Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tinggalkan Cara Razia Kendaraan Bermotor yang Primitif

13 Mei 2024   08:51 Diperbarui: 13 Mei 2024   09:06 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Razia bus (AKDP) di Kota Solo, Jateng, terjaring razia gabungan Dishub (15/8/2022). (Foto : KOMPAS.COM/Dishub Solo)

Beberapa kali naik bus di jalan tol, sopir dan kernet ngobrol dengan kondisi kaki kiri sopir naik ke kap mesin (mesin bus di depan), tempat duduk direbahkan dan tangan kanan memegang rokok. Kalau sekarang memegang Ponsel.

Kalau saja polisi dan LLAJR tidak hanya memeriksa kelengkapan surat-surat kendaraan dan SIM tentulah bisa ditemukan kondisi Ranmor. Misalnya, kondisi ban, tekanan angin ban, kondisi rem, klakson, lampu sein, lampu dekat dan lampu jauh serta kotak P3K.

Tapi, karena surat-surat lengkap dan pengemudi punya SIM yang masih berlaku, maka Ranmor terus melanjutkan perjalanan. Padahal, ada dengan kondisi yang tidak laik jalan.

Selain itu tidak sedikit bus AKAP (antar kota antar provinsi) dan AKDP (antar kota dalam provinsi) dengan kondisi speedometer (alat yang menunjukkan kecepatan Ranmor) mati atau dimatikan. Padahal, alat ini bisa jadi diatur jadi alarm dengan mengeluarkan bunyi atau tanda lampu merah pada kecepatan tertentu.

Kalau saja ada aturan baku yang mengharuskan semua bus dan truk memasang alarm berdasarkan kecepatan tentulah jadi salah satu faktor yang bisa menghindari atau mencegah Lakalantas.

Soalnya, dalam beberapa kasus Lakalantas terjadi karena kecepatan tinggi, terutama di jalan tol, karena pengguna tol tidak memahami filosofi jalan tol sehingga mereka menjadikan jalan tol sebagai pilihan untuk memacu kendaraan.


Sopir juga selalu menyalahkan (kondisi) Ranmor jika terjadi kecelakaan. Seperti yang terjadi di Subang disebutkan karena rem tidak berfungsi.

Pertanyaan yang sangat mendasar: Apakah rem tiba-tiba tidak berfungsi atau sudah ada tanda-tanda sebelumnya?

Sejatinya sopir yang amanah akan selalu mencoba rem ketika hendak melewati jalan menurun dan menurunkan persneling (tranmisi) dari kecepatan tinggi ke kecepatan rendah sehingga ada alternatif untuk menghentikan kendaraan.

Tapi, ini jarang dilakukan sopir sehingga Ranmor tidak bisa dikendalikan ketika mesin mati atau rem blong pada kecepatan tinggi.

Bus pariwisata Trans Putera Fajar dengan nomor polis AD (Boyolali, Klaten, Wonogiri, Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar, dan Sragen) bisa saja dicegah tidak celaka jika ada pemeriksaan Ranmor (bukan razia primitif yang hanya cek surat dan SIM), tapi memeriksa kelaikan jalan bus tersebut sebelum meninggalkan pos pemeriksaan jelang jalan turun. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun