Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

10 Provinsi dengan Jumlah Penemuan Kasus HIV Terbanyak Periode Januari - Juni 2024

10 Maret 2025   08:50 Diperbarui: 10 Maret 2025   08:50 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: timesofindia.indiatimes.com)

Dalam "Laporan Eksekutif Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Semester 1 Tahun 2024" yang dikeluarkan oleh Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes (tanpa tanggal), menunjukkan ada

10 provinsi dengan jumlah penemuan kasus HIV+ tertinggi periode semester 1 (Januari-Juni) 2024,  yaitu:

  • Jawa Timur: 4.867
  • Jawa Barat: 4.792
  • Jawa Tengah: 3.049
  • DKI Jakarta: 2.498
  • Sumatera Utara: 1.672
  • Banten: 1.204
  • Papua: 1.129
  • Sulawesi Selatan: 1.048
  • Bali: 976
  • Papua Tengah: 842

Sedangkan jumlah kasus HIV+ secara nasional yang terdeteksi pada semester 1 yaitu periode Januari -- Juni tahun 2024 yaitu sebanya 31.564. Jumlah ini diperoleh dari 3.182.913 warga yang jalani tes HIV yang baku.

Dari 31.564 warga yang terdeteksi HIV+ sebanyak 23.375 jalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ART).

Indonesia memiliki jumlah infeksi HIV baru terbesar keempat per tahun di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) perkirakan ada 73.000 kasus infeksi HIV baru per tahun. Angka ini hanya tertinggal dari China, India, dan Rusia (aidsmap.com, 4/9/2018).

Itu artinya prediksi WHO tidak jauh dari kasus yang dilporkan. Kalau semester 1 saja ditemukan 31.564 kasus HIV+, maka setahun atau dua semester bisa terdeteksi 63.128.

Sedangkan jumlah kasus HIV yang dilaporkan sejak tahun 1987 -- 2023 sebanyak 566.707 dan 162.512 AIDS. Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS sebanyak 729.219.

Lagi pula jumlah yang dilaporkan tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Studi Kemenkes mencatat hingga akhir tahun 2012 ada 6,7 juta pria Indonesia yang jadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) langsung (kasat mata, seperti di jalanan atau lokalisasi), sehingga pria jadi kelompok yang paling berisiko tinggi untuk menyebarkan HIV/AIDS (bali.antaranews.com, 9/4/2013). Yang bikin miris dari 6,7 juta pria pelanggan PSK itu ternyata 4,9 juta di antaranya mempunyai istri. Itu artinya ada 4,9 juta istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya.

Dalam laporan semester 1 tahun 2024 terdeteksi 800 ibu hamil (Bumil) yang positif HIV. Sedangkan Bumil yang terdeteksi positif sifilis sebanyak 982.

Dari 800 Bumil positif HIV tercatat 21 bayi yang lahir dengan HIV/AIDS. Sedangkan 982 Bumil positif sifilis melahirkan 99 bayi dengan sifilis.

Celakanya, suami mereka tidak jalani tes HIV dan tes sifilis sehingga mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Sejak pemerintah Indonesia mengakui ada kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu tahun 1987 sosialisasi HIV/AIDS yang dikemas sebagai komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tidak memberikan informasi yang akurat karena dibalut dengan norma, modal dan agama sehingga menenggelamkan fakta medis HIV/AIDS yang menyuburkan mitos (anggapan yang salah).

Baca juga: Menyoal Kapan Kasus HIV/AIDS Pertama Ada di Indonesia (Kompasiana, 3 Januari 2011)

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dengan zina, pelacuran, pergaulan bebas, seks bebas, seks pranikah, homoseksua dan lain-lain.

Baca juga: Seks Bebas Jadi Biang Kerok Stigmatisasi terhadap ODHA di Indonesia (Kompasiana, 9 Desember 2024)

Padahal, secara empiris penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina, pelacuran, pergaulan bebas, seks bebas, seks pranikah, homoseksua dan lain-lain), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Akibatnya, banyak yang tidak memahami cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual yang pada akhirnya menambah jumlah kasus infeksi HIV baru.

Apalagi sekarang praktek pelacuran pindah ke media sosial dengan transaksi seks secara Daring (dalam jaringan) melalui Ponsel. Banyak orang yang menganggap melakukan hubungan seksual dengan cewek prostitusi Daring tidak berisiko karena mereka bukan PSK.

Padahal, secara empiris cewek prostitusi online sama saja dengan PSK karena mereka juga melakukan praktek hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti. Ini perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Sudah saatnya pemerintah membuat KIE tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang informatif dengan pijakan fakta medis tanpa dibumbui dan dibalut dengan norma, moral dan agama.

Selama materi KIE tentang HIV/AIDS dibalut dengan norma, moral dan agama, maka selama itu pula masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat.

Jika hal di atas yang terjadi, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Orang-orang yang tertular HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual di dalam atau di luar nikah yang merupakan silent disaster (bencana terselubung) bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' <>

* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022. (Kontak via e-mail: syaifulwh@gmail.com).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun