Studi Kemenkes juga menunjukkan hingga akhir tahun 2012 ada 6,7 juta pria Indonesia yang jadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) langsung (kasat mata), sehingga pria jadi kelompok yang paling berisiko tinggi untuk menyebarkan HIV/AIDS (bali.antaranews.com, 9/4/2013). Yang bikin miris adalah 4,9 juta di antara 6,7 juta pria itu mempunyai istri. Itu artinya ada 4,9 juta istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya.
"Laporan Tahunan dan Triwulan HIVPIMS 2023" juga menunjukkan dari tahun 2019-2023 menunjukkan kasus HIV/AIDS dan sifilis (raja singa) terdeteksi pada ibu hamil (Bumil), yaitu:
Dari estimasi 27.170.887 Bumil:
- terdeteksi 26.642 Bumil yang HIV-positif (0,10%)
- terdeteksi 28.149 Bumil yang positif sifilis (0,10%).
Ibu dengan HIV-positif melahirkan 511 bayi dengan HIV/AIDS dan 1.859 bayi lahir dari Bumil positif sifilis (Lihat Tabel).
Itu artinya sejatinya pemerintah menyebarluaskan cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat dengan berpijak pada fakta medis.
Jika pemerintah tidak menjalankan program penanggulangan HIV/AIDS yang komprehensif di hulu, maka pada Saat "Indonesia Emas" di tahun 2045 diperkirakan jumlah kasus infeksi HIV atau HIV-positif mencapai 1.827.285.
Hal itu membawa konsekuensi kualitas sumber daya manusia (SDM) dan merongrong APBN karena Indonesia menganut sistem menggratiskan obat antiretroviral (ARV) untuk pengidap HIV/AIDS tanpa pandang bulu.
Maka, ketika pemerintah dengan instansi an institusi terkait di Tanah Air tetap ngotot mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan mitos, seperti seks bebas, zina, pelacuran, pergaulan bebas, seks tidak sehat dan lan-lain maka sejatinya warga mencari sendiri informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang benar dengan berpijak pada fakta medis.