika sunat pada laki-laki dipromosikan bisa juga mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual justru tidak ditolak.Â
Tapi, di sisi lain tanpa disadari mereka menyesatkan karena bisa saja laki-laki yang sudah disunat menganggap penis mereka sudah memakai kondom.Â
Yang dikhawatirkan sunat dianggap sebagai ‘kondom alam’ sehingga risiko tertular HIV pada saat hubungan seksual penetrasi tanpa kondom lateks kian tinggi. Soalnya, penularan HIV pada hubungan seksual penetrasi dengan perempuan yang HIV-positif tidak hanya terjadi pada kepala penis tapi bisa terjadi juga pada batang penis.
Sunat merupakan hasil penelitian terhadap mayat laki-laki yang mati karena penyakit terkait AIDS di sebuah negara di Afrika. Mayat laki-laki yang tidak disunat lebih banyak daripada mayat laki-laki yang disunat.Â
Fakta itulah kemudian yang menjadi pijakan untuk mengatakan bahwa sunat bisa menurunan risiko penulara HIV melalui hubungan seksual penetrasi.Â
Tapi, tunggu dulu. Tidak ada keterangan tentang perbandingan frekuensi hubungan seksual antara yang disunat dan tidak disunat. Tidak ada pula keterangan tentang status perkawinan.Â
Sebuah studi terhadap 965 laki-laki di Uganda, Afrika, menunjukkan laki-laki yang memiliki kulit di kelamin lebih besar ternyata lebih banyak yang terinfeksi HIV. Menurut Dr. Godfrey Kigozi, Johns Hopkins University’s Rakai Health Sciences Program, Uganda, ukuran kulit kelamin ada kaitannya dengan tingkat infeksi virus. Yang terinfeksi HIV rata-rata memiliki area permukaan kulit di kelamin yang lebih lebar dan luas.Â
Beberapa ahli sebelumnya telah berasumsi bahwa pemotongan kulit di kelamin (sunat) bisa melindungi pria dari HIV. Kulit di area kelamin pria memiliki sel-sel yang disebut sel dendritik yang bisa menjadi jalan masuk virus ke dalam tubuh. Namun, sunat tidak sepenuhnya mencegah virus masuk, hanya bisa mengurangi risiko infeksi.Â
Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan UNAIDS pun akhirnya mempromosikan sunat sebagai upaya menurunkan risiko tertular HIV melalui hubungan seks heteroseksual. Dikabarkan sunat pada laki-laki mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual sebesar 60 persen.
Promosi ini sama sekali tidak diprotes dan tidak pula dikecam walaupun hal itu sama saja dengan sosialisasi kondom.Â
Sejalan dengan ‘tuduhan’ terhadap sosialisasi kondom yang dicap banyak kalangan sebagai ‘kondomisasi’, maka promosi sunat pun merupakan ‘sunatisasi’.Â
Ketika ‘kondomisasi’ dituding dapat mendorong orang berzina dan melegalkan perzinaan, maka analoginya adalah ‘sunatisasi’ pun mendorong perzinaan karena sunat merupakan ‘kondom alam’.Â
Laki-laki yang sudah disunat akan merasa dirinya sudah aman (baca: memakai kondom) sehingga tidak takut lagi tertular IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yang tidak memakai kondom, yaitu sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.) dan HIV.Â
Karena sudah memakai ’kondom alam’ (baca: disunat) yang sifatnya sama seperti kondom maka kondisi ini pun mendorong laki-laki untuk melakukan hubungan seksual dengan sembarang perempuan.Â
Tapi, sama sekali tidak ada protes dan penolakan terhadap promosi sunat sebagai ‘alat’ untuk menurunkan risiko penularan HIV melalui hubungan seksual.Â
Di satu sisi sunat pada laki-laki dikabarkan bisa menjadi ‘kondom’ yang mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual. Tapi, di sisi lain promosi sunat dianggap sebagai ‘kondom alam’ justru menjadi  bumerang bagi laki-laki yang disunat.
Karena penularan HIV lebih banyak terjadi melalui hubungan seksual penetrasi maka, akan lebih mantap kalau laki-laki yang disunat memakai kondom jika melakukan hubungan seksual yang berisiko tinggi tertular HIV. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI