Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ini Perilaku Seksual dan Nonseksual yang Jadi Faktor Risiko Penularan HIV/AIDS

15 Februari 2025   08:24 Diperbarui: 15 Februari 2025   14:52 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: ucsf.edu)

Sampai hari ini, 15 Februari 2025, artikel dan berita di media massa, media online dan media sosial hanya mengumbar mitos (anggapan yang salah) tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.

Mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang benar dan akurat sesuai denga pijakan fakta medis merupakan 'vaksin' karena vaksin HIV medis belum ada.

Baca juga: Siapa Bilang Vaksin AIDS Tidak Ada (Kompasiana, 19 Mei 2024)

Ini yang dimaksud dengan 'vaksin sosial' terkait dengan pencegahan HIV/AIDS. Lagi pula ketika aa vaksin medis untuk jadikan tubuh kebal terhadap HIV, bisa-bisa perilaku sebagian orang di planet ini bisa seperti, maaf, hewan atau binatang.

Baca juga: AIDS: Obat dan Vaksin Akan Membuat (Perilaku) sebagian Orang Seperti Binatang (Kompasiana, 30 November 2011)

'Vaksin sosial' ini amat penting karena laporan jurnal kesehatan dunia menunjukkan: Indonesia memiliki jumlah infeksi HIV baru terbesar keempat per tahun di dunia, Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) perkirakan ada 73.000 kasus infeksi HIV baru per tahun. Angka ini hanya tertinggal dari China, India, dan Rusia (aidsmap.com, 4 September 2018).

Perkiraan WHO ini tidak meleset jauh karena "Laporan Tahunan dan Triwulan HIVPIMS 2023" menunjukkan pada tahun 2023 terdeteksi 57.299 kasus infeksi HIV baru. 

Sementara itu jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sejak tahun 1987-2023 sebanyak 729.219 yang terdiri atas 566.707 HIV dan 162.512 AIDS.

Yang perlu diingat angka-angka yang dilaporkan di atas tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena: epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Studi Kemenkes juga menunjukkan hingga akhir tahun 2012 ada 6,7 juta pria Indonesia yang jadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) langsung (kasat mata), sehingga pria jadi kelompok yang paling berisiko tinggi untuk menyebarkan HIV/AIDS (bali.antaranews.com, 9/4/2013). Yang bikin miris adalah 4,9 juta di antara 6,7 juta pria itu mempunyai istri. Itu artinya ada 4,9 juta istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya.

"Laporan Tahunan dan Triwulan HIVPIMS 2023" juga menunjukkan dari tahun 2019-2023 menunjukkan kasus HIV/AIDS dan sifilis (raja singa) terdeteksi pada ibu hamil (Bumil), yaitu:

Dari estimasi 27.170.887 Bumil:

  • terdeteksi 26.642 Bumil yang HIV-positif (0,10%)
  • terdeteksi 28.149 Bumil yang positif sifilis (0,10%).

Ibu dengan HIV-positif melahirkan 511 bayi dengan HIV/AIDS dan 1.859 bayi lahir dari Bumil positif sifilis (Lihat Tabel).

TABEL: Ibu Hamil yang Tes HIV dan Sifilis serta yang Jalani ART dan Pengobatan Sifilis (Diolah: Syaiful W. HARAHAP/AIDS Watch Indonesia/XII/MMXXIV)
TABEL: Ibu Hamil yang Tes HIV dan Sifilis serta yang Jalani ART dan Pengobatan Sifilis (Diolah: Syaiful W. HARAHAP/AIDS Watch Indonesia/XII/MMXXIV)

Itu artinya sejatinya pemerintah menyebarluaskan cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat dengan berpijak pada fakta medis.

Jika pemerintah tidak menjalankan program penanggulangan HIV/AIDS yang komprehensif di hulu, maka pada Saat "Indonesia Emas" di tahun 2045 diperkirakan jumlah kasus infeksi HIV atau HIV-positif mencapai 1.827.285.

Hal itu membawa konsekuensi kualitas sumber daya manusia (SDM) dan merongrong APBN karena Indonesia menganut sistem menggratiskan obat antiretroviral (ARV) untuk pengidap HIV/AIDS tanpa pandang bulu.

Maka, ketika pemerintah dengan instansi an institusi terkait di Tanah Air tetap ngotot mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan mitos, seperti seks bebas, zina, pelacuran, pergaulan bebas, seks tidak sehat dan lan-lain maka sejatinya warga mencari sendiri informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang benar dengan berpijak pada fakta medis.

Ilustrasi (Sumber: vawnet.org)
Ilustrasi (Sumber: vawnet.org)

Berikut ini perilaku seksual dan nonseksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS sebagai fakto risiko (mode of transmission), yaitu: 

Terkait dengan perilaku laki-laki dewasa:

  • Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) di dalam nikah dengan perempuan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki (suami) tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,
  • Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) di luar nikah dengan perempuan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,
  • Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (terutama vaginal atau anal) di luar nikah dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (kasat mata) dan PSK tidak langsung (tidak kasat mata), dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja PSK tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,

Dua tipe PSK, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, cewek prostitusi online, dan lain-lain,

  • Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (anal) dengan Waria (heteroseksual atau homoseksual) dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, karena bisa saja Waria tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,

Terkait dengan perilaku perempuan dewasa:

  • Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) di dalam nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki (suami) tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,
  • Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) di luar nikah dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,
  • Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) di dalam dan di luar niah dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom, karena bisa saja gigolo tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS,
  • Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (vaginal atau anal) dengan Waria (heteroseksual atau homoseksual) dengan kondisi Waria tidak memakai kondom (seks vaginal) atau Waria yang menganal (Waria homoseksual) tidak memakai kondom, karena bisa saja Waria tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS

Sedangkan perilaku nonseksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

  • Menyusu air susu ibu (ASI) kepada perempuan yang mengidap HIV/AIDS,
  • Menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV, dan
  • Memakai jarum suntik serta tabungnya secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian, terutama pada penyalahguna Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) karena bisa saja salah satu dari mereka mengidap HIV/AIDS sehingga darah yang mengandung HIV/AIDS masuk ke jarum dan tabung kemudian disuntikkan yang lain ke tubuhnya.

Dengan menghindari perilaku seksual dan nonseksual di atas, maka akan selamat karena tidak akan pernah tertular HIV/AIDS. <>

* Syaiful W Harahap adalah penulis buku: (1) PERS meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan dan The Ford Foundation, Jakarta, 2000; (2) Kapan Anda Harus Tes HIV?, LSM InfoKespro, Jakarta, 2002; (3) AIDS dan Kita, Mengasah Nurani, Menumbuhkan Empati, tim editor, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2014; (4) Menggugat Peran Media dalam Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, YPTD, Jakarta, 2022. (Kontak via e-mail: syaifulwh@gmail.com).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun